ANALISIS STILISTIKA PUISI PERARAKAN JENAZAH KARYA HARTOJO ANDANGDJAJA
Kartikasari F.
Surel: ksari8015@gmail.com
ABSTRAK
Analisis stilistika puisi yang berjudul
Perarakan Jenazah karya Hartojo Andangdjaja dilakukan pembacaan heuristik,
pembacaan hermeneutik dan analisis gaya bahasa. Dalam analisis gaya bahasa
dilakukan analisis pada gaya kalimat, gaya kata, gaya bunyi dan pengimajian.
Setelah dilakukan analisis tersebut diperoleh hasil yakni makna puisi Perarakan
Jenazah yang berisi tentang cerita suatu kematian melalui pembacaan heuristik.
dan pembacaan reteroaktif atau hermeneutik. Analisis gaya bahasanya meliputi:
gaya kalimat terdapat pemadatan kalimat di setiap barisnya; gaya kata ditemukan
personifiasi, metafora, metonomia dan sinekdoki pars pro toto; gaya kata
ditemukan asonansi dan aliterasi pada setiap barisnya dan pengimajian ditemukan
imaji visual, imaji auditif dan imaji taktil.
Kata
kunci: heuristik,
hermeneutik, gaya bahasa
A.
LATAR BELAKANG
Karya
sastra merupakan suatu tiruan dari kehidupan nyata yang memiliki suatu makna
tertentu yang dapat diraih oleh para pembaca setelah membaca dan menelaahnya.
Penelitian karya sastra pada waktu sekarang banyak ditujukan pada struktur
penceritaannya seperti tema, alur, penokohan, dan latar. Akan tetapi,
penelitian gaya bahasa yang merupakan salah satu sarana kesusasteraan yang
sangat penting. Gaya bahasa merupakan sarana sastra yang turut menyumbangkan
nilai kepuitisan atau estetik karya sastra, bahkan seringkali nilai seni suatu
karya sastra ditentukan oleh gaya bahasanya.
Pembaca
dapat memahami makna dan keindahan yang terkandung dalam karya sastra dapat
digunakan analisis gaya bahasa atau yang sering disebut stilistika. Oleh karena
itu, penulis akan membahas tentang pembacaan heuristik, pembacaan hermeneutik
dan analisis gaya bahasa itu sendiri. Analisis gaya bahasa meliputi gaya
kalimat, gaya kata, gaya bunyi dan pengimajian.
B.
LANDASAN TEORI
Stilistika
adalah ilmu yang mempelajari gaya bahasa. Stilistika adalah ilmu bagian dari
linguistik yang memusatkan diri pada variasi-variasi penggunaan bahasa,
seringkali, tetapi tidak eksklusif, memberikan perhatian khusus kepada
penggunaan bahasa yang paling sadar dan paling kompleks dalam kesusastraan.
Stilistika berarti studi tentang gaya bahasa, menyusgestikan sebuah ilmu, paling
sedikit merupakan sebuah studi yang metodis (Turner 1977: 7-8 dalam Rahmat
Djoko Pradopo).
Dick
Hartoko dan B. Rahmanto (1980: 38) bahwa dalam stilistika, ilmu meneliti gaya
bahasa dibedakan antara stilistika diskriptis dan stilistika genetis. Stiliska
diskritif mendekati gaya bahasa sebagai keseluruhan daya ekspresi kejiwaan yang
tergantung dalam suatu bahasa sehingga meneliti nilai-nilai ekspresivitas
khusus yang tergantung dalam suatu bahasa (language),
yaitu secara morfologis, sintaksis, dan semantik. Adapun stilistika genetis
adalah stilistika individual yang memandang gaya bahasa sebagai suatu ungkapan
yang khas pribadi.
Abrams (1981: 190-191) mengemukakan bahwa gaya
bahasa suatu karya sastra itu dapat dianalisis dalam hal diksi atau pilihan
katanya, susunan kalimat atau sintaksisnya, kepadatan dan tipe-tipe bahasa
kiasannya, pola-pola ritmenya, komponen bunyi, ciri-ciri formal lain dan
tujuan-tujuan serta sarana retorikanya.
Penggunaan
bahasa secara tertentu meliputi penggunaan semua aspek bahasanya, yaitu
intonasi, bunyi, kata dan kalimatnya. Hanya saja intonasi ini hanya tampak
jelas dalam bahasa lisan. Oleh karena itu, dalam penelitian teks tertulis
intonasi tidak diteliti, kecuali dalam hal irama yang tampak dalam struktur
bunyi bahasanya dalam karya sastra.
