ANALISIS STRUKTURAL PADA PUISI SAAT HUJAN DATANG KARYA
BUDHI WIRYAWAN
Kartikasari F.
Surel: ksari8015@gmail.com
ABSTRAK
Analisis
struktural yang dilakukan pada puisi berjudul Saat Hujan Datang karya Budhi Wiryawan yang diambil dari Koran Kedualatan Rakyat Minggu, 16 April 2014
diperoleh hasil analisis tentang struktur fisik dan struktur batin. Striktur
fisik puisi tersebut memiliki diksi yang terdiri dari kata-kata religi dan
seni; terdapat imaji visual, imaji auditif dan imaji taktil; ditemukan kata
konkret; ditemukan bahasa figuratif (personifikasi dan perbandingan/simile);
ditemukan pengulangan kata (rima) pada semua baitnya dan menggunakan tata
wajah/tipografi konvensional. Sedangkan struktur batin puisi tersebut bertema
ketuhanan; perasaan penyair yang diikutkan dalam puisi tersebut adalah perasaan
kagum; nada yang ada antara lain menggurui, menasehati dan religi; suasana
ditimbulkan adalah khusuk, kagum, dan bersemangat; amanat yang disampaikan
penyair antara lain mensyukuri karunia yang telah Tuhan berikan kepada kita,
menyadari bahwa semua yang ada di dunia ini adalah milik Tuhan, dan menyadari
bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah kehendak Tuhan.
Kata kunci:
struktur fisik, struktur batin, puisi,
Saat Hujan Datang
A.
LATAR BELAKANG
Karya sastra memuat suatu pelajaran hidup yang
tersirat di dalamnya. Dalam memahami suatu karya sastra dalam hal ini puisi,
peneliti harus menggunakan suatu pendekatan agar mudah untuk menganalisis
maksud atau makna dari karya sastra tersebut. Dalam puisi, medium yang
digunakan untuk menyampaikan maksud penyair adalah bahasa. Bahasa puisi
bersifat khas, lain dengan prosa ataupun drama. Semua yang ada dalam puisi
seperti diksi, kata konkret, bahkan tipografi menggandung makna. Karya sastra
yang berupa puisi dapat dianalisis salah satunya menggunakan pendekatan
struktural. Dalam pendekatan struktural akan dibahas tentang struktur fisik dan
struktur batin pada puisi sehingga peneliti dapat memahami dengan baik suatu
puisi setelah menganalisisnya.
B.
LANDASAN TEORI
Analisis struktural pada puisi terdiri dari analisis
struktur fisik dan struktur batin yang ada dalam puisi tersebut. Struktur fisik
yang ada dalam puisi antara lain:
Diksi (Pemilihan kata)
Penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata sebab
kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyinya dalam
rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan
kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. Oleh sebab itu di samping memilih
kata-kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan
atau daya magis dari kata-kata tersebut. Dalam diksi dibahas tiga hal yakni
perbendaharaan kata, urutan kata dan daya sugesti kata.
Dalam perbendaharaan kata, penyair memiliki ciri
khas tersendiri. Dalam memilih kata-kata, di samping penyair memilih
berdasarkan makna yang akan disampaikan dan tingkat perasaan serta suasana
batinnya, juga dilatarbelakangi oleh faktor sosial budaya penyair. Kata-kata
yang digunakan penyair akan menimbulkan makna yang diinginkan penyair. Kata-kata
dalam kehidupan sehari-hari diberi makna baru oleh penyair, sebaliknya
kata-kata yang tidak bermakna diberi makna oleh penyair. Kadang ada pula
penyair yang memakai bahasa ibu atau kata-kata dari bahasa kuno atau pun
kata-kata dari bahasa asing.
Urutan kata dalam puisi bersifat beku artinya urutan
itu tidak dapat dipindah-pindahkan tempatnya meskipun maknanya tidak berubah
setelah perpindahan itu. Cara menyusun kata-kata dari penyair bersifat khas
karena penyair yang satu berbeda caranya dari penyair lain. Dapat pula
dinyatakan bahwa ada perbedaan teknik menyusun urutan kata, baik urutan tiap
baris maupun urutan dalam satu bait puisi.
Daya sugesti kata dimiliki oleh setiap puisi. Dalam
memilih kata-kata, penyair mempertimbangkan daya sugesti kata-kata itu. Sugesti
itu dipandang oleh makna kata-kata yang dipandang sangat tepan untuk mewakili
perasaan penyair. Karena ketepatan pilihan dan penempatannya, maka kata-kata
itu seolah-olah memancarkan daya gaib yang mampu memberikan sugesti kepada
pembaca untuk ikut sedih, terharu, bersemangat, marah dan sebagainya.
Pengimajian
Ada hubungan erat antara diksi, pengimajian, dan
kata konkret. Diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian dank arena itu
kata-kata menjadi lebih konkret dan kita hayati melalui penglihatan,
pendengaran atau cita rasa. Baris-baris puisi seolah mengandung gema suara
(imaji auditif), benda yang mampak (imaji visual), atau sesuatu yang dapat kita
rasakan, raba atau sentuh (imaji taktil).
Ungkapan penyair dijelmakan ke dalam gambaran kata
konkret yang mirip gambar atau musik atau cita rasa tertentu. Jika penyair
menginginkan imaji pendengaran (auditif), maka jika menghayati puisi
seolah-olah menghayati sesuatu; jika penyair melukiskan imajinasi penglihatan
(visual), maka puisi itu seolah-olah melukiskan sesuatu yang bergerak-gerak;
jika imaji taktil yang ingin digambarkan, maka pembaca seolah-olah merasakan
sentuhan.
Kata Konkret
Kata-kata konkret adalah bahwa kata-kata itu dapat
menyarankan pada arti yang menyeluruh. Seperti halnya pengimajian, kata yang
diperkonkret ini juga erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang.
Jika penyair mahir mengkonkretkan kata-kata yang, maka pembaca seolah-olah
melihat apayang dilukiskan penyair. Dengan demikian pembaca terlibat penuh
secara batin ke dalam puisinya.
Bahasa Figuratif
Penyair menggunakan bahasa yang bersusun-susun atau
berpigura sehingga disebut bahasa figuratif. Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Bahasa
figuratif adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan
cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Kata
atau bahasanya bermakna kias atau bermakna lambang.
Bahasa figuratif dipandang lebih efektif untuk apa
yang dimaksudkan penyair karena (1) bahasa figuratif mampu menimbulkan
kesenangan imajinatif, (2) bahasa figuratif adalah cara untuk menghasilkan
imaji tambahan dalam puisi, sehingga yang abstrak menjadi konkret menjadikan
puisi lebih nikmat dibaca, (3) bahasa figuratif adalah cara menambah intensitas
penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair, (4) bahasa figuratif
adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara
menyampaikan sesuatu yang yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat.
Bahasa figuratif misalnya metafora (kiasan langsung), perbandingan (kiasan
tidak langsung), personifikasi, hiperbola, euphemisme, sinekdoce dan ironi.
Versifikasi
Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritma. Rima
adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Digunakan kata rima untuk menggantikan
istilah persajakan pada sistem lama karena diharapkan penempatan bunyi dan
pengulangan kata tidak hanya pada akhir setiap baris, namun juga untuk keseluruhan
bait dan baris. Dalam ritma pemotongan baris menjadi frasa yang berulang-ulang,
merupakan unsur yang memperindah puisi itu.
