Wednesday, 25 November 2015

ANALISIS SEMIOTIK DRAMA BERJUDUL OPERASI KARYA PUTU WIJAYA


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Karya sastra merupakan karya seni yang menggunakan bahasa sebagai media penyampaiannya. Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang ditampilkan di panggung. Melihat drama, penonton seolah melihat kejadian dalam masyarakat, kadang-kadang konflik yang disajikan dalam drama sama dengan konflik batin mereka sendiri. Drama juga merupakan potret kehidupan manusia, potret suka duka, pahit manis, dan hitam putih kehidupan manusia. Sebagai karya sastra, drama dapat dikaji dengan berbagai pendekatan seperti struktural, mimetik, pragmatik, objektif, sosiologi sastra, resepsi, intertekstual, semiotik, dll.
Pendekatan terhadap karya sastra dapat diartikan sebagai cara-cara untuk meneliti suatu objek. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pendekatan berarti usaha, perihal mendekati objek. Untuk mengkaji sebuah drama, pendekatan perlu dikemukakan dan dijelaskan secara luas dan mendasar dengan pertimbangan bahwa pendekatan mengimplikasikan cara-cara memahami hakikat keilmuan tertentu. Pada dasarnya di dalam melakukan suatu penelitian, pendekatanlah yang terdahulu dibandingkan teori dan metode. Maka, pemahaman mengenai pendekatanlah yang seharusnya diselesaikan lebih dulu, kemudian diikuti dengan penentuan masalah teori, metode, dan tekniknya.

Mahasiswa harus dapat memahami macam-macam pendekatan sastra dengan baik pada saat melakukan penelitian mereka dapat menggunakan pendekatan dengan baik dan tepat. Setelah itu mereka dapat melakukan analisis terhadap suatu naskah drama atau drama dengan baik dan tepat. Oleh karena itu dalam makalah ini akan disajikan analisis drama yang berjudul Operasi karya Putu Wijaya dengan menggunakan pendekatan semiotik.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:
Bagaimanakah analisis naskah drama yang berjudul Operasi karya Putu Wijaya  menggunakan pendekatan semiotik?

BAB II
KAJIAN TEORI
A.     Sejarah Semiotik
Strukturalisme dan semiotik dianggap termasuk dalam bidang ilmu yang sama oleh beberapa ahli sastra. Artinya untuk menemukan suatu makna suatu karya sastra, analisis struktur harus dilanjutkan dengan analisis semiotik. Jadi pendekatan strukturalisme sangat berdekatan dengan pendekatan semiotik karena setelah dianalisis menggunakan pendekatan strukturalisme, untuk mengetahui makna suatu karya sastra harus dilakukan analisis lagi menggunakan pendekatan semiotik.
Semiotik memiliki dua tokoh utama, yaitu Charles Sander Pierce di Amerika Serikat (1834-1914) dan Ferdinand de Sausure di Swiss (1857-1913). Pierce menyebut ilmu semiotik dengan nama semiotik, sedangkan Sausure menyebut semiotik dengan semiologi. Dari kedua tokoh ini muncul semiotik aliran Pierce yang dikenal dengan semiologi komunikasi, semiologi konotatif oleh Roland Bartnes, dan semiotik ekspansif yang dipelopori oleh Julia Kristeva.
Munculnya berbagai aliran semiotik dipengaruhi oleh fakta historis, geografis, metodologis, dan kepribadian. Dalam semiotik, hal tersebut akan mempengaruhi dalam pemberian arti sebuah penanda menjadi petanda. Selain itu, fenomena social juga dapat dibahami berdasarkan model bahasa yang dapat disebut tanda.