Gaya
bahasa merupakan unsur struktur karya sastra sebagai sistem tanda yang
bermakna, maka satuan-satuan berfungsinya diantaranya: bunyi, kata, kalimat
yang bersifat khusus dalam arti sebagai sarana kebahasaan untuk mendapatkan
efek tertentu ataupun efek estetis. Sebelum dilakukan analisis karya sastra
perlu dipahami maknanya dengan pembacaan heuristik dan pembacaan reteroaktif
atau hermeneutik seperti dikemukakan Riffaterne (1978: 5-6).
C.
PEMBAHASAN
Puisi
yang akan dianalisis menggunakan pendekatan stilistika adalah puisi yang
berjudul Perarakan Jenazah karya
Hartojo Andangdjaja. Berikut disajikan puisi tersebut.
Perarakan Jenazah
Karya Hartojo Andangdjaja
kami mengiring
jenazah hitam
depan kami
kereta mati bergerak pelan
orang-orang tua
berjalan menunduk diam
dicekam hitam
bayangan
makam muram awan
muram
menanti
perarakan di ujung jalan
tapi kami selalu
berebut kesempatan
kami lempar
pandang
kami lempar
kembang
bila dara-dara
berjengukan
dari
jendela-jendela di sepanjang tepi jalan
lihat, di mata
mereka di bibir mereka
hidup memerah bermerkahan
Begitu kami isi
jarak sepanjang jalan
Antara rumah
tumpangan dan kesepian kuburan
1.
PEMBACAAN HEURISTIK
Dalam
pembacaan ini, karya sastra dibaca secara linier, sesuai dengan struktur bahasa
yang sebagai system tanda tingkat pertama. Untuk menjelaskan arti bahasa
bilamana perlu susunan kalimat dibalik seperti susunan bahasa secara normatif,
diberi tambahan kata sambung (dalam kurung), kata-kata dikembalikan ke dalam
bentuk morfologinya yang normatif. Bilamana perlu, kalimat karya sastra diberi
sisipan-sisipan kata dan sinonimnya, diletakkan dalam tanda kurung supaya
artinya menjadi jelas. Arti pembacaan sajak “Perarakan Jenazah” sebagai
berikut.
(Saat
itu) kami (sedang) mengiring jenazah hitam (yang ada di) depan kami (adalah) kereta
mati (yang) bergerak (dengan) pelan. (Kemudian ada) orang-orang tua berjalan
menunduk (dan) diam. (Mereka) di cekam hitam bayangan (kematian). Makam (tampak)
muram, awan (tampak) muram. (Mereka) menanti perarakan (jenazah ini) di ujung
jalan.
Tapi
kami (tetap) selalu berebut kesempatan. Kami (berebut untuk) lempar pandang. Kami
(berebut untuk) lempar kembang. (Lalu) bila dara-dara berjengukan (jenazah itu)
dari jendela-jendela (yang ada) di sepanjang tepi jalan (itu). Lihat (lah), di
mata mereka di bibir mereka (mengatakan bahwa) hidup memerah (seperti bunga
yang) bemerkahan. Begitu kami isi jarak (di) sepanjang jalan antara rumah
tumpangan dan kesepian kuburan.
2.
PEMBACAAN RETEROAKTIF ATAU HERMENEUTIK
Pembacaan
heuristik itu baru memperjelas arti kebahasaaannya, tetapi makna karya sastra
atau sajak itu belum tertangkap. Oleh karena itu, pembacaan heuristik dengan
pembacaan reteroaktif dan diberi tafsiran (dibaca secara hermeneutik) sesuai
dengan konvensi sastra sebagai berikut.
Judul
“Perarakan Jenazah” adalah prosesi yang sering dijumpai dalam kehidupan
manusia. Saat ada orang yang meninggal, banyak orang yang mengiring jenazahnya
untuk dikubur. Biasanya perarakan jenazah dilakukan dari rumah jenazah menuju
ke kuburan. Disebut perarakan karena banyak orang yang mengiringi jenazah
tersebut menuju ke kuburan atau makam yang akan menjadi tempat jenazah
selanjutnya.