Tata Wajah (Tipografi)
Tipografi merupakan pembeda yang penting antara
puisi dan prosa dan drama. Larik-larik puisi membangun periodesited yang
disebut paragraf. Namun membentuk bait. Baris puisi tidak bermula dari tepi
kiri dan berkahir di tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan dari bait yang
memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan, hal mana yang tidak berlaku bagi
tulisan yang berbentuk prosa. Ciri demikian menunjukkan eksistensi puisi.
Baris-baris prosa dapat saja disusun seperti
tipografi puisi. Namun makna prosa kemudian itu akan menjadi lebih kaya, jika
prosa itu ditafsirkan sebagai puisi. Cara sebuah teks ditulis sebagai
larik-larik yang khas menciptakan makna tambahan. Makna kontemporer dalam
puisi-puisi seperti karya Sutardji Calzoum Bachri, tipografi dipandang begitu
penting sehingga menggeser makna kata-kata.
Kemudian untuk struktur batin dalam puisi terdiri
dari beberapa bahasan berikut ini:
Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau subject-master
yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu
kuat untuk mendesak dalam jiwa penyair sehingga, menjadi landasan utama
pengucapannya. Jika desakan yang kuat berupa hubungan penyair dengan Tuhan,
maka puisinya bertema ketuhanan; jika desakan yang kuat berupa belas kasih atau
kemanusiaan, maka puisinya bertema kemanusiaan. Jika yang kuat adalah dorongan
untuk memprotes ketidakadilan, maka puisinya bertema protes atau kritik sosial.
Perasaan (Feeling)
Suasana perasaan penyair yang ikut diekspresikan dan
harus dapat dihayati oleh pembaca. Untuk mengungkapkan tema yang sama penyair
satu dengan penyair yang lain menggunakan perasaan yang berbeda, sehingga hasil
puisi yang diciptakan berbeda pula.
Nada dan Suasana
Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap
tertentu terhadap pembaca apakah dia ingin bersikap menggurui, menasehati,
mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada
pembaca. Jika nada merupakan sikap penyair maka suasana adalah keadaan jiwa
pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi
terhadap pembaca.
Jika kita bicara tentang sikap penyair, maka kita
bicara tentang nada; jika kita berbicara tentang suasana jiwa pembaca yang
timbul setelah membaca puisi, maka kita berbicara tentang suasana. Nada dan
suasana puisi saling berhubungan karena nada puisi menimbulkan suasana iba hati
pembaca. Nada kritik yang diberikan penyair dapat menimbulkan suasana penuh
pemberotakan bagi pembaca. Nada religius dapat memberikan suasana khusuk.
Begitu seterusnya.
Amanat (Pesan)
Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat
ditelaah setelah kita memahami tema, rasa, dan nada puisi itu. Tujuan/amanat
merupakan al yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat
di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang
diungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan penyair secara sadar berada dalam
pikiran penyair, namun lebih banyak penyair yang tidak sadar akan amanat yang
diberikan.
Banyak penyair yang tidak menyadari amanat puisi
yang ditulisnya. Mereka yang berada dalam situasi demikian biasanya merasa
bahwa menulis puisi merupakan suatu kebutuhan untuk berekpresi atau kebutuhan
untuk berkomunikasi atau kebutuhan untuk aktualisasi diri. Tema berbeda dengan
amanat. Tema berhubungan dengan arti sedangkan tema berhubungan dengan makna.
C.
PEMBAHASAN
Analisis struktural dilakukan pada puisi Saat Hujan Datang karya Budhi Wiryawan
yang dikutip dari koran Kedaulatan Rakyat
hari Minggu, 16 April 2014 berikut ini:
SAAT HUJAN
DATANG
Karya Budhi
Wiryawan
Wajah malam ini, lebih menyerupai panggung orkestra
saat band pengiring lewat muncullah bintang yang
ditunggu
wow, cantiknya! suara seperti buluh perindu, datang
dengan
birama, dengan ambitus yang demikian dahsyat
Ia lewat tanpa vooriderjs guntur atau petir, ia
datang ya datang
tebaran rintiknya bergradasi dari pelan, naik, lalu
deras
di saat melenggang di atas rumah, ia halau debu dari
genteng ke genteng
saat jatuh di atas pucuk-pucuk daun, ia belai
ia usap demikian
lembutnya, debu yang menempel
Tratap aku melihatnya, lalu lega dengan seluruh rasa
seluruh yang dipunya Tuhan adalah instrumen
yang bisa membalik dan mengaduk-aduk emosi
Terima kasih, Tuhan
hujanmu adalah hujan yang mahal
1.
Struktur Fisik
Struktur fisik dari
puisi Saat Hujan Datang karya Budhi
Wiryawan di atas terdiri dari:
Diksi (Pemilihan Kata)
Penyair sangat cermat memilih kata-kata sebab yang
ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyinya dalam rima dan
irama, kedudukan kata dalam keseluruhan puisi. Analisis diksi dapat dilakukan
sebagai berikut:
a.
Perbendaharaan
Kata
Perbendaharaan kata merupakan kekuatan penyair untuk
mengekspresikan makna dalam setiap karyanya. Dalam puisi Saat Hujan Datang karya Budhi Wiryawan menggunakan perbendaraan
kata untuk menceritakan rasa syukurnya kepada Tuhan menggunakan kata-kata yang
berhubungan dengan seni. Penyair berusaha menghubungkan rasa syukurnya kepada
Tuhan menggunakan kata-kata yang berasal dari seni baik seni musik maupun seni
rupa. Hal tersebut dapat dilihat dari kata-kata berikut ini: panggung, orkestra, band pengiring, bintang,
birama, ambitus, vooriderjs, bergradasi, melenggang, instrumen, terima kasih,
Tuhan.
b.
Urutan Kata
Urutan kata dalam puisi bersifat beku artinya urutan
kata itu tidak bisa dipindah-pindah tempatnya meskipun maknanya tidak akan
berubah oleh perpindahan tempat itu. Pada puisi di atas urutan kata tiap
barisnya sesuai dengan keinginan penyair. Dalam setiap barisnya sering kali
dijumpai bahwa kalimat tersebut belum selesai dan penyair melanjutkannya pada
baris berikutnya lalu kalimat selanjutnya juga langsung pada baris tersebut.
Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut ini:
di saat melenggang di atas rumah,
ia halau debu dari
genteng ke genteng
saat jatuh di atas pucuk-pucuk
daun, ia belai
ia usap demikian
lembutnya, debu
yang menempel
Sususan
kata-kata di atas tidak dapat diubah walaupun perubahannya tidak akan merubah
makna. Penyair telah memperhitungkan secara matang sususan kata-kata itu. Jika
dirubah urutannya maka daya magis dari kata-kata tersebut akan hilang.
Keharmonisan antar bunyi yang terdapat di dalamnya juga akan terganggu karena
susunan kata tersebut menimbulkan efek psikologis. Jika kalimat pada
baris-baris tersebut diubah menjadi seperti di bawah ini maka makna yang
diinginkan penyair menjadi berkurang.
di saat melenggang di atas rumah,
ia halau debu darigenteng ke genteng
saat jatuh di atas pucuk-pucuk
daun, ia belai
ia usap demikian lembutnya, debu
yang menempel
Jadi urutan kata-kata dalam puisi tidak dapat
diubah-ubah meskipun perubahan tersebut tidak merubah makna.
c.