B.     Pengertian Semiotik
Semiotik berasal dari kata semion yang berarti ‘tanda’. Semiotik merupakan ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berkembang dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengguna tanda. Secara sederhana semiotik berarti ilmu tentang tanda. Dalam semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi, yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Semiotik memiliki tujuan untuk mengetahui sistem tanda-tanda dengan menentukan konvensi-konvensi apa saja yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Dalam pendekatan semiotik ini mempunyai pendapat dasar bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.
Semiotik merupakan perkembangan atau lanjutan dari strukturalisme. Strukturalisme tidak dapat dipisahkan dengan semiotik. Alasannya, karya sastra itu merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna. Tanpa memperhatikan sistem tanda, maka tanda dan maknanya dan konvensi tanda, maka struktur karya sastra tidak akan dapat dimengerti maknanya secara optimal.
Tanda, dalam semiotik, terdiri dari penanda dan petanda. Penanda (signifier) adalah bentuk formal yang menandai petanda yang biasanya bunyi-bunyi ujaran atau huruf-huruf tulisan. Sementara petanda (signified) adalah sesuatu yang ditandai penanda itu, yakni arti, gagasan, atau makna yang terkandung dalam suatu penanda. Jadi dari suatu penanda kita dapat menemukan suatu makna yang disebut petanda.
Hubungan antara penanda dan petanda, terjadi dalam tiga bentuk. Pertama, dalam bentuk ikon, yakni hubungan yang bersifat alamiah. Contoh gambar kuda menunjukkan hubungan antara tanda kuda dengan kuda yang sebenarnya (alami). Kedua dalam bentuk indeks, yakni hubungan kausalitas. Contoh wajah yang murung (penanda) menjelaskan hati yang gundah (petanda). Ketiga dalam bentuk simbol, yakni tidak bersifat alamiah atau kausalitas melainkah hubungannya bersifat abitrer (semau-maunya) maksudnya antara penanda dan petanda tidak memiliki hubungan yang dapat dijelaskan secara logis. Contoh kata “ibu” (penanda) melambangkan orang yang melahirkan kita (penanda) tapi dalam bahasa Inggris disebut mother, dalam bahasa Jawa disebut simbok.
Pendekatan semiotik dapat dilakukan dengan cara konvensi ketaklangsungan ekspresi, yakni mengenali makna tanda dengan beberapa cara: menelaah pergantian arti (displacing of meaning), memperhatikan penyimpangan arti (distorting of meaning) dan penciptaan arti (creativy of meaning). Jadi penulis melakukan telaah mengenai suatu penanda untuk mencari suatu arti dengan memeperhatikan penyimpangan makna baru kemudian menetapkan arti (petanda) dari suatu penanda tersebut.



