|
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Karya sastra
merupakan seni dalam wujud kata-kata. Dalam setiap karya sastra memiliki suatu
makna atau amanat yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Sebuah
karya sastra timbul dari berbagai macam hal yang melatarbelakangi karya itu
lahir. Banyak aspek yang mungkin menjadi penyebab sebuah karya sastra lahir.
Karya sastra
tidak sekadar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan dapat merupakan cerminan
atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat karya
dilahirkan. Fakta kemanusiaan merupakan subyek kolektif atau individu dalam
situasi tertentu yang merupakan kreasi untuk memodifikasi situasi yang ada agar
cocok dengan aspirasinya. Dalam hal ini manusia memiliki kecenderungan untuk
berperilaku alami karena harus menyesuaikan dengan alam dan lingkunganya. Untuk
memahami hal tersebut, peneliti dapat mengkaji suatu karya sastra menggunakan
pendekatan strukturalisme genetik. Oleh karena itu, penulis akan mengkaji
naskah drama yang berjudul Mengapa Kau
Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma menggunakan pendekatan strukturalisme
genetik.
B.
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang yang telah dibahas di atas, penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. bagaimanakah latar belakang pengarang drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno
Gumira Ajidarma?
2. bagaimanakah latar belakang sosial budaya atau
sejarah pada drama Mengapa Kau Culik Anak
Kami? karya Seno Gumira Ajidarma?
1
|
C.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian
strukturalisme genetik pada naskah drama Mengapa
Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma ini dilakukan dengan tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui latar belakang pengarang yang
membuat drama Mengapa Kau Culik Anak
Kami? karya Seno Gumira Ajidarma lahir.
2. Untuk mengetahui latar belakang sosial budaya atau
sejarah yang mendorong drama Mengapa Kau
Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma lahir.
Selain
itu, penelitian strukturalisme ini juga memiliki kegunaan atau manfaat sebagai
berikut:
1. Menambah pengetahuan pembaca tentang latar belakang
pengarang yang membuat drama Mengapa Kau
Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma lahir.
2. Menambah pengetahuan pembaca tentang latar belakang
sosial budaya atau sejarah yang mendorong drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma lahir.
D.
Sistematika
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan dan
Kegunaan Penelitian
D.
Sistematika
BAB II KAJIAN TEORIS
A.
Pengertian Drama
B.
Pengertian
Strukturalisme Genetik
C.
Sasaran: Memahami
Pandangan Dunia
BAB III METODE
PENELITIAN
A.
Objek Penelitan
B.
Fokus Penelitian
C.
Sumber
Penelitian
D.
Instrumen
Penelitian
E.
Teknik
Pengumpulan Data
F.
Teknik Analisis
Data
G.
Teknik Pemaparan
Hasil Analisis
BAB IV PEMBAHASAN
A.
Penyajian Data
B.
Pembahasan Data
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
|
KAJIAN TEORITIS
A.
Pengertian Drama
Istilah drama dan teater dipinjam dari khazanah
kebudayaan Barat, khususnya dari tradisi bersastra Yunani. Mulanya, baik drama
maupun teater, muncul dari rangkaian upacara keagamaan yaitu suatu ritual
pemujaan terhadap dewa. Istilah drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku,
bertindak, atau beraksi (Waluyo, 2003: 2). Pengertian drama lebih dihubungkan
dengan karya sastra atau biasanya disebut dengan naskah lakon (Riantiarno,
2003: 8). Istilah teater berasal dari kata theatron
yang berarti takjub melihat atau memandang (Budiman, 2002: 99). Dalam
bahasa Indonesia dikenal dengan istilah sandiwara.
Istilah ini diambil dari bahasa Jawa yaitu sandi yang berarti rahasia dan wara
yang berarti pembeberan, pewartaan, atau pelajaran.
Drama
merupakan karya sastra yang tidak terlepas dari naskah. Jadi, naskah merupakan
karangan yang masih asli ditulis tangan atau diketik secara manual: karangan
seseorang yang dianggap sebagai karya asli: bahan-bahan berita yang siap diedit
dan diberitakan. Menurut Wiyanto (2007: 31) mengemukakan yang dimaksud dengan
naskah adalah karangan yang berisi cerita atau lakon. Dalam naskah tersebut
termuat nama-nama tokoh dalam cerita, dialog yang diucapkan oleh para tokoh,
dan keadaan panggung yang diperlukan.
B.