Daya Sugesti
Kata
Daya sugesti kata dalam puisi merupakan kata-kata
yang dapat mendorong pembaca untuk melakukan sesuatu atau merasakan sesuatu
setelah membaca puisi tersebut. Daya sugesti kata dapat dilihat dari kutipan
berikut:
Tratap aku melihatnya, lalu lega
dengan seluruh rasa
seluruh yang dipunya Tuhan adalah
instrumen
yang bisa
membalik dan mengaduk-aduk emosi
Kata-kata dalam baris-baris di atas dapat memberikan
sugesti pada pembaca agar menyadari semua yang ada di dunia ini adalah milik
Tuhan dan Tuhan yang mengatur semuanya. Semua yang digunakan manusia untuk
segala urusannya di dunia ini adalah milik Tuhan. Manusia berhak menggunakannya
namun harus menjaganya sebagai titipan yang akan dipertanggungjawabkan
nantinya. Selain itu daya sugesti kata-kata juga dapat dilihat dari kutipan
berikut ini:
Terima
kasih, Tuhan
hujanmu adalah
hujan yang mahal
Kata-kata di atas akan memberikan sugesti kepada
pembaca untuk bersyukur atas karunia Tuhan yang telah diberikan. Apapun yang
diberikan Tuhan di dunia ini kita tidak harus membayarnya padahal kita sendiri
tidak bisa membuatnya seperti hujan. Hujan yang turun di bumi ini tidak dapat
kita buat namun manfaatnya dapat kita rasakan dan banyaknya air yang turun
tidak bisa terhitung.
Pengimajian
Pengimajian dalam puisi Saat Hujan Datang karya Budhi Wiryawan adalah sebagai berikut:
a.
Imaji Visual
Imaji visual dalam puisi
di atas dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
saat
band pengiring lewat muncullah bintang yang ditunggu
wow, cantiknya! suara seperti buluh perindu, datang
dengan
birama, dengan ambitus yang demikian dahsyat (bait 1)
Ia lewat tanpa vooriderjs guntur atau petir, ia
datang ya datang (bait 2)
Kata-kata di atas
membuat pemvaca seolah-olah melihat suatu kejadian band pengiring yang lewat
bersama dengan seorang bintangnya yang cantik. Kata “cantik” dalam puisi tersebut dapat dilihat dengan indera
pengelihatan. Sedangkan kata lewat,
datang menunjukkan suatu kegiatan yang dapat dilihat oleh mata sehingga
termasuk baris-baris di atas menimbulkan imaji visual. Selain itu, imaji visual
juga dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
di saat melenggang di atas rumah, ia
halau debu dari
genteng ke genteng
saat jatuh di atas pucuk-pucuk
daun, ia belai
ia usap demikian
lembutnya, debu yang menempel
Dari kata-kata di atas pembaca dibuat seolah-olah
melihat kejadian air hujan yang turun dari langit menyapu genteng kemudian jatuh
di pucuk-pucuk daun dan menghilangkan debu-debu yang ada.
b.
Imaji Auditif
Imaji auditif pada
puisi di atas dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
wow, cantiknya! suara seperti buluh perindu, datang
dengan
birama, dengan ambitus yang demikian dahsyat
Kata “suara
seperti buluh perindu” di atas akan membuat pembaca seolah-olah
mendengarkan suara yang sangat merdu. Oleh karena itu kutipan di atas termasuk
imaji auditif. Imaji auditif juga dapat ditemukan pada kutipan di bawah ini:
tebaran
rintiknya bergradasi dari pelan, naik, lalu deras
Kata “pelan,
naik, lalu deras” membuat pembaca seolah-olah mendengarkan suara hujan dari
mulai gerimis hingga hujan itu bertambah deras dan semakin deras. Dalam hal ini
indera yang bekerja adalah telinga sehingga kutipan tersebut dapat memberikan
imaji auditif.
c.
Imaji Taktil
Imaji taktil dalam
puisi di atas adalah sebagai berikut:
Tratap aku melihatnya, lalu lega
dengan seluruh rasa
seluruh yang dipunya Tuhan adalah
instrumen
yang bisa membalik dan mengaduk-aduk emosi
Kata tratap,
lega, emosi membuat kita seolah-olah merasakan panik, lega dan emosi. Oleh
karena itu kutipan di atas termasuk imaji taktil karena penyair seolah-olah
hendak membuat pembaca merasakan suatu perasaan.
Kata Konkret
Kata-kata konkret adalah bahwa kata-kata itu dapat
menyarankan pada arti yang menyeluruh. Seperti halnya pengimajian, kata yang
diperkonkret ini juga erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang.
Jika penyair mahir mengkonkretkan kata-kata yang, maka pembaca seolah-olah
melihat apayang dilukiskan penyair. Kata-kata kokret dalam puisi di atas dapat
dilihat pada kutipan berikut ini:
Terima kasih, Tuhan
hujanmu adalah hujan yang mahal
Kata-kata dalam kutipaan di atas dapat menyarankan
pembaca kepada arti yang menyeluruh yakni maksud penyair menulis puisi itu agar
pembaca bersyukur dan menyadari apapun karunia Tuhan di dunia ini mahal. Apapun
yang ada di dunia ini kita tidak dapat membayarnya. Misalnya saja hujan,
seberapa banyak air yang turun dari langit tidak akan dapat kita bayar.
Bahasa Figuratif (Majas)
Dalam puisi di atas terdapat beberapa bentuk bahasa
figuratif (majas). Majas yang ada dalam puisi tersebut antara lain adalah
personifikasi. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
Wajah
malam ini, lebih menyerupai panggung orchestra (bait 1)
Ia
lewat tanpa vooriderjs guntur atau petir, ia datang ya
datang (bait 2)
saat jatuh di atas pucuk-pucuk daun, ia belai
ia usap demikian
lembutnya, debu yang menempel (bait
3)
Kata-kata yang ditebalkan pada kutipan di atas
menunjukkan majas personifikasi karena hujan yang merupakan benda mati
diibaratkan seperti manusia yang memiliki wajah, dapat berjalan, dapat
membelai, dan dapat mengusap sesuatu. Selain itu juga ditemukan majas
perbandingan (simile) pada kutipan berikut ini:
wow, cantiknya! suara seperti buluh perindu, datang dengan
birama, dengan ambitus yang
demikian dahsyat
Kata seperti pada
kutipan di atas menunjukkan bahwa pengarang menggunakan kiasan yang tidak
langsung yang sering disebut perbandingan atau simile. Majas perbandingan
biasanya menggunakan kata seperti, bak, laksana, bagaikan, dll.
Versifikasi
a.