BAB III
PEMBAHASAN

Strukturalisme dan semiotik dianggap termasuk dalam bidang ilmu yang sama oleh beberapa ahli sastra. Artinya untuk menemukan suatu makna suatu karya sastra, analisis struktur harus dilanjutkan dengan analisis semiotik. Jadi pendekatan strukturalisme sangat berdekatan dengan pendekatan semiotik karena setelah dianalisis menggunakan pendekatan strukturalisme, untuk mengetahui makna suatu karya sastra harus dilakukan analisis lagi menggunakan pendekatan semiotik. Oleh karena itu untuk memudah analisis naskah drama menggunakan pendekatan semiotik, peneliti dapat menganalisisnya dengan pendekatan strukturalisme. Setelah itu penulis menentukan makna drama tersebut.
1.      Tema
Tema dari sebuah drama dapat diketahui dengan analisis menggunakan pendekatan semiotik. Penanda yang berupa tulisan atau ujaran-ujaran tertentu dapat mengandung suatu petanda yang dapat menjelaskan tema dari drama tersebut. Berikut akan disajikan penanda-penanda yang merujuk pada tema drama tersebut:
PASIEN
O, begini dokter, Muka saya ini terlalu umum dokter! Sama sekali tidak ada ciri yang khas dan istimewa. Coba amati muka saya… muka saya ini sama saja dengan berjuta-juta orang Indonesia lainnya. Mata saya tidak sipit seperti orang Jepang juga tidak lebar seperti orang Bule. Hidung saya ini dok, tidak mancung juga tidak dapat dikatakan pesek. Ah, kalau nama saya ini saya ganti yang aksi misalnay (menyebut satu atau dua nama) juga tidak membuat saya berbeda dokter. Itulah yang membuat saya merasa hambar dan seperti berjalan di jalan datar yang panjang dan membosankan. Pantas saja kalau saya melamar jadi bintang film,tidak ada yang mau menerima.
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 3)
Dari penanda di atas dapat diketahui bahwa pengarang ingin menampilkan sisi gelap dunia yang penuh dengan kecanggihan teknologi ini. Saat ini banyak orang yang kurang mensyukuri hidupnya. Orang yang kurang mensyukuri hidupnya akan memiliki banyak tuntutan yang sebenarnya tidak perlu ia ajukan. Di zaman globalisasi ini, banyak sekali orang yang tidak mau menerima dirinya apa adanya dan pada akhirnya menggunakan jalan pintas untuk memperoleh keinginannya. Kutipan berikutnya:
DOKTER
Saya tidak bisa menjamin nanti setelah operasi dan wajah anda rusak, anda bisa komersil!
PASIEN
Dokter tidak usah ragu-ragu, saya yakin, nanti kalau rusak pasti komersil!
DOKTER
Saya jadi berfikir sekarang, apa perkembangan jaman sekarang sudah begitu majunya sehingga yang saya pelajari sudah terlambat dan tidak bisa mengikutinya. Seingat saya, saya tidak pernah diajari ilmu rusak-merusak seperti yang diminta sekarang!
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 5)
Dari penanda di atas dapat diketahui bahwa pengarang ingin menampilkan bahwa pada masa sekarang ini banyak orang yang melakukan tindakan diluar kebiasaan atau adat yang berlaku di masayarakat hanya untuk kepentingan komersil. Bahkan tidak hanya sumber daya alam yang diekplorasi untuk kepentingan komersil tapi juga sampai ke tubuh manusia itu sendiri. Kutipan yang ketiga:  
DOKTER
Bukan itu masalahnya. Tetapi hal itu bertentangan dengan jabatan dan sumpah saya sebagai dokter.
ASDOK I
Idealis itu perlu, tapi ini jaman krisis dokter, krisis. Orang sudah tidak malu lagi jika berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan keahlian dan jabatan sekalipun. Konstitusi negara saja sudah diabaikan orang apalagi cuma sumpah jabatan sebagai seorang dokter.
DOKTER
Tapi dokter itu menyembuhkan orang sakit. Tidak membuat orang menjadi sakit.
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 6)
Dari penanda di atas dapat diketahui bahwa pengarang ingin menampilkan sebuah keadaan yang banyak terjadi sekarang. Banyak orang yang tidak malu melakukan hal yang tidak sesuai dengan keahliannya. Tapi masih ada juga orang yang baik dan melakukan hal yang benar.
Dari tiga penanda di atas dapat dicari petanda-petanda yang merujuk pada tema drama tersebut. Tema dari drama Operasi karya Putu Wijaya adalah menceritakan kehidupan sosial dan budaya yang dilanda krisis pada masa globalisasi ini sehingga banyak orang tidak mensyukuri dirinya sendiri dan ingin menjadikan segala sesuatu untuk kepentingan komersil. Jadi pengarang ingin menampilkan bahwa saat ini banyak orang yang dibutakan dengan hal-hal yang bersifat komersil sehingga banyak orang yang tidak bersyukur akan apa yang telah dimilikinya. Bahkan mereka akan melakukan segala hal untuk mendapatkan sesuatu yang komersil. Selain itu di era krisis tersebut banyak orang yang melalaikan tugas-tugasnya dan melakukan pekerjaan tidak sesuai dengan keahliannya hanya untuk sebuah keuntungan.
Dari berbagai masalah tersebut, pengarang juga menampilkan tokoh seorang dokter yang teguh dengan pendiriannya. Hal tersebut berarti masih ada orang yang taat ada hukum dan norma yang berlaku di masyarakat. Pengarang menampikan tokoh tersebut dapat digunakan sebagai contoh bagi para pembaca.