Dalam
puisi tersebut diceritakan suatu pengiringan jenazah. Kata “jenazah hitam”
melambangkan bahwa seseorang yang telah mati itu pasti memiliki kesalahan
ketika hidupnya. Kata hitam dapat berarti hal yang jelek atau kesalahan dari
jenazah itu sendiri. Orang-orang berada di belakang “kereta mati” yang dapat
diartikan keranda yang berjalan menuju kuburan. Para pengiring mengikuti
keranda (tempat membawa orang mati). Orang-orang tua yang mengiringi jenazah
itu menunduk diam karena mengingat umur mereka. Saat melihat kematian, orang
yang berusia lanjut akan merasa bahwa ia juga akan mengalaminya dalam waktu
yang tak lama lagi. Kata “menunduk diam” menunjukkan bahwa banyak orang tua
yang merenungi kematiannya sendiri setelah melihat kematian orang lain.
Mereka
dicekam bayangan hitam yakni bayangan tentang kematian itu sendiri. Bayangan
tersebut hitam karena memiliki kesan menakutkan. Makam menantikan jenazah
sampai ke pemakaman. Ketika jenazah sampai ke pemakaman akan dikubur di makam
dan kata “awan muram” berarti saat itu suasana yang ada atau keadaan yang ada
adalah kesedihan dari semua yang mengetahui kematian itu. Makam menanti jenazah
ke pemakaman.
Orang-orang
yang mengiringi jenazah itu ke pemakaman sering berebut untuk melempar pandang
ke arah jenazah itu karena penasaran tentang suatu kematian. Orang yang
mengiringi itu selalu berebut untuk melihat jenazah yang diiringinya. Selain
itu orang-orang yang mengiringi juga berebut untuk melempar kembang. Biasanya
jenazah yang yang dikubur ditaburi dengan bunga. Saat jenazah dibawa ke
pemakaman dan melewati jalan yang panjang, banyak orang yang melihat. Kata
“dara-dara” pada puisi itu menunjukkan orang-orang yang masih muda. Saat
melihat kematian, orang yang masih muda tidak langsung merenungi hidupnya dan
mereka pun tidak membicarakan bagaimana kematian mereka. Hal tersebut diperjelas
dengan baris “hidup memerah bermerkahan”,
baris ini menjelaskan bahwa orang-orang yang masih muda biasanya tidak
memikirkan kematian. Kata “memerah
bermerkahan” berarti sesuatu yang baru akan dimulai atau sesuatu yang masih
panjang perjalannya. Oran yang masih muda diibaratkan hidupnya memerah
bermerkahan atau penuh dengan semangat. Saat melihat suatu kematian,
orang-orang muda menganggap bahwa hidupnya masih panjang dan harus memiliki
semangat untuk melaluinya.
Pada
bait terakhir menjelaskan pengiringan jenazah telah selesai karena jenazah
telah dikuburkan. Setelah jenazah dikuburkan, para pengiring meningalkan
jenazah itu. Setelah jenazah dikubur terdapat jarak antara ruumah yang dulu ia
tempati dengan pemakaman tempat ia dikubur.
3.
ANALISIS GAYA BAHASA
Untuk
dapat menangkap makna karya sastra secara keseluruhan, lebih dahulu harap
diterangkan gaya bahasa dalam wujud kalimat atau sintaksisnya, kemudian diikuti
analisis gaya kata, dan yang terakhir analisis gaya bunyi.
a.
Gaya kalimat
Sajak
memerlukan kepadatan dan ekspresivitas karena sajak itu hanya mengemukakan inti
masalah atau inti pengalaman. Oleh karena itu terjadi pemadatan, hanya yang
perlu-perlu saja dinyatakan, maka hubungan kalimat-kalimatnya implisit, hanya
tersirat saja. Hal ini tampak pada baris-baris atau kalimat-kalimat dalam
setiap bait. Jadi gaya kalimat demikian disebut gaya kalimat implisit. Dalam
puisi tersebut terdapat pemadatan kalimat sebagai berikut.