Rima
Rima merupakan pengulangan bunyi dalam puisi untuk
membentuk musikalitas atau orkestrasi. Dalam puisi Saat Hujan Datang karya Budhi Wiryawan tidak memiliki pengulangan
bunyi di akhir setiap baris yang biasanya membentuk pola saja aa aa atau ab ab
ataupun aa bb. Namun dalam puisi tersebut terdapat beberapa pengulangan
ungkapan atau kata. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:

|
wow, cantiknya! suara seperti buluh perindu, datang dengan
birama, dengan ambitus yang demikian dahsyat
Ia lewat
tanpa vooriderjs guntur atau petir, ia datang
ya datang
tebaran rintiknya bergradasi dari pelan, naik, lalu
deras

|
saat jatuh di atas pucuk-pucuk daun, ia belai
ia usap demikian
lembutnya, debu
yang menempel

|
yang bisa membalik dan mengaduk-aduk emosi
Terima kasih, Tuhan
hujanmu adalah hujan yang mahal
b.
Ritma
Ritma dari puisi di
atas dapat sebagai berikut:
Wajah malam ini,/ lebih menyerupai panggung orkestra
saat band pengiring lewat/ muncullah bintang yang
ditunggu
wow, cantiknya! /suara seperti buluh perindu,/
datang dengan
birama,/ dengan ambitus yang demikian dahsyat
Ia lewat tanpa vooriderjs guntur atau petir,/ ia
datang ya datang
tebaran rintiknya bergradasi dari pelan,/ naik, lalu
deras
di saat melenggang di atas rumah,/ ia halau debu
dari
genteng /ke genteng
saat jatuh di atas pucuk-pucuk daun,/ ia belai
ia usap /demikian
lembutnya, /debu yang menempel
Tratap aku melihatnya,/ lalu lega dengan seluruh
rasa
seluruh yang dipunya Tuhan/ adalah instrumen
yang bisa membalik/ dan mengaduk-aduk emosi
Terima kasih,/ Tuhan
hujanmu /adalah hujan yang mahal
Tatawajah (Tipografi)
Tipografi yang digunakan pada puisi Saat Hujan Datang karya Budhi Wiryawan
di atas merupakan tipografi konvensional. Tipografi tersebut tidak menggunakan
bentuk yang rumit dalam penulisannya. Setiap permulaan baris dimulai dari sisi
kiri yang tersusun lurus dari awal sampai akhir puisi.
2.
Struktur Batin
Analisis struktur batin pada puisi Saat Hujan Datang karya Budhi Wiryawan
terdiri dari:
Tema
Tema dari puisi Saat
Hujan Datang karya Budhi Wiryawan tersebut adalah ketuhanan. Puisi tersebut
menunjukkan pengalaman religi penyair. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan
berikut ini:
Tratap
aku melihatnya, lalu lega dengan seluruh rasa
seluruh yang dipunya Tuhan adalah instrumen
yang bisa membalik dan mengaduk-aduk emosi
Terima kasih, Tuhan
hujanmu adalah
hujan yang mahal
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa penyair
menunjukkan pengalaman religinya saat melihat hujan. Penyair merasa tratap yang
kemudian lega. Setelah itu penyair menyadari seluruh instrumen yang ada di
dunia ini adalah milik Tuhan. Penyair berterima kasih kepada Tuhan yang telah
memberikan kemurahannya kepada manusia. Kemurahan yang Tuhan berikan tidak akan
dapat dibayar manusia.
Perasaan
Suasana perasaan penyair yang ikut diekspresikan
dalam puisi tersebut adalah perasaan kagum. Penyair kagum dengan akan proses
turunnya hujan yang dirasakannya sangat dahsyat. Penulis melambangkan hujan
yang datang tersebut dengan band pengiring bersama bintangnya yang lewat
kemudian menyapu genteng, membelai dan mengusap dedaunan yang ada. Penulis
kagum dengan dengan banyaknya rintik hujan yang turun karena ia tak mungkin menghitungnya.
Diakhir puisinya penyair mengucapkan terima kasih atas hujan yang mahal
tadi.
Nada dan Suasana
Sikap penyair kepada pembaca disebut nada puisi.
Nada puisi di Saat Hujan Datang karya
Budhi Wiryawan adalah bernada menggurui dan menasehati. Penyair bernada
menggurui dan bernada religi karena pada puisi tersebut penyair memberi
pelajaran pada pembaca akan kehebatan Tuhan. Penyair menunjukkan saat hujan
datang hingga hujan tersebut memberikan manfaat kepada kita. Kemudian nada
penyair dalam puisi tersebut juga menasehati karena di akhir puisi tersebut
penyair memberikan contoh untuk berterima kasih kepada Tuhan atas hujan yang
Dia berikan.
Suasana pembaca yang hadir setelah menghayati puisi
di atas adalah khusuk, kagum dan semangat. Pembaca akan khusuk menyadari
perbuatannya selama ini dan kagum dengan kemurahan Tuhan yang memberikan hujan
yang bermanfaat tanpa kita bisa membayarnya. Pembaca akan terbawa pada rasa
kagum saat benar-benar menghayati baik I dan bait 2 saat penyair menceritakan
saat datangnya hujan yang begitu dahsyat. Pada akhir bait 3 pembaca kembali
dibuat kagum dengan kata Terima kasih
Tuhan/ hujanmu adalah hujan yang mahal/. Kata-kata tersebut akan menambah
rasa kagum pembaca. Kemudian setelah menghayati lebih dalam pembaca akan merasa
semangat dalam menjalani hidupnya karena ada Tuhan di sisinya yang selalu
memberikan segala kemurahan untuk kemudahan dalam kehidupannya.
Amanat
Amanat yang hendak disampaikan penyair dapat
ditelaah setelah kita memahami tema, rasa dan nada puisi Saat Hujan Datang karya Budhi Wiryawan. Amanat atau pesan yang
dapat kita ambil dari puisi tersebut adalah mensyukuri karunia yang telah Tuhan
berikan kepada kita, menyadari bahwa semua yang ada di dunia ini adalah milik
Tuhan, dan menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah
kehendak Tuhan.
D.
SIMPULAN
Analisis struktural yang dilakukan pada puisi
berjudul Saat Hujan Datang karya
Budhi Wiryawan yang diambil dari Koran Kedualatan
Rakyat Minggu, 16 April 2014 diperoleh hasil analisis tentang struktur
fisik dan struktur batin. Striktur fisik puisi tersebut memiliki diksi yang
terdiri dari kata-kata religi dan seni; terdapat imaji visual, imaji auditif
dan imaji taktil; ditemukan kata konkret; ditemukan bahasa figuratif
(personifikasi dan perbandingan/simile); ditemukan pengulangan kata (rima) pada
semua baitnya dan menggunakan tata wajah/tipografi konvensional.
Sedangkan struktur batin puisi tersebut bertema
ketuhanan; perasaan penyair yang diikutkan dalam puisi tersebut adalah perasaan
kagum; nada yang ada antara lain menggurui, menasehati dan religi; suasana
ditimbulkan adalah khusuk, kagum, dan bersemangat; amanat yang disampaikan
penyair antara lain mensyukuri karunia yang telah Tuhan berikan kepada kita,
menyadari bahwa semua yang ada di dunia ini adalah milik Tuhan, dan menyadari
bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah kehendak Tuhan.
E.
DAFTAR PUSTAKA
Pradopo, Rahmat Djoko. 2010. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: UGM Press
Waluyo, Herman J. 2010. Pengkajian dan Apresiasi Puisi. Salatiga:
Widya Sari Press Salatiga
Kedaulatan
Rakyat Minggu, 16 Maret 2014
Kartikasari F.
