Wednesday, 25 November 2015

ANALISIS STILISTIKA PUISI LAYANG-LAYANG MILIKKU KARYA SLAMET SUKIRNANTO


ANALISIS STILISTIKA PUISI LAYANG-LAYANG MILIKKU  KARYA SLAMET SUKIRNANTO
Kartikasari F.

ABSTRAK
Analisis puisi yang berjudul Layang-layang Milikku karya Slamet Sukirnanto dilakukan pembacaan heuristik, pembacaan hermeunik dan analisis gaya bahasa. Dalam analisis gaya bahasa dilakukan analisis pada gaya kalimat, gaya kata, gaya bunyi dan pengimajian. Setelah dilakukan analisis tersebut maka dapat disimpulkan memperoleh hasil yakni makna puisi Layang-layang Milikku yang berisi tentang kemerdekaan berpendapat melalui pembacaan heuristik. dan pembacaan reteroaktif atau hermeunik. Analisis gaya bahasanya meliputi: gaya kalimat terdapat pemadatan kalimat di setiap barisnya; gaya kata ditemukan personifiasi dan metafora; gaya kata ditemukan asonansi dan aliterasi pada setiap barisnya dan pengimajian ditemukan imaji visual, imaji auditif dan imaji taktil.
Kata kunci: heuristik, hermeneutik, gaya bahasa


A.     LATAR BELAKANG
Setiap karya sastra memiliki makna tertentu yang terkandung di dalamnya. Makna-makna tersebut dapat bermanfaat bagi hidup kita jika kita dapat menelaahnya dengan baik dan menjadikannya pelajaran hidup. Karya sastra memiliki unsur keindahan yang dapat dinikmati tapi juga bermanfaat. Gaya bahasa merupakan sarana sastra yang turut menyumbangkan nilai kepuitisan atau estetik karya sastra, bahkan seringkali nilai seni suatu karya sastra ditentukan oleh gaya bahasanya. Gaya juga bahasa penting dalam sebuah karya sastra untuk menentukan keindahan dari karya itu sendiri. Jika tidak banyak gaya bahasa yang ada dalam suatu karya, orang akan merasa bosan membacanya dan tidak dapat menikmati aspek estetik pada karya sastra itu sendiri.
Pembaca dapat memahami makna dan keindahan yang terkandung dalam karya sastra dapat digunakan analisis gaya bahasa atau yang sering disebut stilistika. Oleh karena itu, penulis akan membahas tentang pembacaan heuristik, pembacaan hermeneutik dan analisis gaya bahasa itu sendiri. Analisis gaya bahasa meliputi gaya kalimat, gaya kata, gaya bunyi dan pengimajian.

B.     LANDASAN TEORI
Stilistika adalah ilmu yang mempelajari gaya bahasa. Stilistika adalah ilmu bagian dari linguistik yang memusatkan diri pada variasi-variasi penggunaan bahasa, seringkali, tetapi tidak eksklusif, memberikan perhatian khusus kepada penggunaan bahasa yang paling sadar dan paling kompleks dalam kesusastraan. Stilistika berarti studi tentang gaya bahasa, menyusgestikan sebuah ilmu, paling sedikit merupakan sebuah studi yang metodis (Turner 1977: 7-8 dalam Rahmat Djoko Pradopo).
Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1980: 38) bahwa dalam stilistika, ilmu meneliti gaya bahasa dibedakan antara stilistika diskriptis dan stilistika genetis. Stiliska diskritif mendekati gaya bahasa sebagai keseluruhan daya ekspresi kejiwaan yang tergantung dalam suatu bahasa sehingga meneliti nilai-nilai ekspresivitas khusus yang tergantung dalam suatu bahasa (language), yaitu secara morfologis, sintaksis, dan semantik. Adapun stilistika genetis adalah stilistika individual yang memandang gaya bahasa sebagai suatu ungkapan yang khas pribadi.
 Abrams (1981: 190-191) mengemukakan bahwa gaya bahasa suatu karya sastra itu dapat dianalisis dalam hal diksi atau pilihan katanya, susunan kalimat atau sintaksisnya, kepadatan dan tipe-tipe bahasa kiasannya, pola-pola ritmenya, komponen bunyi, ciri-ciri formal lain dan tujuan-tujuan serta sarana retorikanya.
Penggunaan bahasa secara tertentu meliputi penggunaan semua aspek bahasanya, yaitu intonasi, bunyi, kata dan kalimatnya. Hanya saja intonasi ini hanya tampak jelas dalam bahasa lisan. Oleh karena itu, dalam penelitian teks tertulis intonasi tidak diteliti, kecuali dalam hal irama yang tampak dalam struktur bunyi bahasanya dalam karya sastra.
Gaya bahasa merupakan unsur struktur karya sastra sebagai sistem tanda yang bermakna, maka satuan-satuan berfungsinya diantaranya: bunyi, kata, kalimat yang bersifat khusus dalam arti sebagai sarana kebahasaan untuk mendapatkan efek tertentu ataupun efek estetis. Sebelum dilakukan analisis karya sastra perlu dipahami maknanya dengan pembacaan heuristik dan pembacaan reteroaktif atau hermeneutik seperti dikemukakan Riffaterne (1978: 5-6).

C.     PEMBAHASAN
Puisi yang akan dianalisis menggunakan pendekatan stilistika adalah puisi yang berjudul Layang-layang Milikku karya Slamet Sukirnanto. Berikut disajikan puisi tersebut.
Layang-layang Milikku
Karya Slamet Sukirnanto
Layang-layang milikku, kumanjakan kau
Membumbung, di langit biru
Di alam raya bersama burung-burung bebas
Lihatlah dari sana, negeri-negeri yang jauh
Adakah negeri-negeri bebas yang angkuh?

Satu pesan yang kusampaikan dari bumi ini
Janganlah meninggalkan daku, kemudian kau pergi
Sebab jarak antara kita semakin jauh
Di kota ini aku sendiri dengan pijar nasib

Layang-layang milikku, kumanjakan kau
Membumbung di langit biru
Sampaikan salam: hidup teguh di sini
Nyanyian bumi dalam ujud puisi



1.      PEMBACAAN HEURISTIK
Dalam pembacaan ini, karya sastra dibaca secara linier, sesuai dengan struktur bahasa yang sebagai system tanda tingkat pertama. Untuk menjelaskan arti bahasa bilamana perlu susunan kalimat dibalik seperti susunan bahasa secara normatif, diberi tambahan kata sambung (dalam kurung), kata-kata dikembalikan ke dalam bentuk morfologinya yang normatif. Bilamana perlu, kalimat karya sastra diberi sisipan-sisipan kata dan sinonimnya, diletakkan dalam tanda kurung supaya artinya menjadi jelas. Arti pembacaan sajak “Layang-layang Milikku” karya Slamet Sukirnanto sebagai berikut.
Layang-layang milikku (kuterbangkan kau), kumanjakan kau. (agar) Membumbung (tinggi), di langit (yang) biru. (terbanglah) Di alam raya bersama burung-burung (yang) bebas. (kemudian) Lihatlah dari (atas) sana, (ada) negeri-negeri yang (terletak) jauh. Adakah (kau lihat) negeri-negeri bebas yang angkuh?
(ada) Satu pesan yang (ingin) kusampaikan (untukmu) dari bumi ini. Janganlah (kau) meninggalkan daku, kemudian kau pergi (lebih jauh). Sebab jarak antara kita (bertambah) semakin jauh. Di kota ini aku (tinggal) sendiri dengan pijar nasib (yang mungkin terjadi).
Layang-layang milikku (kuterbangkan kau), kumanjakan kau. Membumbung (tinggi) di langit (yang) biru (itu). (tolong) Sampaikan salam (ini): (tetaplah) hidup teguh di sini. (kuucapkan) Nyanyian bumi dalam ujud puisi (yang indah).

2.      PEMBACAAN RETEROAKTIF ATAU HERMENEUTIK
Pembacaan heuristik itu baru memperjelas arti kebahasaaannya, tetapi makna karya sastra atau sajak itu belum tertangkap. Oleh karena itu, pembacaan heuristik dengan pembacaan reteroaktif dan diberi tafsiran (dibaca secara hermeneutik) sesuai dengan konvensi sastra sebagai berikut.
Dalam bagian ini akan dijelaskan mengenai penafsiran tiap bait dari puisi yang berjudul “Layang-layang Milikku” karya Slamet Sukirnanto sebagai berikut.



Layang-layang milikku, kumanjakan kau
Membumbung, di langit biru
Di alam raya bersama burung-burung bebas
Lihatlah dari sana, negeri-negeri yang jauh
Adakah negeri-negeri bebas yang angkuh?
Dalam bait pertama menceritakan tentang seseorang yang memiliki pemikiran bebas atau kemerdekaan untuk berpendapat. Kata layang-layang dapat diartikan sebagai suatu pemikiran, gagasan, ide ataupun pendapat seseorang. Tokoh aku adalah pemilik dari suatu pemikiran, gagasan, ide atau pendapat itu. Ia memanjakannya dengan arti bahwa ia memiliki kebebasan untuk mengemukakan pemikirannya. Pemikiran seseorang dapat dengan meluas dan mendalam atau dalam bait tersebut digambarkan dengan kata membumbung.
Setelah kemerdekaan dan setelah berlakunya era reformasi, di negara Indonesia setiap warga negaranya memiliki hak yang sama untuk mengeluarkan pemikiran, ide, gagasan atau pendapat yang ia miliki tentang suatu hal. Jika hal tersebut terlaksana, maka terciptalah masyarakat yang demokratis. Dalam baris Di alam raya bersama burung-burung yang bebas, mengandung arti bahwa merdeka berarti bebas. Bebas menentukan apapun tanpa terikat oleh negara manapun. Seperti burung yang bebas yang bisa terbang kemanapun ia mau.
Saat ada kemerdekaan untuk bebas berpendapat maka ada di sisi lain orang-orang yang angkuh. Dalam puisi tersebut digambarkan dengan kata-kata negara-negara bebas yang angkuh. kata angkuh dapat diartikan sebagai orang yang suka merendahkan orang lain, sombong dan congkak. Jadi dalam masa kemerdekaan yang bebas berpendapat ini, adapula orang yang memiliki sifat angkuh atau tidak mau menerima pendapat yang yang disampaikan orang lain. Seperti yang terjadi pada kehidupan saat pemerintahan presiden Soeharto dimana kebebasan berpendapat tidak berjalan secara maksimal karena banyak pihak-pihak yang mudah tersinggung dan tidak dapat menerima pendapat dari orang lain. Hal itu menjadikan pelaksanaan demokrasi kurang berjalan dengan lancar. Dalam puisi Slamet Sukirnato lainnya juga membahas pelaksanaan demokrasi seperti pada puisinya yang berjudul Catatan Harian Seorang Demonstran.
Bait 2
Satu pesan yang kusampaikan dari bumi ini
Janganlah meninggalkan daku, kemudian kau pergi
Sebab jarak antara kita semakin jauh
Di kota ini aku sendiri dengan pijar nasib
Baris satu pesan yang kusampaikan dari bumi ini dapat mengandung arti ada sebuah pesan yang akan disampaikan dari dirinya sendiri. Kata bumi ini dapat berarti diri sendiri karena pada dasarnya manusia tercipta dari tanah dan akan kembali ke tanah. Pesan tersebut adalah pesan yang mengandung ketakutan akan kehilangan suatu kemerdekaan yang telah dimiliki. Hal tersebut diperjelas pada baris berikutnya yang berbunyi Janganlah kau meninggalkan daku, kemudian pergi. Baris tersebut menyiratkan sebuah ketakutan.
Bait di atas berarti bahwa tokoh aku tidak mau jika kemerdekaannya untuk berpendapat dan mengeluarkan gagasannya pergi meninggalkannya ataupun dirampas haknya oleh orang lain. Jika kemerdekaan itu pergi atau hilang, maka jaraknya akan semakin jauh dan pemiliknya akan menderita. Kata aku sendiri dengan pijar nasib dapat berarti bahwa tokoh aku akan sendiri jika kemerdekaannya pergi. Dalam kesendirian itu, dia menunggu nasib yang mungkin terjadi. Pijar berarti menyala. Dalam kaitannya dengan puisi di atas, tokoh aku menunggu nasib yang akan terjadi pada dirinya apabila kemerdekaannya hilang.
Bait 3
Layang-layang milikku, kumanjakan kau
Membumbung di langit biru
Sampaikan salam: hidup teguh di sini
Nyanyian bumi dalam ujud puisi 
Dalam bait ketiga ini, pengarang kembali membahas tentang kemerdekaannya untuk berpendapat. Dua baris pertama dari bait keiga ini merupakan perulangan dari baris-baris di bait pertama. Dalam bait ini, pengarang menyeritakan kembali kemerdekaan menyatakan pendapat melalui kata layang-layang yang berarti pemikiran, gagasan atau ide dan kata kumanjakan yang berarti membebaskannya untuk keluar dari pikirannya serta kata membumbung yang meyakinkan kata kebebasan.
Baris sampaikan salam: hidup teguh di sini memberikan arti bahwa walaupun ada orang-orang yang angkuh yang tidak dapat menerima pendapat orang lain, tapi demokrasi harus tetap dijaga. Kata hidup teguh berarti sebuah keteguhan. Dalam puisi tersebut mengajak untuk tetap menjaga keteguhan untuk mempertahankan sebuah negara yang demokrasi.  Kemudian untuk baris terakhir, baris nyanyian bumi dalam ujud puisi dapat diartikan sebagai nasehat. Kata nyanyian dan puisi merupakan salah satu sarana untuk berkomunikasi. Kedua kata itu memiliki bentuk kata-kata atau yang dapat kita artikan sebagai sebuah nasehat. Dalam suatu kumpulan kata-kata akan terdapat sebuah makna yang mengandung suatu ilmu yang dapat kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari.

3.      ANALISIS GAYA BAHASA
Untuk dapat menangkap makna karya sastra secara keseluruhan, lebih dahulu harap diterangkan gaya bahasa dalam wujud kalimat atau sintaksisnya, kemudian diikuti analisis gaya kata, dan yang terakhir analisis gaya bunyi.
a.      Gaya kalimat
Sajak memerlukan kepadatan dan ekspresivitas karena sajak itu hanya mengemukakan inti masalah atau inti pengalaman. Oleh karena itu terjadi pemadatan, hanya yang perlu-perlu saja dinyatakan, maka hubungan kalimat-kalimatnya implisit, hanya tersirat saja. Hal ini tampak pada baris-baris atau kalimat-kalimat dalam setiap bait. Jadi gaya kalimat demikian disebut gaya kalimat implisit. Dalam puisi tersebut terdapat pemadatan kalimat sebagai berikut.
Layang-layang Milikku
Karya Slamet Sukirnanto
Layang-layang milikku (kuterbangkan kau), kumanjakan kau
(agar) Membumbung (tinggi), di langit (yang) biru
(terbanglah) Di alam raya bersama burung-burung (yang) bebas
(kemudian) Lihatlah dari (atas) sana, (ada) negeri-negeri yang (terletak) jauh Adakah (kau lihat) negeri-negeri bebas yang angkuh?
(ada) Satu pesan yang (ingin) kusampaikan (untukmu) dari bumi ini
Janganlah (kau) meninggalkan daku, kemudian kau pergi (lebih jauh)
Sebab jarak antara kita (bertambah) semakin jauh
Di kota ini aku (tinggal) sendiri dengan pijar nasib (yang mungkin terjadi)

Layang-layang milikku (kuterbangkan kau), kumanjakan kau
Membumbung (tinggi) di langit (yang) biru (itu)
(tolong) Sampaikan salam (ini): (tetaplah) hidup teguh di sini
(kuucapkan) Nyanyian bumi dalam ujud puisi (yang indah)

b.      Gaya kata
Terdapat beberapa macam gaya kata dalam puisi yang berjudul Layang-layang Milikku karya Slamet Sukirnanto. Gaya kata tersebut sebagai berikut.
Personifikasi
Gaya kata personifikasi pada puisi tersebut terdapat pada baris berikut:
                              Nyanyian bumi dalam ujud puisi
Kata nyanyian bumi merupakan gaya kata personifikasi karena bumi dianggap sebagai manusia yang dapat bernyanyi. Bumi adalah benda mati yang tidak dapat bernyanyi. Namun pada baris tersebut bumi diibaratkan sebagai manusia yang dapat bernyanyi dalam wujud puisi. Bumi dianggap mampu melakukan perbuatan yang dilakukan manusia. Jadi kutipan di atas merupakan gaya kata personifikasi karena menjadikan benda mati seolah-olah hidup seperti manusia.
Metafora
                                    Layang-layang milikku, kumanjakan kau
Kata layang-layang pada kutipan di atas merupakan gaya kata metafora karena merupakan kiasan tidak langsung. Kata layang-layang dapat berarti sebuah pemikiran, gagasan, ide atau pendapat seseorang. Kata tersebut tidak digunakan untuk menyatakan layang-layang yang sesungguhnya kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Jadi pada kutipan di atas terdapat gaya kata metafora karena memiliki kiasan tidak langsung.

c.       Gaya bunyi
Bunyi berfungsi untuk mendukung atau memperkeras arti kata ataupun kalimat. Gaya bunyi memperdalam makna kata dan kalimat. Dalam sajak ini tampak sebagai berikut.
Bait Pertama
Asonansi pada baris di atas adalah vokal “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata layang-layang, kumanjakan, kau. Sedangkan aliterasi pada baris di atas adalah konsonan “k” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata milikku, kumanjakan, kau.
Asonansi pada baris di atas adalah vokal “i” dan “u” karena memiliki jumlah sama banyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata membumbung, di langit, biru. Sedangkan aliterasi pada baris di atas adalah konsonan “m” dan “b” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata membumbung, biru.
Asonansi pada baris di atas adalah vokal “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata alam, raya, bersama, bebas. Sedangkan aliterasi pada baris di atas adalah konsonan “b” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata bersama, burung-burung, bebas.
Asonansi pada baris di atas adalah vokal “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata lihatlah, dari, sana, yang, jauh. Sedangkan aliterasi pada baris di atas adalah konsonan “n” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata sana, negeri-negeri, yang.
Asonansi pada baris di atas adalah vokal “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata adakah, bebas, yang, angkuh. Sedangkan aliterasi pada baris di atas adalah konsonan “n” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata negeri-negeri, yang, angkuh.

Bait Kedua
Asonansi pada baris di atas adalah vokal “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata satu, pesan, yang, kusampaikan, dari. Sedangkan aliterasi pada baris di atas adalah konsonan “n” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata pesan, yang, kusampaikan, ini.
Asonansi pada baris di atas adalah vokal “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata janganlah, meninggalkan, daku, kemudian, kau. Sedangkan aliterasi pada baris di atas adalah konsonan “n” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata janganlah, meninggalkan, kemudian.
Asonansi pada baris di atas adalah vokal “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata sebab, jarak, antara, kita, semakin, jauh. Sedangkan aliterasi pada baris di atas adalah konsonan “k” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata jarak, kita, semakin.
Asonansi pada baris di atas adalah vokal “i” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata di, ini, sendiri, pijar, nasib. Sedangkan aliterasi pada baris di atas adalah konsonan “n” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata ini, sendiri, dengan, nasib.
Bait Ketiga
Asonansi pada baris di atas adalah vokal “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata layang-layang, kumanjakan, kau. Sedangkan aliterasi pada baris di atas adalah konsonan “k” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata milikku, kumanjakan, kau.
Asonansi pada baris di atas adalah vokal “i” dan “u” karena memiliki jumlah sama banyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata membumbung, di langit, biru. Sedangkan aliterasi pada baris di atas adalah konsonan “m” dan “b” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata membumbung, biru.
Asonansi pada baris di atas adalah vokal “a” dan “i” karena memiliki jumlah sama banyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata sampaikan, salam, hidup, di sini. Sedangkan aliterasi pada baris di atas adalah konsonan “s” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata sampaikan, salam, sini.
Asonansi pada baris di atas adalah vokal “a”, “i”, dan “u” karena memiliki jumlah sama banyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata nyanyian, bumi, dalam, ujud, puisi. Sedangkan aliterasi pada baris di atas adalah konsonan “n” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata nyanyian.

d.      Pengimajian
Pengimajian yang terdapat pada puisi yang berjudul Layang-layang Milikku karya Slamet Sukirnanto sebagai berikut.
Imaji Visual
Imaji visual merupakan pencitraan dimana seseorang dibuat seolah-olah melihat sesuatu. Imaji visual pada puisi di atas terdiri dari:
                  Layang-layang milikku, kumanjakan kau
                  Membumbung di langit biru
                  Di alam raya bersama burung-burung bebas (bait 1)
Dari kutipan di atas dapat dilihat ada beberapa kata yang menimbulkan imaji visual. Kutipan baris-baris membuat pembaca seolah-olah melihat layang-layang yang sedang diterbangkan dan membumbung tinggi di langit biru. Layang-layang merupakan benda yang berbentuk jajargenjang yang terbuat dari kertas yang sangat tipis atau plastic yang diterbangkan di tanah lapang. Layang-layang terbang membumbung atau ke atas di langit yang berwarna biru. Langit yang berwarna biru menandakan bahwa hari itu cerah dan banyak angina untuk menerbangkan layang-layang.
Kemudian pada baris terakhir, pembaca dibuat seolah-olah melihat alam raya atau alam yang sangat luas ini. Selain itu juga dibuat seolah-olah melihat layang-layang yang terbang bersama burung-burung bebas. Jadi, kutipan di atas merupakan imaji visual karena penyair ingin membuat pembaca seolah-olah melihat apa yang digambarkan penyair dalam puisi itu.
Imaji Auditif
                              Satu pesan yang kusampaikan dari bumi ini
Dalam baris di atas terdapat imaji auditif. Kata kusampaikan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan manusia. Dari kata kusampaikan tersebut, pembaca dibuat seolah-olah mendengarkan pesan yang diberikan oleh tokoh aku. Hal tersebut dijelaskan lagi pada baris selanjutnya yang berupa kata-kata janganlah meninggalkan daku, kemudian kau pergi. Baris itu merupakan pesan yang disampaikan. Jadi penyair hendak membuat pembaca seolah-olah mendengarkan pesan tersebut.
                              Nyanyian bumi dalam ujud puisi
Kata nyanyian dalam bait tersebut merupakan imaji auditif karena membuat pembaca seolah-olah mendengarkan nyanyia. Pada dasarnya nyanyian merupakan puisi yang dapat dilagukan. Nyanyian berupa bunyi-bunyi yang dapat didengar manusia. Dengan adanya nyanyian maka indera pendengaran manusia akan bekerja. Jadi kutipan di atas merupakan imaji auditif.
Imaji Taktil
                              Sampaikan salam: hidup teguh di sini
Dalam baris di atas terdapat imaji taktil atau perasaan. Kata teguh membuat pembaca seolah-olah merasakan suatu keteguhan hati atau kesungguhan hati. Suatu kesungguhan hati hanya dapat dirasakan oleh perasaan kita. Jadi kutipan di atas merupakan imaji taktil. 
  
D.    SIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari analisis puisi yang berjudul Layang-layang Milikku karya Slamet Sukirnanto dilakukan pembacaan heuristik, pembacaan hermeunik dan analisis gaya bahasa. Dalam analisis gaya bahasa dilakukan analisis pada gaya kalimat, gaya kata, gaya bunyi dan pengimajian. Setelah dilakukan analisis tersebut maka dapat disimpulkan memperoleh hasil yakni makna puisi Layang-layang Milikku yang berisi tentang kemerdekaan berpendapat melalui pembacaan heuristik. dan pembacaan reteroaktif atau hermeunik. Analisis gaya bahasanya meliputi: gaya kalimat terdapat pemadatan kalimat di setiap barisnya; gaya kata ditemukan personifiasi dan metafora; gaya kata ditemukan asonansi dan aliterasi pada setiap barisnya dan pengimajian ditemukan imaji visual, imaji auditif dan imaji taktil.

E.     DAFTAR PUSTAKA
Pradopo, Rahmat Djoko. 2010. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: UGM Press
Waluyo, Herman J. 2010. Pengkajian dan Apresiasi Puisi. Salatiga: Widya Sari Press Salatiga

No comments:

Post a Comment

“Terima kasih sudah membaca blog saya, silahkan tinggalkan komentar”