Perarakan
Jenazah
(Saat itu) kami (sedang) mengiring jenazah hitam
(yang ada di)
depan kami (adalah) kereta mati (yang) bergerak (dengan) pelan
(kemudian ada) orang-orang tua berjalan menunduk
(dan) diam
(mereka) di cekam hitam bayangan (kematian)
makam (tampak) muram awan (tampak) muram
(mereka) menanti perarakan (jenazah ini) di ujung
jalan.
tapi kami (tetap) selalu berebut kesempatan
kami (berebut untuk) lempar pandang
kami (berebut untuk) lempar kembang
(lalu) bila
dara-dara berjengukan (jenazah itu) dari jendela-jendela (yang ada) di
sepanjang tepi jalan (itu)
lihat (lah), di
mata mereka di bibir mereka (mengatakan bahwa)
hidup memerah
(seperti bunga yang) bemerkahan
Begitu kami isi jarak (di) sepanjang jalan
Antara rumah
tumpangan dan kesepian kuburan.
b.
Gaya kata
Terdapat
beberapa macam gaya kata dalam puisi yang berjudul Perarakan Jenazah karya Hartojo Andangdjaja. Gaya kata tersebut
sebagai berikut.
Personifikasi
Gaya
kata personifikasi terdapat pada baris “makam
muram awan muram”. Kata makam dan
awan merupakan benda mati. Sedangkan
kata muram adalah kata kerja yang sering dilakukan manusia. Muram sendiri
biasanya mengisyaratkan perasaan sedih, gundah ataupun gelisah. Selain itu
perasaan juga hanya dimiliki oleh makhluk hidup seperti manusia. Baris tersebut
merupakan personifikasi. Makam dan awan yang merupakan benda mati dianggap
seolah-olah hidup dan memiliki perasaan sehingga berwajah muram.
Personifikasi
adalah gaya kata atau gaya bahasa yang mengibaratkan benda mati dapat hidup dan
bertingkah seperti manusia. Jadi, baris tersebut merupakan personifikasi. Makam
dan awan merupakan benda mati yang dianggap dapat bertingkah seperti manusia.
Metafora
Gaya
kata metafora terdapat pada baris “Kami
mengiring jenazah hitam”. Metafora merupakan kiasan tidak langsung. Dalam
baris tersebut, kata jenazah hitam bukan
berarti jenazah yang berwarna hitam tapi mengandung makna tertentu yang lebih
luas. Kata jenazah hitam dapat
berarti jenazah yang memiliki kesalahan baik sedikit maupun banyak di kala
hidupnya dulu. Selain itu kata jenazah
hitam juga dapat berarti jenazah yang membawa kesedihan kepada semua yang
ditinggalkannya. Dari kedua arti tersebut masih banyak dicari artinya lagi
tergantung pada penafsiran pembaca. Jadi kata jenazah hitam pada baris tersebut merupakan gaya kata metafora
karena merupakan kiasan tidak langsung yang memiliki arti yang sangat luas.
Gaya
kata metafora yang kedua terdapat pada baris “hidup memerah bermerkahan”. Metafora merupakan kiasan tidak
langsung. Dalam baris tersebut bukan berarti hidup yang berwarna memerah dan
bermerkahan. Baris tersebut dapat berarti hidup yang masih banyak semangat dan
masih panjang usianya. Warna merah biasanya berarti suatu semangat dan
bermerkahan biasanya terjadi pada kuncup bunga yang mulai mekar. Ketika bunga
mulai bermerkahan, maka waktunya untuk layu masih lama. Hal tersebut memperjelas baris sebelumnya karena pada baris
sebelumnya penyair menceritakan kata dara-dara
yang dapat berarti orang-orang yang masih muda.
Dalam
baris tersebut dapat dilihat bahwa kata hidup
memerah bermerkahan mengiaskan tentang masa muda yang masih penuh dengan
semangat dan biasanya masih memiliki jalan yang panjang untuk hidup. Kata-kata
tersebut tidak berarti hidup yang berwarna memerah dan bermerkahan. Jadi, kata hidup memerah bermerkahan merupakan
metafora karena merujuk pada arti lain atau kiasan tidak langsung.
Metonomia
Metonomia
dalam bahasa Indonesia sering disebut kiasan pengganti nama. Bahasa ini
merupakan penggunaan sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang
sangat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut (Altenbernd,
1970: 21). Dalam puisi tersebut gaya kata metonomia terdapat pada baris depan kami kereta mati bergerak pelan. Kata
kereta mati pada baris di atas
merupakan kata yang digunakan untuk menggantikan nama benda lain. Kata kereta mati menggantikan nama untuk
keranda. Keranda adalah tempat usungan mayat atau jenazah yang bertutup (KBBI).