2.      Latar
  1. Latar Waktu
Latar waktu dari drama tersebut dapat dilihat dari penanda berikut ini:
SEBUAH RUANG TUNGGU DI TEMPAT DOKTER PRAKTEK. SEPI. LALU MUNCUL SESEORANG. MULANYA DIA RAGU UNTUK MASUK KARENA MELIHAT DI DALAM MASIH SEPI. TAPI IA MEMBERANIKAN DIRI KARENA IA SEDANG BUTUH DOKTER.
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 1)
SETELAH BERKEMAS, IA BICARA DARI LUAR KEPADA ASISTENNYA YANG ADA DI DALAM
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 8)
Dari dua kutipan penanda pada naskah drama tersebut dapat diketahui bahwa waktu dalam cerita itu adalah jam kerja seorang dokter praktek mulai dari awal hingga selesai.
  1. Latar Tempat
Latar tempat dari drama tersebut dapat dilihat dari penanda berikut ini:
ENTAH KARENA APA AKHIRNYA YANG TERTIDUR ITUPUN TERBANGUN. IA MELIHAT SEKELILING. IA SUDAH BERADA DI RUANG PRAKTEK DOKTER. TERLIHAT BERBAGAI ALAT ATAU HIASAN YANG SESUAI DENGAN SEBUAH RUANG DOKTER. RUANG ITU SEPI. TIDAK ADA APA-APA KECUALI ORANG ITU. LALU ORANG ITU BERANJAK. IA MENGAMATI BENDA-BENDA DI RUANGAN ITU. KETIKA TENGAH KEASYIKAN MENGAMATI, DOKTER MASUK
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 1)
DOKTER
Tentu saja saya bingung sebab selama ini belum ada yang datang kemari yang minta supaya mukanya dirusak. Rata-rata mereka minta supaya dibuat ganteng atau cantik. Lihat saja surat-surat pujian dan piagam penghargaan itu, atau lihat foto-foto itu, itu adalah hasil kerja saya dan rata-rata mereka puas.
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 4)
Dari dua kutipan tersbut maka dapat diperoleh suatu petanda yang merupakan latar tempat dari drama tersebut yakni tempat praktek seorang dokter yang terkenal dan profesional. Dalam kutipan halaman 4, dapat dilihat dalam percakapan tersebut bahwa dokter itu telah memiliki berbagai penghargaan atas hasil kerjanya dan pujian-pujian karena keuasan pasien.
3.      Tokoh dan Penokohan
  1. Pasien
Watak atau penokohan dari tokoh pasien dapat dilihat melalui tanda-tanda atau yang disebut sebagai penanda. Penanda tersebut antara lain:
PASIEN
Dokter tidak usah ragu-ragu, saya yakin, nanti kalau rusak pasti komersil!


DOKTER
Saya jadi berfikir sekarang apa perkembangan jaman sekarang sudah begitu majunya sehingga yang saya pelajari sudah terlambat dan tidak bisa mengikutinya. Seingat saya, saya tidak pernah diajari ilmu rusak-merusak seperti yang diminta sekarang!

PASIEN
Jangan takut dokter. Bukankah ini yang pertama kalinya. Dokter pasti akan tambah terkenal dan saya juga ikut terkenal nantinya
DOKTER (berfikir keras)
PASIEN
Ayolah dokter. Tidak usah banyak fikir, sebaiknya cepat saja kita lakukan operasi
DOKTER
Tidak bisa.
PASIEN
Oh. Bagaimana kalau ongkosnya saya bayar dua kali lipat?
DOKTER (tidak menjawab)
PASIEN
Saya naikkan tiga kali lipat
DOKTER
Ini bukan soal uang.
PASIEN
Ah, atau saya buat surat pernyataan di kertas segel bahwa saya tidak menuntut dokter kalau wajah saya di rusak bahkan tidak komersil sekalipun!
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 5)
Dari penanda di atas dapat dilihat bahwa watak pasien tersebut adalah keras kepala dan memaksakan kehendak. Dalam kutipan dialog tersebut pasien terus memaksa dokter untuk melakukan apa yang dia inginkan. Hal tersebut diperkuat dengan kata pasien yang berusaha meyakinkan dokter, ingin membayar dokter tiga kali lipat, dan ingin membuat surat pernyataan di kertas segel bahwa ia tidak akan menuntut apabila wajahnya rusak bahkan tidak komersil. Jadi petanda dari penanda di atas adalah watak pasien yang keras kepala dan memaksakan kehendak.
Selain itu tokoh pasien juga memiliki watak kurang bersyukur atau tidak pernah bersyukur. Hal tersebut dapat dilihat dari petanda berikut ini:


PASIEN
O, begini dokter, Muka saya ini terlalu umum dokter! Sama sekali tidak ada ciri yang khas dan istimewa. Coba amati muka saya… muka saya ini sama saja dengan berjuta-juta orang Indonesia lainnya. Mata saya tidak sipit seperti orang Jepang juga tidak lebar seperti orang Bule. Hidung saya ini dok, tidak mancung juga tidak dapat dikatakan pesek. Ah, kalau nama saya ini saya ganti yang aksi misalnay (menyebut satu atau dua nama) juga tidak membuat saya berbeda dokter. Itulah yang membuat saya merasa hambar dan seperti berjalan di jalan datar yang panjang dan membosankan. Pantas saja kalau saya melamar jadi bintang film,tidak ada yang mau menerima.
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 3)
PASIEN
Baik. Permintaan akan saya perbaiki. Bagaimana kalau mata saya yang kiri ini diperkecil sedikit, Karena kalau berjalan sering kemasukan debu atau angin.
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 6)
PASIEN
Oke, buat lubang hidung saya menjadi tiga agar saya bisa bernapas dengan lega, karena sering pilek dan tersumbat!
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 7)
Dari tiga kutipan di atas terlihat bahwa tokoh pasien dalam drama tersebut kurang memiliki rasa bersyukur atau tidak bersyukur. Setiap manusia telah diberi berbagai hal oleh Tuhannya. Mereka dapat bernapas bebas di dunia ini, memiliki organ tubuh yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan dan itu semua diciptakan dengan sebaik-baiknya. Namun tokoh pasien tidak mensyukuri hal tersebut, ia merasa selalu kurang dan menuntut berbagai  macam permintaan di luar akal manusia.
Jadi melalui analisis semiotik ini dengan dialog tertentu sebagai penanda yang menghasilkan sebuah petanda (makna), maka dapat disimpulkan tokoh pasien memiliki watak keras kepala, suka memaksakan kehendak, dan kurang bersyukur.

  1. Dokter
Karakter dokter dalam teks drama tersebut dapat dilihat dari penanda berikut ini:
PASIEN
Jangan takut dokter. Bukankah ini yang pertama kalinya. Dokter pasti akan tambah terkenal dan saya juga ikut terkenal nantinya
DOKTER (berfikir keras)
PASIEN
Ayolah dokter. Tidak usah banyak fikir, sebaiknya cepat saja kita lakukan operasi
DOKTER
Tidak bisa.
PASIEN
Oh. Bagaimana kalau ongkosnya saya bayar dua kali lipat?
DOKTER (tidak menjawab)
PASIEN
Saya naikkan tiga kali lipat
DOKTER
Ini bukan soal uang.
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 5)
PASIEN
Bagaimana dokter?
DOKTER
Tetap tidak bisa saudara.
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 6)
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa dokter memiliki watak berpendirian teguh. Dokter tidak mau melakukan hal yang diminta pasiennya itu walaupun ia dipaksa dengan berbagai cara tapi tetap saja dokter tidak mau. Selain itu watak tokoh dokter juga dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
PASIEN
Dokter kok kelihatannya bingung
DOKTER
Tentu saja saya bingung sebab selama ini belum ada yang datang kemari yang minta supaya mukanya dirusak. Rata-rata mereka minta supaya dibuat ganteng atau cantik. Lihat saja surat-surat pujian dan piagam penghargaan itu, atau lihat foto-foto itu, itu adalah hasil kerja saya dan rata-rata mereka puas.
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 4)
Dari kutipan tersebut dapat dilihat bahwa petanda yang ingin disampaikan penulis adalah dokter yang berperan sebagai orang yang professional, pintar dan banyak mendapatkan penghargaan atas kerja-kerjanya yang bagus sehingga para pasien puas. Hal tersebut ditunjukkan dengan percakapan di atas.
Jadi penokohan atau perwatakan dokter dapat dilihat menggunakan pendekatan semiotik dengan dialog sebagai sebuah penanda yang memiliki arti (petanda). Dari penanda-penanda yang telah disajikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dokter memiliki watak berpendirian teguh, pintar dan bekerja secara profesional.