Surel: ticckasari@gmail.com
ABSTRAK
Analisis
struktural yang dilakukan pada puisi berjudul Saat Hujan Datang karya Budhi Wiryawan yang diambil dari Koran Kedualatan Rakyat Minggu, 16 April 2014
diperoleh hasil analisis tentang struktur fisik dan struktur batin. Striktur
fisik puisi tersebut memiliki diksi yang terdiri dari kata-kata religi dan
seni; terdapat imaji visual, imaji auditif dan imaji taktil; ditemukan kata
konkret; ditemukan bahasa figuratif (personifikasi dan perbandingan/simile);
ditemukan pengulangan kata (rima) pada semua baitnya dan menggunakan tata
wajah/tipografi konvensional. Sedangkan struktur batin puisi tersebut bertema
ketuhanan; perasaan penyair yang diikutkan dalam puisi tersebut adalah perasaan
kagum; nada yang ada antara lain menggurui, menasehati dan religi; suasana
ditimbulkan adalah khusuk, kagum, dan bersemangat; amanat yang disampaikan
penyair antara lain mensyukuri karunia yang telah Tuhan berikan kepada kita,
menyadari bahwa semua yang ada di dunia ini adalah milik Tuhan, dan menyadari
bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah kehendak Tuhan.
Kata kunci:
struktur fisik, struktur batin, puisi,
Saat Hujan Datang
A.
LATAR BELAKANG
Karya sastra memuat suatu pelajaran hidup yang
tersirat di dalamnya. Dalam memahami suatu karya sastra dalam hal ini puisi,
peneliti harus menggunakan suatu pendekatan agar mudah untuk menganalisis
maksud atau makna dari karya sastra tersebut. Dalam puisi, medium yang
digunakan untuk menyampaikan maksud penyair adalah bahasa. Bahasa puisi
bersifat khas, lain dengan prosa ataupun drama. Semua yang ada dalam puisi
seperti diksi, kata konkret, bahkan tipografi menggandung makna. Karya sastra
yang berupa puisi dapat dianalisis salah satunya menggunakan pendekatan
struktural. Dalam pendekatan struktural akan dibahas tentang struktur fisik dan
struktur batin pada puisi sehingga peneliti dapat memahami dengan baik suatu
puisi setelah menganalisisnya.
B.
LANDASAN TEORI
Analisis struktural pada puisi terdiri dari analisis
struktur fisik dan struktur batin yang ada dalam puisi tersebut. Struktur fisik
yang ada dalam puisi antara lain:
Diksi (Pemilihan kata)
Penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata sebab
kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyinya dalam
rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan
kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. Oleh sebab itu di samping memilih
kata-kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan
atau daya magis dari kata-kata tersebut. Dalam diksi dibahas tiga hal yakni
perbendaharaan kata, urutan kata dan daya sugesti kata.
Dalam perbendaharaan kata, penyair memiliki ciri
khas tersendiri. Dalam memilih kata-kata, di samping penyair memilih
berdasarkan makna yang akan disampaikan dan tingkat perasaan serta suasana
batinnya, juga dilatarbelakangi oleh faktor sosial budaya penyair. Kata-kata
yang digunakan penyair akan menimbulkan makna yang diinginkan penyair. Kata-kata
dalam kehidupan sehari-hari diberi makna baru oleh penyair, sebaliknya
kata-kata yang tidak bermakna diberi makna oleh penyair. Kadang ada pula
penyair yang memakai bahasa ibu atau kata-kata dari bahasa kuno atau pun
kata-kata dari bahasa asing.
Urutan kata dalam puisi bersifat beku artinya urutan
itu tidak dapat dipindah-pindahkan tempatnya meskipun maknanya tidak berubah
setelah perpindahan itu. Cara menyusun kata-kata dari penyair bersifat khas
karena penyair yang satu berbeda caranya dari penyair lain. Dapat pula
dinyatakan bahwa ada perbedaan teknik menyusun urutan kata, baik urutan tiap
baris maupun urutan dalam satu bait puisi.
Daya sugesti kata dimiliki oleh setiap puisi. Dalam
memilih kata-kata, penyair mempertimbangkan daya sugesti kata-kata itu. Sugesti
itu dipandang oleh makna kata-kata yang dipandang sangat tepan untuk mewakili
perasaan penyair. Karena ketepatan pilihan dan penempatannya, maka kata-kata
itu seolah-olah memancarkan daya gaib yang mampu memberikan sugesti kepada
pembaca untuk ikut sedih, terharu, bersemangat, marah dan sebagainya.
Pengimajian
Ada hubungan erat antara diksi, pengimajian, dan
kata konkret. Diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian dank arena itu
kata-kata menjadi lebih konkret dan kita hayati melalui penglihatan,
pendengaran atau cita rasa. Baris-baris puisi seolah mengandung gema suara
(imaji auditif), benda yang mampak (imaji visual), atau sesuatu yang dapat kita
rasakan, raba atau sentuh (imaji taktil).
Ungkapan penyair dijelmakan ke dalam gambaran kata
konkret yang mirip gambar atau musik atau cita rasa tertentu. Jika penyair
menginginkan imaji pendengaran (auditif), maka jika menghayati puisi
seolah-olah menghayati sesuatu; jika penyair melukiskan imajinasi penglihatan
(visual), maka puisi itu seolah-olah melukiskan sesuatu yang bergerak-gerak;
jika imaji taktil yang ingin digambarkan, maka pembaca seolah-olah merasakan
sentuhan.
Kata Konkret
Kata-kata konkret adalah bahwa kata-kata itu dapat
menyarankan pada arti yang menyeluruh. Seperti halnya pengimajian, kata yang
diperkonkret ini juga erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang.
Jika penyair mahir mengkonkretkan kata-kata yang, maka pembaca seolah-olah
melihat apayang dilukiskan penyair. Dengan demikian pembaca terlibat penuh
secara batin ke dalam puisinya.
Bahasa Figuratif
Penyair menggunakan bahasa yang bersusun-susun atau
berpigura sehingga disebut bahasa figuratif. Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Bahasa
figuratif adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan
cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Kata
atau bahasanya bermakna kias atau bermakna lambang.
Bahasa figuratif dipandang lebih efektif untuk apa
yang dimaksudkan penyair karena (1) bahasa figuratif mampu menimbulkan
kesenangan imajinatif, (2) bahasa figuratif adalah cara untuk menghasilkan
imaji tambahan dalam puisi, sehingga yang abstrak menjadi konkret menjadikan
puisi lebih nikmat dibaca, (3) bahasa figuratif adalah cara menambah intensitas
penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair, (4) bahasa figuratif
adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara
menyampaikan sesuatu yang yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat.
Bahasa figuratif misalnya metafora (kiasan langsung), perbandingan (kiasan
tidak langsung), personifikasi, hiperbola, euphemisme, sinekdoce dan ironi.
Versifikasi
Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritma. Rima
adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Digunakan kata rima untuk menggantikan
istilah persajakan pada sistem lama karena diharapkan penempatan bunyi dan
pengulangan kata tidak hanya pada akhir setiap baris, namun juga untuk keseluruhan
bait dan baris. Dalam ritma pemotongan baris menjadi frasa yang berulang-ulang,
merupakan unsur yang memperindah puisi itu.