Pengertian Struktural Genetik
4
|
Penelitian
srtukturalisme genetik semula dikembangkan di perancis atas jasa Lucien
Goldmann. Dalam beberapa analisis novel, Goldman selalu menekankan latar
belakang sejarah. Karya sastra, di samping memiliki unsur otonom juga tidak bisa
lepas dari unsur ekstrinsik. Teks sastra sekaligus mereprentasikan kenyataan
sejarah yang mengkandisikan munculnya karya sastra. Bagi dia, studi
strukturalisme genetik memiliki dua kerangka besar. Pertama, hubungan antara makna suatu unsur dengan unsur lainya
dalam suatu karya sastra yang sama, dan kedua
hubungan tersebut membentuk suatu jaring yang saling mengikat. Karena itu,
seorang pengarang tidak mungkin mempunyai pandangan sendiri. Pada dasarnya,
pengarang akan menyarankan suatu pandangan dunia suatu kolektif. Dan, pandangan
tersebut juga bukan realitas, melainkan sebuah refleksi yang diungkapkan secara
imajinatif.
Selanjutnya
George Lukacs juga ikut mengembangkan penilitian serupa dengan paham marxis.
Menurut dia, karya sastra merupakan refleksi individu dan masyarakat yang tidak
bebas kelas. Individu dan masyarakat adalah pendukung kelas-kelas tertentu
dalam masyrakat. Individu tidak berdiri sendiri, melainkan sebagai anggota
masyarakat yang akan dipantulkan lewat karya sastra.
Penelitian
strukturalisme genetik, memandang karya sastra dari dua sudut yaitu intrinsik
dan ekstrinsik. Studi diawali dari kajian unsur intrinsic (kesatuan dan
koherensinya) sebagai data dasarnya. Selanjutnya penelitian akan menghubungkan
berbagai unsur dengan realitas masyarakatnya. Karya dipandan sebagai sebuah
refleksi zaman, yang dapat mengungkapkan aspek sosial, budaya, politik,
ekonomi, dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa penting dari zamanya akan
dihubungkan langsung dengan unsur-unsur intrinsik karya sastra.
Metode yang digunakan,
dapat mengadopsi tawaran Albrecht (Faruk, 1988:65) yaitu: (1) metode “sosial historis”, meliputi tipe
deskriptif murni mengenai sejarah sosial dan tipe analitik yang diterapkan pada
seni (sastra); (2) metode etnografi,
terutama kaitanya dengan “partisipasi observasi”, dan (3) metode statistik. Metode (1) dan (2) biasanya lebih banyak dipilih
peneliti strukturalisme genetik, terutama untuk mengungkap sejarah dan
asal-usul terjadinya teks sastra. Sedangkan metode (3) banyak dimanfaatkan oleh
peneliti resepsi sastra, seperti yang dilakukan Segers.
C.
Sasaran: Memahami Pandangan Dunia
Menurut Goldmann, karya
sastra sebagai struktur bermakna itu akan mewakili pandangan dunia (vision du monde) penulis, tidak sebagai
individu melainkan sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian, dapat
dinyatakan bahwa strukturalisme genetik merupakan penelitian sastra yang
menghubungkan antara struktur sastra dengan struktur masyarakat melalui
pandangan dunia atau ideologi yang diekspresikanya. Oleh karena itu, karya sastra
tidak akan dapat dipahami secara utuh jika totalitas kehidupan masyarakat yang
melahirkan teks sastra diabaikan begitu saja. Pengabaian unsure masyarakat
berarti penelitian sastra menjadi pincang.
Pandangan dunia, yang
bagi Goldmann selalu terbayang dalan karya sastra agung, adalah abstraksi
(bukan fakta empiris yang memiliki eksistensi obyektif). Abstraksi itu akan
mencapai bentuknya yang kongkret dalam sastra. Oleh karena pandangan dunia itu
suatu bentuk kesadaran kolektif yang mewakili identitas kolektifnya, maka dia
secara sahih dapat mewakili kelas sosialnya. Pandangan inilah yang menentukan
struktur suatu karya sastra. Oleh karena itu, karya sastra dapat dipahami
asalnya dan terjadinya (unsur genetiknya) dari latar belakang sosial tertentu.
Keterikatan pandangan dunia penulis dengan ruang dan waktu tertentu tersebut,
bagi Goldmann merupakan hubungan genetik, karena disebut strukturalisme
genetik. Dalam kaitan ini, karya sastra harus dipandang dari asalnya dan
kejadianya.