Penyair tidak menggunakan kata keranda tapi menggunakan kata kereta mati untuk menambah estetika
dalam puisi yang ia buat. Jadi kata kereta
mati pada baris di atas merupakan kiasan pengganti nama atau metonomia.
Sinekdoki pars pro toto
Sinekdoki adalah bahasa kiasan yang menyebutkan
suatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri
(Altenbernd, 1970: 22). Sinekdoki pars pro toto merupakan bahasa kiasan yang
menyatakan sebagian untuk keseluruhan.
Dalam puisi Perarakan
Jenazah karya Hartojo Andangdjaja gaya kata tersebut terdapat pada baris lihatlah, di mata mereka di bibir mereka. Mata
dan bibir merupakan bagian yang ada dalam tubuh manusia. Bagian yang disebutkan
itu mewakili keseluruhan manusia baik fisik maupun psikis. Mata dan bibir
mewakili keseluruhan tubuh manusia dan segala perasaan yang ada. Hal tersebut
diperjelas pada baris selanjutnya yang berbunyi hidup memerah bermerkahan, dari baris itu terlihat bahwa kata mata
dan bibir mewakili keseluruhan aspek kehidupan manusia baik fisik maupun
psikis. Jadi dalam baris tersebut terdapat sinekdoki pars pro toto yaitu pada
kata mata dan bibir.
c.
Gaya bunyi
Bunyi
berfungsi untuk mendukung atau memperkeras arti kata ataupun kalimat. Gaya
bunyi memperdalam makna kata dan kalimat. Dalam sajak ini tampak sebagai
berikut.
Bait 1
kami
mengiring jenazah hitam
Asonansi
pada baris di atas adalah huruf “i” dan “a” karena memiliki jumlah yang sama banyak
pada baris tersebut. Asonansi itu dapat dibuktikan dengan kata kami, mengiring, jenazah, hitam. Sedangkan
aliterasi yang ada pada baris di atas adalah huruf “m” dan “n” karena memiliki
jumlah yang sama banyak. Hal tersebut dibuktikan dengan kata kami, mengiring, jenazah, hitam.
depan
kami kereta mati bergerak pelan
Asonansi
pada baris di atas adalah huruf “e” dan “a” karena memiliki jumlah yang sama banyak
pada baris tersebut. Asonansi itu dapat dibuktikan dengan kata depan, kami, kereta, mati, bergerak, pelan. Sedangkan
aliterasi yang ada pada baris di atas adalah huruf “k” karena memiliki jumlah terbanyak. Hal
tersebut dibuktikan dengan kata kami,
kereta, bergerak.
orang-orang
tua berjalan menunduk diam
Asonansi
pada baris di atas adalah huruf “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris
tersebut. Asonansi itu dapat dibuktikan dengan kata orang-orang, tua, berjalan, diam. Sedangkan aliterasi yang ada pada
baris di atas adalah huruf “n” karena
memiliki jumlah terbanyak. Hal tersebut dibuktikan dengan kata orang-orang, berjalan, menunduk.
dicekam
hitam bayangan
Asonansi
pada baris di atas adalah huruf “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris
tersebut. Asonansi itu dapat dibuktikan dengan kata cekam, hitam, bayangan. Sedangkan aliterasi yang ada pada baris di
atas adalah huruf “m” dan “n” karena memiliki jumlah terbanyak dalam baris
tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan kata cekam, hitam, bayangan.
makam
muram awan muram
Asonansi
pada baris di atas adalah huruf “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris
tersebut. Asonansi itu dapat dibuktikan dengan kata makam, muram, awan, muram. Sedangkan aliterasi yang ada pada baris
di atas adalah huruf “m” karena memiliki jumlah terbanyak. Hal tersebut
dibuktikan dengan kata makam, muram,
muram.
menanti
perarakan di ujung jalan
Asonansi
pada baris di atas adalah huruf “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris
tersebut. Asonansi itu dapat dibuktikan dengan kata menanti, perarakan, jalan. Sedangkan aliterasi yang ada pada baris
di atas adalah huruf “n” karena memiliki jumlah terbanyak. Hal tersebut
dibuktikan dengan kata menanti,
perarakan, ujung, jalan.
Bait 2
tapi
kami selalu berebut kesempatan
Asonansi
pada baris di atas adalah huruf “i” dan “a” karena memiliki jumlah yang sama
pada baris tersebut. Asonansi itu dapat dibuktikan dengan kata kami, mengiring, jenazah, hitam. Sedangkan
aliterasi yang ada pada baris di atas adalah huruf “m” dan “n” karena memiliki
jumlah yang sama. Hal tersebut dibuktikan dengan kata kami, mengiring, jenazah, hitam.
kami
lempar pandang
Asonansi
pada baris di atas adalah huruf “a” karena memiliki terbanyak pada baris
tersebut. Asonansi itu dapat dibuktikan dengan kata kami, lempar, pandang. Sedangkan aliterasi yang ada pada baris di
atas adalah huruf “m”, “n” dan “p” karena memiliki jumlah yang sama. Hal
tersebut dibuktikan dengan kata kami,
lempar, pandang.
kami
lempar kembang
Asonansi
pada baris di atas adalah huruf “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris
tersebut. Asonansi itu dapat dibuktikan dengan kata kami, lempar, kembang. Sedangkan aliterasi yang ada pada baris di
atas adalah huruf “m” karena memiliki jumlah terbanyak. Hal tersebut dibuktikan
dengan kata kami lempar kembang.
bila
dara-dara berjengukan
Asonansi
pada baris di atas adalah huruf “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris
tersebut. Asonansi itu dapat dibuktikan dengan kata bila, dara-dara, berjengukan. Sedangkan aliterasi yang ada pada
baris di atas adalah huruf “r” karena memiliki jumlah terbanyak. Hal tersebut
dibuktikan dengan kata dara-dara, berjengukan.
dari
jendela-jendela di sepanjang tepi jalan
Asonansi
pada baris di atas adalah huruf “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris
tersebut. Asonansi itu dapat dibuktikan dengan kata dari, jendela-jendela, sepanjang, jalan. Sedangkan aliterasi yang
ada pada baris di atas adalah huruf “n” karena memiliki jumlah terbanyak. Hal
tersebut dibuktikan dengan kata jendela-jendela,
sepanjang, jalan.
lihat,
di mata mereka di bibir mereka
Asonansi
pada baris di atas adalah huruf “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris
tersebut. Asonansi itu dapat dibuktikan dengan kata lihat, mata, mereka. Sedangkan aliterasi yang ada pada baris di
atas adalah huruf “m” karena memiliki jumlah terbanyak. Hal tersebut dibuktikan
dengan kata mata, mereka.
hidup
memerah bemerkahan
Asonansi
pada baris di atas adalah huruf “e” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris
tersebut. Asonansi itu dapat dibuktikan dengan kata memerah, bermerkahan. Sedangkan aliterasi yang ada pada baris di
atas adalah huruf “m” dan “h” karena memiliki jumlah yang sama. Hal tersebut
dibuktikan dengan kata hidup, memerah,
bermerkahan.
Bait 3
Begitu
kami isi jarak sepanjang jalan
Asonansi
pada baris di atas adalah huruf “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris
tersebut. Asonansi itu dapat dibuktikan dengan kata kami, jarak, sepanjang, jalan. Sedangkan aliterasi yang ada pada
baris di atas adalah huruf “j” karena memiliki jumlah terbanyak. Hal tersebut
dibuktikan dengan kata jarak, sepanjang,
jalan.
Antara rumah
tumpangan dan kesepian kuburan
Asonansi
pada baris di atas adalah huruf “a” karena memiliki jumlah terbanyak pada baris
tersebut. Asonansi itu dapat dibuktikan dengan kata antara, rumah, tumpangan, dan, kesepian, kuburan. Sedangkan aliterasi
yang ada pada baris di atas adalah huruf “n” karena memiliki jumlah terbanyak.
Hal tersebut dibuktikan dengan kata antara,
tumpangan, dan, kesepian, kuburan.
Dari
analisis di atas dapat diketahui bahwa asonansi terbanyak yang ada pada puisi
tersebut adalah vokal “a”. Sedangkan aliterasi yang terbanyak pada puisi
tersebut adalah konsonan “n”.
d.
Pengimajian
Pengimajian
yang terdapat pada puisi yang berjudul Perarakan
Jenazah karya Hartojo Andangdjaja sebagai berikut.