Tata Wajah (Tipografi)
Tipografi merupakan pembeda yang penting antara
puisi dan prosa dan drama. Larik-larik puisi membangun periodesited yang
disebut paragraf. Namun membentuk bait. Baris puisi tidak bermula dari tepi
kiri dan berkahir di tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan dari bait yang
memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan, hal mana yang tidak berlaku bagi
tulisan yang berbentuk prosa. Ciri demikian menunjukkan eksistensi puisi.
Baris-baris prosa dapat saja disusun seperti
tipografi puisi. Namun makna prosa kemudian itu akan menjadi lebih kaya, jika
prosa itu ditafsirkan sebagai puisi. Cara sebuah teks ditulis sebagai
larik-larik yang khas menciptakan makna tambahan. Makna kontemporer dalam
puisi-puisi seperti karya Sutardji Calzoum Bachri, tipografi dipandang begitu
penting sehingga menggeser makna kata-kata.
Kemudian untuk struktur batin dalam puisi terdiri
dari beberapa bahasan berikut ini:
Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau subject-master
yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu
kuat untuk mendesak dalam jiwa penyair sehingga, menjadi landasan utama
pengucapannya. Jika desakan yang kuat berupa hubungan penyair dengan Tuhan,
maka puisinya bertema ketuhanan; jika desakan yang kuat berupa belas kasih atau
kemanusiaan, maka puisinya bertema kemanusiaan. Jika yang kuat adalah dorongan
untuk memprotes ketidakadilan, maka puisinya bertema protes atau kritik sosial.
Perasaan (Feeling)
Suasana perasaan penyair yang ikut diekspresikan dan
harus dapat dihayati oleh pembaca. Untuk mengungkapkan tema yang sama penyair
satu dengan penyair yang lain menggunakan perasaan yang berbeda, sehingga hasil
puisi yang diciptakan berbeda pula.
Nada dan Suasana
Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap
tertentu terhadap pembaca apakah dia ingin bersikap menggurui, menasehati,
mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada
pembaca. Jika nada merupakan sikap penyair maka suasana adalah keadaan jiwa
pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi
terhadap pembaca.
Jika kita bicara tentang sikap penyair, maka kita
bicara tentang nada; jika kita berbicara tentang suasana jiwa pembaca yang
timbul setelah membaca puisi, maka kita berbicara tentang suasana. Nada dan
suasana puisi saling berhubungan karena nada puisi menimbulkan suasana iba hati
pembaca. Nada kritik yang diberikan penyair dapat menimbulkan suasana penuh
pemberotakan bagi pembaca. Nada religius dapat memberikan suasana khusuk.
Begitu seterusnya.
Amanat (Pesan)
Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat
ditelaah setelah kita memahami tema, rasa, dan nada puisi itu. Tujuan/amanat
merupakan al yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat
di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang
diungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan penyair secara sadar berada dalam
pikiran penyair, namun lebih banyak penyair yang tidak sadar akan amanat yang
diberikan.
Banyak penyair yang tidak menyadari amanat puisi
yang ditulisnya. Mereka yang berada dalam situasi demikian biasanya merasa
bahwa menulis puisi merupakan suatu kebutuhan untuk berekpresi atau kebutuhan
untuk berkomunikasi atau kebutuhan untuk aktualisasi diri. Tema berbeda dengan
amanat. Tema berhubungan dengan arti sedangkan tema berhubungan dengan makna.
C.
PEMBAHASAN
Analisis struktural dilakukan pada puisi Saat Hujan Datang karya Budhi Wiryawan
yang dikutip dari koran Kedaulatan Rakyat
hari Minggu, 16 April 2014 berikut ini:
SAAT HUJAN
DATANG
Karya Budhi
Wiryawan
Wajah malam ini, lebih menyerupai panggung orkestra
saat band pengiring lewat muncullah bintang yang
ditunggu
wow, cantiknya! suara seperti buluh perindu, datang
dengan
birama, dengan ambitus yang demikian dahsyat
Ia lewat tanpa vooriderjs guntur atau petir, ia
datang ya datang
tebaran rintiknya bergradasi dari pelan, naik, lalu
deras
di saat melenggang di atas rumah, ia halau debu dari
genteng ke genteng
saat jatuh di atas pucuk-pucuk daun, ia belai
ia usap demikian
lembutnya, debu yang menempel
Tratap aku melihatnya, lalu lega dengan seluruh rasa
seluruh yang dipunya Tuhan adalah instrumen
yang bisa membalik dan mengaduk-aduk emosi
Terima kasih, Tuhan
hujanmu adalah hujan yang mahal
1.
Struktur Fisik
Struktur fisik dari
puisi Saat Hujan Datang karya Budhi
Wiryawan di atas terdiri dari:
Diksi (Pemilihan Kata)
Penyair sangat cermat memilih kata-kata sebab yang
ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyinya dalam rima dan
irama, kedudukan kata dalam keseluruhan puisi. Analisis diksi dapat dilakukan
sebagai berikut:
a.
Perbendaharaan
Kata
Perbendaharaan kata merupakan kekuatan penyair untuk
mengekspresikan makna dalam setiap karyanya. Dalam puisi Saat Hujan Datang karya Budhi Wiryawan menggunakan perbendaraan
kata untuk menceritakan rasa syukurnya kepada Tuhan menggunakan kata-kata yang
berhubungan dengan seni. Penyair berusaha menghubungkan rasa syukurnya kepada
Tuhan menggunakan kata-kata yang berasal dari seni baik seni musik maupun seni
rupa. Hal tersebut dapat dilihat dari kata-kata berikut ini: panggung, orkestra, band pengiring, bintang,
birama, ambitus, vooriderjs, bergradasi, melenggang, instrumen, terima kasih,
Tuhan.
b.
Urutan Kata
Urutan kata dalam puisi bersifat beku artinya urutan
kata itu tidak bisa dipindah-pindah tempatnya meskipun maknanya tidak akan
berubah oleh perpindahan tempat itu. Pada puisi di atas urutan kata tiap
barisnya sesuai dengan keinginan penyair. Dalam setiap barisnya sering kali
dijumpai bahwa kalimat tersebut belum selesai dan penyair melanjutkannya pada
baris berikutnya lalu kalimat selanjutnya juga langsung pada baris tersebut.
Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut ini:
di saat melenggang di atas rumah,
ia halau debu dari
genteng ke genteng
saat jatuh di atas pucuk-pucuk
daun, ia belai
ia usap demikian
lembutnya, debu
yang menempel
Sususan
kata-kata di atas tidak dapat diubah walaupun perubahannya tidak akan merubah
makna. Penyair telah memperhitungkan secara matang sususan kata-kata itu. Jika
dirubah urutannya maka daya magis dari kata-kata tersebut akan hilang.
Keharmonisan antar bunyi yang terdapat di dalamnya juga akan terganggu karena
susunan kata tersebut menimbulkan efek psikologis. Jika kalimat pada
baris-baris tersebut diubah menjadi seperti di bawah ini maka makna yang
diinginkan penyair menjadi berkurang.
di saat melenggang di atas rumah,
ia halau debu darigenteng ke genteng
saat jatuh di atas pucuk-pucuk
daun, ia belai
ia usap demikian lembutnya, debu
yang menempel
Jadi urutan kata-kata dalam puisi tidak dapat
diubah-ubah meskipun perubahan tersebut tidak merubah makna.
c.
Daya Sugesti
Kata
Daya sugesti kata dalam puisi merupakan kata-kata
yang dapat mendorong pembaca untuk melakukan sesuatu atau merasakan sesuatu
setelah membaca puisi tersebut. Daya sugesti kata dapat dilihat dari kutipan
berikut:
Tratap aku melihatnya, lalu lega
dengan seluruh rasa
seluruh yang dipunya Tuhan adalah
instrumen
yang bisa
membalik dan mengaduk-aduk emosi
Kata-kata dalam baris-baris di atas dapat memberikan
sugesti pada pembaca agar menyadari semua yang ada di dunia ini adalah milik
Tuhan dan Tuhan yang mengatur semuanya. Semua yang digunakan manusia untuk
segala urusannya di dunia ini adalah milik Tuhan. Manusia berhak menggunakannya
namun harus menjaganya sebagai titipan yang akan dipertanggungjawabkan
nantinya. Selain itu daya sugesti kata-kata juga dapat dilihat dari kutipan
berikut ini:
Terima
kasih, Tuhan
hujanmu adalah
hujan yang mahal
Kata-kata di atas akan memberikan sugesti kepada
pembaca untuk bersyukur atas karunia Tuhan yang telah diberikan. Apapun yang
diberikan Tuhan di dunia ini kita tidak harus membayarnya padahal kita sendiri
tidak bisa membuatnya seperti hujan. Hujan yang turun di bumi ini tidak dapat
kita buat namun manfaatnya dapat kita rasakan dan banyaknya air yang turun
tidak bisa terhitung.
Pengimajian
Pengimajian dalam puisi Saat Hujan Datang karya Budhi Wiryawan adalah sebagai berikut:
a.
Imaji Visual
Imaji visual dalam puisi
di atas dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
saat
band pengiring lewat muncullah bintang yang ditunggu
wow, cantiknya! suara seperti buluh perindu, datang
dengan
birama, dengan ambitus yang demikian dahsyat (bait 1)
Ia lewat tanpa vooriderjs guntur atau petir, ia
datang ya datang (bait 2)
Kata-kata di atas
membuat pemvaca seolah-olah melihat suatu kejadian band pengiring yang lewat
bersama dengan seorang bintangnya yang cantik. Kata “cantik” dalam puisi tersebut dapat dilihat dengan indera
pengelihatan. Sedangkan kata lewat,
datang menunjukkan suatu kegiatan yang dapat dilihat oleh mata sehingga
termasuk baris-baris di atas menimbulkan imaji visual. Selain itu, imaji visual
juga dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
di saat melenggang di atas rumah, ia
halau debu dari
genteng ke genteng
saat jatuh di atas pucuk-pucuk
daun, ia belai
ia usap demikian
lembutnya, debu yang menempel
Dari kata-kata di atas pembaca dibuat seolah-olah
melihat kejadian air hujan yang turun dari langit menyapu genteng kemudian jatuh
di pucuk-pucuk daun dan menghilangkan debu-debu yang ada.
b.
Imaji Auditif
Imaji auditif pada
puisi di atas dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
wow, cantiknya! suara seperti buluh perindu, datang
dengan
birama, dengan ambitus yang demikian dahsyat
Kata “suara
seperti buluh perindu” di atas akan membuat pembaca seolah-olah
mendengarkan suara yang sangat merdu. Oleh karena itu kutipan di atas termasuk
imaji auditif. Imaji auditif juga dapat ditemukan pada kutipan di bawah ini:
tebaran
rintiknya bergradasi dari pelan, naik, lalu deras
Kata “pelan,
naik, lalu deras” membuat pembaca seolah-olah mendengarkan suara hujan dari
mulai gerimis hingga hujan itu bertambah deras dan semakin deras. Dalam hal ini
indera yang bekerja adalah telinga sehingga kutipan tersebut dapat memberikan
imaji auditif.
c.
Imaji Taktil
Imaji taktil dalam
puisi di atas adalah sebagai berikut:
Tratap aku melihatnya, lalu lega
dengan seluruh rasa
seluruh yang dipunya Tuhan adalah
instrumen
yang bisa membalik dan mengaduk-aduk emosi
Kata tratap,
lega, emosi membuat kita seolah-olah merasakan panik, lega dan emosi. Oleh
karena itu kutipan di atas termasuk imaji taktil karena penyair seolah-olah
hendak membuat pembaca merasakan suatu perasaan.
Kata Konkret
Kata-kata konkret adalah bahwa kata-kata itu dapat
menyarankan pada arti yang menyeluruh. Seperti halnya pengimajian, kata yang
diperkonkret ini juga erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang.
Jika penyair mahir mengkonkretkan kata-kata yang, maka pembaca seolah-olah
melihat apayang dilukiskan penyair. Kata-kata kokret dalam puisi di atas dapat
dilihat pada kutipan berikut ini:
Terima kasih, Tuhan
hujanmu adalah hujan yang mahal
Kata-kata dalam kutipaan di atas dapat menyarankan
pembaca kepada arti yang menyeluruh yakni maksud penyair menulis puisi itu agar
pembaca bersyukur dan menyadari apapun karunia Tuhan di dunia ini mahal. Apapun
yang ada di dunia ini kita tidak dapat membayarnya. Misalnya saja hujan,
seberapa banyak air yang turun dari langit tidak akan dapat kita bayar.
Bahasa Figuratif (Majas)
Dalam puisi di atas terdapat beberapa bentuk bahasa
figuratif (majas). Majas yang ada dalam puisi tersebut antara lain adalah
personifikasi. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
Wajah
malam ini, lebih menyerupai panggung orchestra (bait 1)
Ia
lewat tanpa vooriderjs guntur atau petir, ia datang ya
datang (bait 2)
saat jatuh di atas pucuk-pucuk daun, ia belai
ia usap demikian
lembutnya, debu yang menempel (bait
3)
Kata-kata yang ditebalkan pada kutipan di atas
menunjukkan majas personifikasi karena hujan yang merupakan benda mati
diibaratkan seperti manusia yang memiliki wajah, dapat berjalan, dapat
membelai, dan dapat mengusap sesuatu. Selain itu juga ditemukan majas
perbandingan (simile) pada kutipan berikut ini:
wow, cantiknya! suara seperti buluh perindu, datang dengan
birama, dengan ambitus yang
demikian dahsyat
Kata seperti pada
kutipan di atas menunjukkan bahwa pengarang menggunakan kiasan yang tidak
langsung yang sering disebut perbandingan atau simile. Majas perbandingan
biasanya menggunakan kata seperti, bak, laksana, bagaikan, dll.
Versifikasi
a.
Rima
Rima merupakan pengulangan bunyi dalam puisi untuk
membentuk musikalitas atau orkestrasi. Dalam puisi Saat Hujan Datang karya Budhi Wiryawan tidak memiliki pengulangan
bunyi di akhir setiap baris yang biasanya membentuk pola saja aa aa atau ab ab
ataupun aa bb. Namun dalam puisi tersebut terdapat beberapa pengulangan
ungkapan atau kata. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:

|
wow, cantiknya! suara seperti buluh perindu, datang dengan
birama, dengan ambitus yang demikian dahsyat
Ia lewat
tanpa vooriderjs guntur atau petir, ia datang
ya datang
tebaran rintiknya bergradasi dari pelan, naik, lalu
deras

|
saat jatuh di atas pucuk-pucuk daun, ia belai
ia usap demikian
lembutnya, debu
yang menempel

|
yang bisa membalik dan mengaduk-aduk emosi
Terima kasih, Tuhan
hujanmu adalah hujan yang mahal
b.
Ritma
Ritma dari puisi di
atas dapat sebagai berikut:
Wajah malam ini,/ lebih menyerupai panggung orkestra
saat band pengiring lewat/ muncullah bintang yang
ditunggu
wow, cantiknya! /suara seperti buluh perindu,/
datang dengan
birama,/ dengan ambitus yang demikian dahsyat
Ia lewat tanpa vooriderjs guntur atau petir,/ ia
datang ya datang
tebaran rintiknya bergradasi dari pelan,/ naik, lalu
deras
di saat melenggang di atas rumah,/ ia halau debu
dari
genteng /ke genteng
saat jatuh di atas pucuk-pucuk daun,/ ia belai
ia usap /demikian
lembutnya, /debu yang menempel
Tratap aku melihatnya,/ lalu lega dengan seluruh
rasa
seluruh yang dipunya Tuhan/ adalah instrumen
yang bisa membalik/ dan mengaduk-aduk emosi
Terima kasih,/ Tuhan
hujanmu /adalah hujan yang mahal
Tatawajah (Tipografi)
Tipografi yang digunakan pada puisi Saat Hujan Datang karya Budhi Wiryawan
di atas merupakan tipografi konvensional. Tipografi tersebut tidak menggunakan
bentuk yang rumit dalam penulisannya. Setiap permulaan baris dimulai dari sisi
kiri yang tersusun lurus dari awal sampai akhir puisi.
2.
Struktur Batin
Analisis struktur batin pada puisi Saat Hujan Datang karya Budhi Wiryawan
terdiri dari:
Tema
Tema dari puisi Saat
Hujan Datang karya Budhi Wiryawan tersebut adalah ketuhanan. Puisi tersebut
menunjukkan pengalaman religi penyair. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan
berikut ini:
Tratap
aku melihatnya, lalu lega dengan seluruh rasa
seluruh yang dipunya Tuhan adalah instrumen
yang bisa membalik dan mengaduk-aduk emosi
Terima kasih, Tuhan
hujanmu adalah
hujan yang mahal
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa penyair
menunjukkan pengalaman religinya saat melihat hujan. Penyair merasa tratap yang
kemudian lega. Setelah itu penyair menyadari seluruh instrumen yang ada di
dunia ini adalah milik Tuhan. Penyair berterima kasih kepada Tuhan yang telah
memberikan kemurahannya kepada manusia. Kemurahan yang Tuhan berikan tidak akan
dapat dibayar manusia.
Perasaan
Suasana perasaan penyair yang ikut diekspresikan
dalam puisi tersebut adalah perasaan kagum. Penyair kagum dengan akan proses
turunnya hujan yang dirasakannya sangat dahsyat. Penulis melambangkan hujan
yang datang tersebut dengan band pengiring bersama bintangnya yang lewat
kemudian menyapu genteng, membelai dan mengusap dedaunan yang ada. Penulis
kagum dengan dengan banyaknya rintik hujan yang turun karena ia tak mungkin menghitungnya.
Diakhir puisinya penyair mengucapkan terima kasih atas hujan yang mahal
tadi.
Nada dan Suasana
Sikap penyair kepada pembaca disebut nada puisi.
Nada puisi di Saat Hujan Datang karya
Budhi Wiryawan adalah bernada menggurui dan menasehati. Penyair bernada
menggurui dan bernada religi karena pada puisi tersebut penyair memberi
pelajaran pada pembaca akan kehebatan Tuhan. Penyair menunjukkan saat hujan
datang hingga hujan tersebut memberikan manfaat kepada kita. Kemudian nada
penyair dalam puisi tersebut juga menasehati karena di akhir puisi tersebut
penyair memberikan contoh untuk berterima kasih kepada Tuhan atas hujan yang
Dia berikan.
Suasana pembaca yang hadir setelah menghayati puisi
di atas adalah khusuk, kagum dan semangat. Pembaca akan khusuk menyadari
perbuatannya selama ini dan kagum dengan kemurahan Tuhan yang memberikan hujan
yang bermanfaat tanpa kita bisa membayarnya. Pembaca akan terbawa pada rasa
kagum saat benar-benar menghayati baik I dan bait 2 saat penyair menceritakan
saat datangnya hujan yang begitu dahsyat. Pada akhir bait 3 pembaca kembali
dibuat kagum dengan kata Terima kasih
Tuhan/ hujanmu adalah hujan yang mahal/. Kata-kata tersebut akan menambah
rasa kagum pembaca. Kemudian setelah menghayati lebih dalam pembaca akan merasa
semangat dalam menjalani hidupnya karena ada Tuhan di sisinya yang selalu
memberikan segala kemurahan untuk kemudahan dalam kehidupannya.
Amanat
Amanat yang hendak disampaikan penyair dapat
ditelaah setelah kita memahami tema, rasa dan nada puisi Saat Hujan Datang karya Budhi Wiryawan. Amanat atau pesan yang
dapat kita ambil dari puisi tersebut adalah mensyukuri karunia yang telah Tuhan
berikan kepada kita, menyadari bahwa semua yang ada di dunia ini adalah milik
Tuhan, dan menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah
kehendak Tuhan.
D.
SIMPULAN
Analisis struktural yang dilakukan pada puisi
berjudul Saat Hujan Datang karya
Budhi Wiryawan yang diambil dari Koran Kedualatan
Rakyat Minggu, 16 April 2014 diperoleh hasil analisis tentang struktur
fisik dan struktur batin. Striktur fisik puisi tersebut memiliki diksi yang
terdiri dari kata-kata religi dan seni; terdapat imaji visual, imaji auditif
dan imaji taktil; ditemukan kata konkret; ditemukan bahasa figuratif
(personifikasi dan perbandingan/simile); ditemukan pengulangan kata (rima) pada
semua baitnya dan menggunakan tata wajah/tipografi konvensional.
Sedangkan struktur batin puisi tersebut bertema
ketuhanan; perasaan penyair yang diikutkan dalam puisi tersebut adalah perasaan
kagum; nada yang ada antara lain menggurui, menasehati dan religi; suasana
ditimbulkan adalah khusuk, kagum, dan bersemangat; amanat yang disampaikan
penyair antara lain mensyukuri karunia yang telah Tuhan berikan kepada kita,
menyadari bahwa semua yang ada di dunia ini adalah milik Tuhan, dan menyadari
bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah kehendak Tuhan.
E.
DAFTAR PUSTAKA
Pradopo, Rahmat Djoko. 2010. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: UGM Press
Waluyo, Herman J. 2010. Pengkajian dan Apresiasi Puisi. Salatiga:
Widya Sari Press Salatiga
Kedaulatan
Rakyat Minggu, 16 Maret 2014
No comments:
Post a Comment
“Terima kasih sudah membaca blog saya, silahkan tinggalkan komentar”