Atas dasar hal-hal
tersebut, Goldmann (Junus, 1986:26) memberikan rumusan penelitian
strukturalisme genetik ke dalam tiga hal, yaitu: (1) penelitian terhadap karya
sastra seharusnya dilihat sebagai suatu kesatuan; (2) karya sastra yang
diteliti mestinya karya yang bernilai sastra yaitu karya yang mengandung
tegangan (tension) antara keragaman
dan kesatuan dalam suatu keseluruhan (a
coherent whole); (3) jika kesatuan telah ditemukan, kemudian dianalisis
dalam hubunganya dengan latar belakang sosial. Sifat hubungan tersebut: (a)
yang berhubungan latar belakang sosial adalah unsur kesatuan, (b) latar
belakang yang dimaksud adalah pandangan dunia suatu kelompok sosial yang
dilahirkan oleh pengarang sehingga hal tersebut dapat dikonkretkan.
Untuk sampai pada world view yang merupakan pandangan
dunia pengarang memang bukan pekerjaan mudah. Karena itu, Goldmann
mengisyaratkan bahwa penelitian bukan terletak pada analisis isi, malainkan
lebih pada struktur cerita. Dari struktur cerita itu kemudian dicari jaringan
yang membentuk kesatuanya. Penekanan pada struktur dengan mengabaikan isi
sebenarnya merupakan suatu permasalahan tersendiri, karena hal tersebut dapat
mengabaikan hakikat sastra yang mempunyai tradisi sendiri (Laurenson dan
Swingeod, 1972).
Pandangan dunia,
menurut Goldmann (Faruk, 1988: 74) merupakan istilah yang cocok bagi kompleks
yang menyeluruh dari gagasan-gagasan, inspirasi-inspirasi, dan
perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu
kelompok sosial tertentu dan mempertanyakan dengan kelompok sosial lain.
Pandangan dunia berkembang sebagai suatu hasil dari situasi sosial ekonimi yang
dihadapi oleh subyek kolektif yang memilikinya. Dari pandangan ini tampak bahwa
pandangan dunia merupakan sebuah sintesis akumulatif kehidupan yang sangat
abstrak. “ia” akan menggerakkan aktifitas hidup dan besar pengaruhnya terhadap
kehidupan sosial.
Pada bagian lain,
Goldmann (1981:111) mengemukakan bahwa pandangan dunia merupakan perspektif
yang koheren dan terpadu mengenai hubungan manusia dengan sesamanya dengan alam
semesta. Hal ini menunjukkan bahwa pandangan dunia adalah sebuah kesadaran
hakiki masyarakat dalam menghadapi kehidupan. Namun, dalam karya sastra, hal
ini amat berbeda dengan keadaan nyata. Kesadaran tentang pandangan dunia ini
adalah kesadaran mungkin, atau kesadaran yang telah ditafsirkan. Oleh karena
itu, boleh dikatakan bahwa karya sastra sebenarnya merupakan ekspresi pandangan
dunia yang imajiner.
Melalui pandangan dunia
demikian, bukan tidak mungkin kalau karya sastra juga merefleksikan “nilai otentik”
yang dianut dalam hidupnya. Nilai otentik adalah nilai-nilai yang tersirat
dalam novel (karya), nilai yang mengorganisir sebuah mode dunia sebagai suatu
totalitas (Goldmann, 1977:1-2). Nilai-nilai ini bersifat konseptual dan
abstrak. Nilai-nilai ini kadang-kadang kea rah hal-hal yang positif dan
negatif. Nilai yang positif tentu akan memiliki implikasi kea rah pandangan
dunia yang positif (cerah), menyenangkan, dan penuh harapan. Sebaliknya, nilai
otentik yang negatif akan memunculkan pandangan dunia negatif pula. Pandangan
dunia ini, oleh Goldmann disebut pandangan dunia tragik. Pandangan dunia ini
identik dengan wawasan filosofi fatalistik. Hanya saja, kalau pandangan dunia
tragik kurang percaya atas kehadiran Tuhan, sedangkan fatalistik justru sebaliknya
tetapi tidak mau berupaya apa pun.
Pandangan dunia tragik
hadir pada saaat Goldmann membahas novel Hidden
God, Tuhan Bersembunyi. Menurutnya, ada tiga elemen penting yaitu, mengenai
Tuhan, manusia, dan dunia yang ketiganya saling berkaitan. Pandangan tragik
terhadap tiga hal tersebut akan melahirkan dua pihak yang berbeda. Di satu
pihak, mereka meyakini bahwa pemahaman dan pengakuan secara lengkap dan tepat
menangani dunia baru yang diciptakan oleh individualisme yang rasionalistik
beserta tuntutan-tuntutanya yang dianggap berharga dan secara ilmiah sahih. Di
pihak lain terdapat penolakan total terhadap dunia tersebut sebagai
satu-satunya dunia yang memungkinkan manusia hidup, bergerak, dan mempunyai
eksistensi. