BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Karya sastra merupakan karya seni yang menggunakan bahasa
sebagai media penyampaiannya. Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang
ditampilkan di panggung. Melihat drama, penonton seolah melihat kejadian dalam
masyarakat, kadang-kadang konflik yang disajikan dalam drama sama dengan
konflik batin mereka sendiri. Drama juga merupakan potret kehidupan manusia,
potret suka duka, pahit manis, dan hitam putih kehidupan manusia. Sebagai karya
sastra, drama dapat dikaji dengan berbagai pendekatan seperti struktural,
mimetik, pragmatik, objektif, sosiologi sastra, resepsi, intertekstual,
semiotik, dll.
Pendekatan
terhadap karya sastra dapat diartikan sebagai cara-cara untuk meneliti suatu
objek. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pendekatan berarti usaha,
perihal mendekati objek. Untuk mengkaji sebuah drama, pendekatan perlu
dikemukakan dan dijelaskan secara luas dan mendasar dengan pertimbangan bahwa
pendekatan mengimplikasikan cara-cara memahami hakikat keilmuan tertentu. Pada
dasarnya di dalam melakukan suatu penelitian, pendekatanlah yang terdahulu
dibandingkan teori dan metode. Maka, pemahaman mengenai pendekatanlah yang
seharusnya diselesaikan lebih dulu, kemudian diikuti dengan penentuan masalah
teori, metode, dan tekniknya.
Mahasiswa
harus dapat memahami macam-macam pendekatan sastra dengan baik pada saat
melakukan penelitian mereka dapat menggunakan pendekatan dengan baik dan tepat.
Setelah itu mereka dapat melakukan analisis terhadap suatu naskah drama atau
drama dengan baik dan tepat. Oleh karena itu dalam makalah ini akan disajikan
analisis drama yang berjudul Operasi karya
Putu Wijaya dengan menggunakan
pendekatan semiotik.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar
belakang di atas, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:
Bagaimanakah
analisis naskah drama yang berjudul Operasi
karya Putu Wijaya menggunakan pendekatan semiotik?
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Sejarah Semiotik
Strukturalisme
dan semiotik dianggap termasuk dalam bidang ilmu yang sama oleh beberapa ahli
sastra. Artinya untuk menemukan suatu makna suatu karya sastra, analisis
struktur harus dilanjutkan dengan analisis semiotik. Jadi pendekatan
strukturalisme sangat berdekatan dengan pendekatan semiotik karena setelah
dianalisis menggunakan pendekatan strukturalisme, untuk mengetahui makna suatu
karya sastra harus dilakukan analisis lagi menggunakan pendekatan semiotik.
Semiotik
memiliki dua tokoh utama, yaitu Charles Sander Pierce di Amerika Serikat
(1834-1914) dan Ferdinand de Sausure di Swiss (1857-1913). Pierce menyebut ilmu
semiotik dengan nama semiotik, sedangkan Sausure menyebut semiotik dengan
semiologi. Dari kedua tokoh ini muncul semiotik aliran Pierce yang dikenal
dengan semiologi komunikasi, semiologi konotatif oleh Roland Bartnes, dan
semiotik ekspansif yang dipelopori oleh Julia Kristeva.
Munculnya
berbagai aliran semiotik dipengaruhi oleh fakta historis, geografis,
metodologis, dan kepribadian. Dalam semiotik, hal tersebut akan mempengaruhi
dalam pemberian arti sebuah penanda menjadi petanda. Selain itu, fenomena
social juga dapat dibahami berdasarkan model bahasa yang dapat disebut tanda.
B.
Pengertian Semiotik
Semiotik
berasal dari kata semion yang berarti
‘tanda’. Semiotik merupakan ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan
segala sesuatu yang berkembang dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses
yang berlaku bagi pengguna tanda. Secara sederhana semiotik berarti ilmu
tentang tanda. Dalam
semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan,
konvensi-konvensi, yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Semiotik memiliki
tujuan untuk mengetahui sistem tanda-tanda dengan menentukan konvensi-konvensi
apa saja yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Dalam pendekatan semiotik ini
mempunyai pendapat dasar bahwa
fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.
Semiotik merupakan perkembangan atau
lanjutan dari strukturalisme. Strukturalisme tidak dapat dipisahkan dengan
semiotik. Alasannya, karya sastra itu merupakan struktur tanda-tanda yang
bermakna. Tanpa memperhatikan sistem tanda, maka tanda dan maknanya dan
konvensi tanda, maka struktur karya sastra tidak akan dapat dimengerti maknanya
secara optimal.
Tanda, dalam semiotik, terdiri dari
penanda dan petanda. Penanda (signifier) adalah bentuk formal yang
menandai petanda
yang biasanya bunyi-bunyi ujaran atau huruf-huruf tulisan. Sementara
petanda (signified) adalah sesuatu yang ditandai penanda itu, yakni
arti, gagasan, atau makna yang terkandung dalam suatu penanda. Jadi dari suatu penanda kita dapat
menemukan suatu makna yang disebut petanda.
Hubungan antara penanda dan petanda, terjadi dalam tiga
bentuk. Pertama, dalam bentuk
ikon, yakni hubungan yang bersifat alamiah. Contoh gambar kuda menunjukkan
hubungan antara tanda kuda dengan kuda yang sebenarnya (alami). Kedua dalam
bentuk indeks, yakni hubungan kausalitas. Contoh wajah yang murung (penanda) menjelaskan hati yang gundah
(petanda). Ketiga
dalam bentuk simbol, yakni tidak bersifat alamiah atau kausalitas
melainkah hubungannya bersifat abitrer (semau-maunya) maksudnya antara penanda dan
petanda tidak memiliki hubungan yang dapat dijelaskan secara logis. Contoh kata
“ibu” (penanda) melambangkan orang yang melahirkan kita (penanda)
tapi dalam bahasa Inggris disebut mother,
dalam bahasa Jawa disebut simbok.
Pendekatan semiotik dapat dilakukan dengan cara konvensi
ketaklangsungan ekspresi, yakni mengenali makna tanda dengan beberapa cara:
menelaah pergantian arti (displacing of meaning), memperhatikan
penyimpangan arti (distorting of meaning) dan penciptaan arti (creativy
of meaning).
Jadi penulis melakukan telaah mengenai suatu penanda untuk mencari suatu arti
dengan memeperhatikan penyimpangan makna baru kemudian menetapkan arti
(petanda) dari suatu penanda tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN
Strukturalisme
dan semiotik dianggap termasuk dalam bidang ilmu yang sama oleh beberapa ahli
sastra. Artinya untuk menemukan suatu makna suatu karya sastra, analisis
struktur harus dilanjutkan dengan analisis semiotik. Jadi pendekatan
strukturalisme sangat berdekatan dengan pendekatan semiotik karena setelah
dianalisis menggunakan pendekatan strukturalisme, untuk mengetahui makna suatu
karya sastra harus dilakukan analisis lagi menggunakan pendekatan semiotik.
Oleh karena itu untuk memudah analisis naskah drama menggunakan pendekatan
semiotik, peneliti dapat menganalisisnya dengan pendekatan strukturalisme.
Setelah itu penulis menentukan makna drama tersebut.
1.
Tema
Tema
dari sebuah drama dapat diketahui dengan analisis menggunakan pendekatan
semiotik. Penanda yang berupa tulisan atau ujaran-ujaran tertentu dapat
mengandung suatu petanda yang dapat menjelaskan tema dari drama tersebut. Berikut
akan disajikan penanda-penanda yang merujuk pada tema drama tersebut:
PASIEN
O, begini dokter, Muka saya ini terlalu umum dokter!
Sama sekali tidak ada ciri yang khas dan istimewa. Coba amati muka saya… muka
saya ini sama saja dengan berjuta-juta orang Indonesia lainnya. Mata saya tidak
sipit seperti orang Jepang juga tidak lebar seperti orang Bule. Hidung saya ini
dok, tidak mancung juga tidak dapat dikatakan pesek. Ah, kalau nama saya ini
saya ganti yang aksi misalnay (menyebut satu atau dua nama) juga tidak membuat
saya berbeda dokter. Itulah yang membuat saya merasa hambar dan seperti
berjalan di jalan datar yang panjang dan membosankan. Pantas saja kalau saya
melamar jadi bintang film,tidak ada yang mau menerima.
(Lakon
Operasi karya Putu Wijaya halaman 3)
Dari penanda di atas dapat diketahui bahwa pengarang
ingin menampilkan sisi gelap dunia yang penuh dengan kecanggihan teknologi ini.
Saat ini banyak orang yang kurang mensyukuri hidupnya. Orang yang kurang
mensyukuri hidupnya akan memiliki banyak tuntutan yang sebenarnya tidak perlu
ia ajukan. Di zaman globalisasi ini, banyak sekali orang yang tidak mau
menerima dirinya apa adanya dan pada akhirnya menggunakan jalan pintas untuk
memperoleh keinginannya. Kutipan berikutnya:
DOKTER
Saya tidak bisa menjamin nanti setelah operasi dan
wajah anda rusak, anda bisa komersil!
PASIEN
Dokter tidak usah ragu-ragu, saya yakin, nanti kalau
rusak pasti komersil!
DOKTER
Saya jadi berfikir sekarang, apa perkembangan jaman
sekarang sudah begitu majunya sehingga yang saya pelajari sudah terlambat dan
tidak bisa mengikutinya. Seingat saya, saya tidak pernah diajari ilmu
rusak-merusak seperti yang diminta sekarang!
(Lakon
Operasi karya Putu Wijaya halaman 5)
Dari penanda di atas dapat diketahui bahwa pengarang
ingin menampilkan bahwa pada masa sekarang ini banyak orang yang melakukan
tindakan diluar kebiasaan atau adat yang berlaku di masayarakat hanya untuk kepentingan
komersil. Bahkan tidak hanya sumber daya alam yang diekplorasi untuk
kepentingan komersil tapi juga sampai ke tubuh manusia itu sendiri. Kutipan
yang ketiga:
DOKTER
Bukan
itu masalahnya. Tetapi hal itu bertentangan dengan jabatan dan sumpah saya
sebagai dokter.
ASDOK
I
Idealis
itu perlu, tapi ini jaman krisis dokter, krisis. Orang sudah tidak malu lagi
jika berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan keahlian dan jabatan sekalipun.
Konstitusi negara saja sudah diabaikan orang apalagi cuma sumpah jabatan
sebagai seorang dokter.
DOKTER
Tapi
dokter itu menyembuhkan orang sakit. Tidak membuat orang menjadi sakit.
(Lakon
Operasi karya Putu Wijaya halaman 6)
Dari penanda di atas dapat diketahui bahwa pengarang
ingin menampilkan sebuah keadaan yang banyak terjadi sekarang. Banyak orang
yang tidak malu melakukan hal yang tidak sesuai dengan keahliannya. Tapi masih
ada juga orang yang baik dan melakukan hal yang benar.
Dari tiga penanda di atas dapat dicari
petanda-petanda yang merujuk pada tema drama tersebut. Tema dari drama Operasi karya Putu Wijaya adalah menceritakan kehidupan sosial dan budaya yang
dilanda krisis pada masa globalisasi ini sehingga banyak orang tidak mensyukuri
dirinya sendiri dan ingin menjadikan segala sesuatu untuk kepentingan komersil.
Jadi pengarang ingin menampilkan bahwa saat ini banyak orang yang dibutakan
dengan hal-hal yang bersifat komersil sehingga banyak orang yang tidak
bersyukur akan apa yang telah dimilikinya. Bahkan mereka akan melakukan segala
hal untuk mendapatkan sesuatu yang komersil. Selain itu di era krisis tersebut
banyak orang yang melalaikan tugas-tugasnya dan melakukan pekerjaan tidak
sesuai dengan keahliannya hanya untuk sebuah keuntungan.
Dari berbagai masalah tersebut, pengarang juga
menampilkan tokoh seorang dokter yang teguh dengan pendiriannya. Hal tersebut
berarti masih ada orang yang taat ada hukum dan norma yang berlaku di
masyarakat. Pengarang menampikan tokoh tersebut dapat digunakan sebagai contoh
bagi para pembaca.
2.
Latar
- Latar
Waktu
Latar waktu dari drama tersebut dapat dilihat dari
penanda berikut ini:
SEBUAH RUANG
TUNGGU DI TEMPAT DOKTER PRAKTEK. SEPI. LALU MUNCUL SESEORANG. MULANYA DIA RAGU
UNTUK MASUK KARENA MELIHAT DI DALAM MASIH SEPI. TAPI IA MEMBERANIKAN DIRI
KARENA IA SEDANG BUTUH DOKTER.
(Lakon Operasi
karya Putu Wijaya halaman 1)
SETELAH BERKEMAS, IA BICARA DARI
LUAR KEPADA ASISTENNYA YANG ADA DI DALAM
(Lakon Operasi
karya Putu Wijaya halaman 8)
Dari dua kutipan penanda pada naskah drama tersebut
dapat diketahui bahwa waktu dalam cerita itu adalah jam kerja seorang dokter
praktek mulai dari awal hingga selesai.
- Latar
Tempat
Latar tempat dari drama tersebut dapat dilihat dari
penanda berikut ini:
ENTAH KARENA APA
AKHIRNYA YANG TERTIDUR ITUPUN TERBANGUN. IA MELIHAT SEKELILING. IA SUDAH BERADA
DI RUANG PRAKTEK DOKTER. TERLIHAT BERBAGAI ALAT ATAU HIASAN YANG SESUAI DENGAN
SEBUAH RUANG DOKTER. RUANG ITU SEPI. TIDAK ADA APA-APA KECUALI ORANG ITU. LALU
ORANG ITU BERANJAK. IA MENGAMATI BENDA-BENDA DI RUANGAN ITU. KETIKA TENGAH
KEASYIKAN MENGAMATI, DOKTER MASUK
(Lakon Operasi
karya Putu Wijaya halaman 1)
DOKTER
Tentu saja saya
bingung sebab selama ini belum ada yang datang kemari yang minta supaya mukanya
dirusak. Rata-rata mereka minta supaya dibuat ganteng atau cantik. Lihat saja
surat-surat pujian dan piagam penghargaan itu, atau lihat foto-foto itu, itu
adalah hasil kerja saya dan rata-rata mereka puas.
(Lakon Operasi
karya Putu Wijaya halaman 4)
Dari dua kutipan
tersbut maka dapat diperoleh suatu petanda yang merupakan latar tempat dari
drama tersebut yakni tempat praktek seorang dokter yang terkenal dan
profesional. Dalam kutipan halaman 4, dapat dilihat dalam percakapan tersebut
bahwa dokter itu telah memiliki berbagai penghargaan atas hasil kerjanya dan
pujian-pujian karena keuasan pasien.
3.
Tokoh dan
Penokohan
- Pasien
Watak atau penokohan
dari tokoh pasien dapat dilihat melalui tanda-tanda atau yang disebut sebagai
penanda. Penanda tersebut antara lain:
PASIEN
Dokter tidak
usah ragu-ragu, saya yakin, nanti kalau rusak pasti komersil!
DOKTER
Saya jadi
berfikir sekarang apa perkembangan jaman sekarang sudah begitu majunya sehingga
yang saya pelajari sudah terlambat dan tidak bisa mengikutinya. Seingat saya,
saya tidak pernah diajari ilmu rusak-merusak seperti yang diminta sekarang!
PASIEN
Jangan takut
dokter. Bukankah ini yang pertama kalinya. Dokter pasti akan tambah terkenal
dan saya juga ikut terkenal nantinya
DOKTER (berfikir
keras)
PASIEN
Ayolah dokter.
Tidak usah banyak fikir, sebaiknya cepat saja kita lakukan operasi
DOKTER
Tidak bisa.
PASIEN
Oh. Bagaimana
kalau ongkosnya saya bayar dua kali lipat?
DOKTER (tidak
menjawab)
PASIEN
Saya naikkan
tiga kali lipat
DOKTER
Ini bukan soal
uang.
PASIEN
Ah, atau saya
buat surat pernyataan di kertas segel bahwa saya tidak menuntut dokter kalau wajah
saya di rusak bahkan tidak komersil sekalipun!
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 5)
Dari penanda di atas
dapat dilihat bahwa watak pasien tersebut adalah keras kepala dan memaksakan
kehendak. Dalam kutipan dialog tersebut pasien terus memaksa dokter untuk
melakukan apa yang dia inginkan. Hal tersebut diperkuat dengan kata pasien yang
berusaha meyakinkan dokter, ingin membayar dokter tiga kali lipat, dan ingin
membuat surat pernyataan di kertas segel bahwa ia tidak akan menuntut apabila
wajahnya rusak bahkan tidak komersil. Jadi petanda dari penanda di atas adalah
watak pasien yang keras kepala dan memaksakan kehendak.
Selain itu tokoh pasien
juga memiliki watak kurang bersyukur atau tidak pernah bersyukur. Hal tersebut
dapat dilihat dari petanda berikut ini:
PASIEN
O, begini
dokter, Muka saya ini terlalu umum dokter! Sama sekali tidak ada ciri yang khas
dan istimewa. Coba amati muka saya… muka saya ini sama saja dengan berjuta-juta
orang Indonesia lainnya. Mata saya tidak sipit seperti orang Jepang juga tidak
lebar seperti orang Bule. Hidung saya ini dok, tidak mancung juga tidak dapat
dikatakan pesek. Ah, kalau nama saya ini saya ganti yang aksi misalnay
(menyebut satu atau dua nama) juga tidak membuat saya berbeda dokter. Itulah
yang membuat saya merasa hambar dan seperti berjalan di jalan datar yang
panjang dan membosankan. Pantas saja kalau saya melamar jadi bintang film,tidak
ada yang mau menerima.
(Lakon Operasi
karya Putu Wijaya halaman 3)
PASIEN
Baik. Permintaan
akan saya perbaiki. Bagaimana kalau mata saya yang kiri ini diperkecil sedikit,
Karena kalau berjalan sering kemasukan debu atau angin.
(Lakon Operasi
karya Putu Wijaya halaman 6)
PASIEN
Oke, buat lubang
hidung saya menjadi tiga agar saya bisa bernapas dengan lega, karena sering pilek
dan tersumbat!
(Lakon Operasi
karya Putu Wijaya halaman 7)
Dari tiga kutipan di
atas terlihat bahwa tokoh pasien dalam drama tersebut kurang memiliki rasa
bersyukur atau tidak bersyukur. Setiap manusia telah diberi berbagai hal oleh
Tuhannya. Mereka dapat bernapas bebas di dunia ini, memiliki organ tubuh yang
bisa dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan dan itu semua diciptakan dengan
sebaik-baiknya. Namun tokoh pasien tidak mensyukuri hal tersebut, ia merasa
selalu kurang dan menuntut berbagai
macam permintaan di luar akal manusia.
Jadi melalui analisis
semiotik ini dengan dialog tertentu sebagai penanda yang menghasilkan sebuah
petanda (makna), maka dapat disimpulkan tokoh pasien memiliki watak keras
kepala, suka memaksakan kehendak, dan kurang bersyukur.
- Dokter
Karakter dokter dalam
teks drama tersebut dapat dilihat dari penanda berikut ini:
PASIEN
Jangan takut
dokter. Bukankah ini yang pertama kalinya. Dokter pasti akan tambah terkenal
dan saya juga ikut terkenal nantinya
DOKTER (berfikir
keras)
PASIEN
Ayolah dokter.
Tidak usah banyak fikir, sebaiknya cepat saja kita lakukan operasi
DOKTER
Tidak bisa.
PASIEN
Oh. Bagaimana
kalau ongkosnya saya bayar dua kali lipat?
DOKTER (tidak
menjawab)
PASIEN
Saya naikkan
tiga kali lipat
DOKTER
Ini bukan soal
uang.
(Lakon Operasi
karya Putu Wijaya halaman 5)
PASIEN
Bagaimana
dokter?
DOKTER
Tetap tidak bisa
saudara.
(Lakon Operasi
karya Putu Wijaya halaman 6)
Dari kutipan di atas
dapat dilihat bahwa dokter memiliki watak berpendirian teguh. Dokter tidak mau
melakukan hal yang diminta pasiennya itu walaupun ia dipaksa dengan berbagai
cara tapi tetap saja dokter tidak mau. Selain itu watak tokoh dokter juga dapat
dilihat dari kutipan berikut ini:
PASIEN
Dokter kok
kelihatannya bingung
DOKTER
Tentu saja saya
bingung sebab selama ini belum ada yang datang kemari yang minta supaya mukanya
dirusak. Rata-rata mereka minta supaya dibuat ganteng atau cantik. Lihat saja
surat-surat pujian dan piagam penghargaan itu, atau lihat foto-foto itu, itu
adalah hasil kerja saya dan rata-rata mereka puas.
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 4)
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 4)
Dari kutipan tersebut
dapat dilihat bahwa petanda yang ingin disampaikan penulis adalah dokter yang
berperan sebagai orang yang professional, pintar dan banyak mendapatkan
penghargaan atas kerja-kerjanya yang bagus sehingga para pasien puas. Hal
tersebut ditunjukkan dengan percakapan di atas.
Jadi penokohan atau
perwatakan dokter dapat dilihat menggunakan pendekatan semiotik dengan dialog
sebagai sebuah penanda yang memiliki arti (petanda). Dari penanda-penanda yang
telah disajikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dokter memiliki watak
berpendirian teguh, pintar dan bekerja secara profesional.
- ASDOK
I
Watak atau penokohan
dari tokoh ASDOK I dapat dilihat melalui tanda-tanda atau yang disebut sebagai
penanda. Penanda tersebut antara lain:
DOKTER (dokter
memanggil asistennya dan berunding)
ASDOK I
Tidak apa-apa
dokter. Sebagai seseorang yang professional saya berpendapat, bagaimana kalau
permintaan pasien itu kita penuhi saja. Soalnya ini menyangkut orientasi
keuntungan dan prestasi institusi kita. Kalau ini berhasil, kita akan
dibicarakan banyak kalangan, media massa akan meliput kita, akan banyak
seminar-seminar yang membicarakan prestasi kita.
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 5)
(Lakon Operasi karya Putu Wijaya halaman 5)
DOKTER
Bukan itu
masalahnya. Tetapi hal itu bertentangan dengan jabatan dan sumpah saya sebagai
dokter.
ASDOK I
Idealis itu
perlu, tapi ini jaman krisis dokter, krisis. Orang sudah tidak malu lagi jika
berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan keahlian dan jabatan sekalipun.
Konstitusi negara saja sudah diabaikan orang apalagi cuma sumpah jabatan
sebagai seorang dokter.
(Lakon Operasi
karya Putu Wijaya halaman 6)
Dari penanda di atas
maka diperoleh petanda yang merupakan perwatakan dari tokoh ASDOK I yakni orang
yang sombong karena ia menganggap dirinya profesional sehingga memberikan
nasehat kepada dokter. Selain itu juga dapat dilihat bahwa ASDOK I memiliki
watak kikir atau mementingkan keuntungan dan nama baik. ASDOK I juga
memanipulasi agar dokter berbuat kejahatan atau dapat dikatakan ASDOK I
merupakan penghasut.
Setelah dianalisis
menggunakan pendekatan semiotik maka dari penanda-penanda di atas diperoleh
kesimpulan bahwa petanda yang merupakan watak dari ASDOK I adalah sombong, kikir,
dan suka menghasut.
- ASDOK
II
Watak atau penokohan
dari tokoh ASDOK II dapat dilihat melalui tanda-tanda atau yang disebut sebagai
penanda. Penanda tersebut antara lain:
ASDOK II
Betul dokter.
Kita layani saja masalahnya sebagai dokter kita tidak boleh mengecewakan pasien.
Apalagi dia mau bayar lebih tanpa menuntut lagi. Ini peluang dokter. Peluang
besar.
(Lakon Operasi
karya Putu Wijaya halaman 5)
ASDOK II
(sambil berjalan kaki)
Peluang. Ingat dokter. Peluang.
(Lakon
Operasi karya Putu Wijaya halaman 6)
Dari penanda di atas dapat kita lihat bahwa watak
dari ASDOK II adalah suka menghasut. Ia menghasut dokter agar mau melayani
pasien tersebut. Selain itu ASDOK II juga hanya memikirkan keuntungan saja.
ASDOK II tergiur dengan keuntungan yang ditawarkan oleh pasien yang mau
membayar lebih.
Setelah dianalisis
menggunakan pendekatan semiotik maka dari penanda-penanda di atas diperoleh
kesimbpulan bahwa petanda yang merupakan watak dari ASDOK II adalah suka
menghasut dan memikirkan keuntungan saja.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Tema
dari drama Operasi karya Putu Wijaya adalah menceritakan
kehidupan sbudaya yang dilanda krisis pada masa globalisasi ini. Latar waktu
dalam cerita itu adalah jam kerja seorang dokter praktek mulai dari awal hingga
selesai. Latar tempat dari
drama tersebut yakni tempat praktek seorang dokter yang terkenal dan
profesional.
Jadi
melalui analisis semiotik ini dengan dialog tertentu sebagai penanda yang
menghasilkan sebuah petanda (makna), maka dapat disimpulkan tokoh pasien
memiliki watak keras kepala, suka memaksakan kehendak, dan kurang bersyukur; dokter memiliki watak berpendirian teguh, pintar dan
bekerja secara professional; ASDOK I memiliki
watak adalah sombong, kikir, dan suka menghasut; watak dari ASDOK II adalah
suka menghasut dan memikirkan keuntungan saja.
DAFTAR PUSTAKA
Endaswara,
Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian
Sastra. Yogyakarta: CAPS (Center for
Academic Publising Service)
Nurhayati.
2012. Pengantar Ringkas Teori Sastra. Yokyakarta:
Media Perkasa

No comments:
Post a Comment
“Terima kasih sudah membaca blog saya, silahkan tinggalkan komentar”