  1. ASDOK I
Watak atau penokohan dari tokoh ASDOK I dapat dilihat melalui tanda-tanda atau yang disebut sebagai penanda. Penanda tersebut antara lain:
DOKTER (dokter memanggil asistennya dan berunding)
ASDOK I
Tidak apa-apa dokter. Sebagai seseorang yang professional saya berpendapat, bagaimana kalau permintaan pasien itu kita penuhi saja. Soalnya ini menyangkut orientasi keuntungan dan prestasi institusi kita. Kalau ini berhasil, kita akan dibicarakan banyak kalangan, media massa akan meliput kita, akan banyak seminar-seminar yang membicarakan prestasi kita.
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 5)
DOKTER
Bukan itu masalahnya. Tetapi hal itu bertentangan dengan jabatan dan sumpah saya sebagai dokter.
ASDOK I
Idealis itu perlu, tapi ini jaman krisis dokter, krisis. Orang sudah tidak malu lagi jika berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan keahlian dan jabatan sekalipun. Konstitusi negara saja sudah diabaikan orang apalagi cuma sumpah jabatan sebagai seorang dokter.
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 6)
Dari penanda di atas maka diperoleh petanda yang merupakan perwatakan dari tokoh ASDOK I yakni orang yang sombong karena ia menganggap dirinya profesional sehingga memberikan nasehat kepada dokter. Selain itu juga dapat dilihat bahwa ASDOK I memiliki watak kikir atau mementingkan keuntungan dan nama baik. ASDOK I juga memanipulasi agar dokter berbuat kejahatan atau dapat dikatakan ASDOK I merupakan penghasut.
Setelah dianalisis menggunakan pendekatan semiotik maka dari penanda-penanda di atas diperoleh kesimpulan bahwa petanda yang merupakan watak dari ASDOK I adalah sombong, kikir, dan suka menghasut.
  
  1. ASDOK II
Watak atau penokohan dari tokoh ASDOK II dapat dilihat melalui tanda-tanda atau yang disebut sebagai penanda. Penanda tersebut antara lain:
ASDOK II
Betul dokter. Kita layani saja masalahnya sebagai dokter kita tidak boleh mengecewakan pasien. Apalagi dia mau bayar lebih tanpa menuntut lagi. Ini peluang dokter. Peluang besar.
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 5)
ASDOK II (sambil berjalan kaki)
Peluang. Ingat dokter. Peluang.
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 6)
Dari penanda di atas dapat kita lihat bahwa watak dari ASDOK II adalah suka menghasut. Ia menghasut dokter agar mau melayani pasien tersebut. Selain itu ASDOK II juga hanya memikirkan keuntungan saja. ASDOK II tergiur dengan keuntungan yang ditawarkan oleh pasien yang mau membayar lebih. 
Setelah dianalisis menggunakan pendekatan semiotik maka dari penanda-penanda di atas diperoleh kesimbpulan bahwa petanda yang merupakan watak dari ASDOK II adalah suka menghasut dan memikirkan keuntungan saja.


BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Tema dari drama Operasi karya Putu Wijaya adalah menceritakan kehidupan sbudaya yang dilanda krisis pada masa globalisasi ini. Latar waktu dalam cerita itu adalah jam kerja seorang dokter praktek mulai dari awal hingga selesai. Latar tempat dari drama tersebut yakni tempat praktek seorang dokter yang terkenal dan profesional.
Jadi melalui analisis semiotik ini dengan dialog tertentu sebagai penanda yang menghasilkan sebuah petanda (makna), maka dapat disimpulkan tokoh pasien memiliki watak keras kepala, suka memaksakan kehendak, dan kurang bersyukur; dokter memiliki watak berpendirian teguh, pintar dan bekerja secara professional; ASDOK I memiliki watak adalah sombong, kikir, dan suka menghasut; watak dari ASDOK II adalah suka menghasut dan memikirkan keuntungan saja.


DAFTAR PUSTAKA

Endaswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publising Service)
Nurhayati. 2012. Pengantar Ringkas Teori Sastra. Yokyakarta: Media Perkasa
Tri Widyahening, Evy, dkk. 2012. Kajian Drama: Teori dan Implementasi. Surakarta: Yuma Media

No comments:

Post a Comment

“Terima kasih sudah membaca blog saya, silahkan tinggalkan komentar”