Imaji Visual
Kami menggiring jenazah hitam
Dari
baris di atas penyair membuat pembaca seolah-olah melihat jenazah yang berwarna
hitam. Hitam menunjukkan suatu warna. Warna hanya dapat diketahui melalui
indera pengelihatan. Warna tidak dapat didengar ataupun dirasakan. Jadi baris
di atas merupakan imaji visual karena membuat pembaca seolah-olah melihat warna
hitam pada jenazah yang diiring itu.
Makam muram awan muram
Dari
baris di atas, pembaca dibuat seolah-olah melihat makam yang muram dan awan
yang muram. Penyair mengajak pembaca untuk membayangkan makam yang muram dan
awan yang muram. Kata muram sendiri
menunjukkan suatu perilaku yang hanya bisa diketahui melalui indera
pengelihatan. Muram tidak bisa didengar maupun dirasakan tapi bisa dilihat.
Jadi kata muram pada baris di atas
memberikan imaji visual kepada pembaca karena membuat pembaca seolah-olah
melihat makam yang muram dan awan yang muram.
Bila dara-dara berjengukan
Dari
jendela-jendela di sepanjang tepi jalan
Dari
dua baris di atas, membuat pembaca seolah-olah melihat dara-dara yang
berjengukan dari jendela-jendela di sepanjang tepi jalan. Kata dara biasanya diartikan perempuan yang
belum menikah atau masih gadis. Dara, jendela, tepi jalan merupakan benda-benda
yang dapat dilihat oleh mata atau indera pengelihatan. Jadi kata-kata tersebut
merupakan imaji visual.
Imaji Auditif
Orang-orang tua berjalan menunduk diam
Dalam
baris di atas terdapat imaji auditif. Kata diam
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan manusia. Dari kata diam tersebut, pembaca dibuat
seolah-olah tidak mendengarkan apapun. Diam dapat berarti tidak mengeluarkan
suara apapun. Saat diam, maka indera pendengaran pun tidak mendengarkan suara.
Jadi dari baris di atas merupakan imaji visual karena pembaca dibuat
seolah-olah tidak mendengarkan apapun.
Imaji Taktil
Dicekam hitam bayangan
Dalam
baris di atas terdapat imaji taktil atau perasaan. Kata dicekam membuat pembaca seolah-olah merasakan tertekan dan ngeri oleh hal-hal yang menakutkan,
mencemaskan, dsb. Dalam baris itu penyair melibatkan perasaan pembaca untuk
ikut merasakan puisi itu. Jadi kata dicekam
merupakan imaji taktil karena membuat pembaca seolah-olah meraskan suatu
perasaan yang disebutkan di atas.
Antara rumah tumpangan dan kesepian kuburan
Dalam
baris di atas, kata kesepian membuat
pembaca seolah-olah merasakan sepi. Kata tersebut merupakan imaji taktil atau
perasaan karena melibatkan perasaan pembaca untuk ikut merasakan sepi. Jadi
dalam baris di atas terdapat imaji taktil yang membuat pembaca
ikut merasakan suatu perasaan yakni perasaan sepi.
D.
SIMPULAN
Pada analisis puisi
yang berjudul Perarakan Jenazah karya
Hartojo Andangdjaja dilakukan pembacaan heuristik, pembacaan hermeunik dan
analisis gaya bahasa. Dalam analisis gaya bahasa dilakukan analisis pada gaya
kalimat, gaya kata, gaya bunyi dan pengimajian. Setelah dilakukan analisis
tersebut maka dapat disimpulkan memperoleh hasil yakni makna puisi Perarakan Jenazah yang berisi tentang
cerita suatu kematian melalui pembacaan heuristik. dan pembacaan reteroaktif
atau hermeunik. Analisis gaya bahasanya meliputi: gaya kalimat terdapat pemadatan
kalimat di setiap barisnya; gaya kata ditemukan personifiasi, metafora,
metonomia dan sinekdoki pars pro toto; gaya kata ditemukan asonansi dan
aliterasi pada setiap barisnya dan pengimajian ditemukan imaji visual, imaji
auditif dan imaji taktil.
E.
DAFTAR
PUSTAKA
Pradopo, Rahmat Djoko. 2010. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: UGM Press
Waluyo, Herman J. 2010.
Pengkajian dan Apresiasi Puisi. Salatiga:
Widya Sari Press Salatiga
alhamdulillah ada referensi makalah ini ,kebetulan aku ada tugas kajian puisi tentang heuristik dan hermenitik.makasi ya mba kartikasari
ReplyDelete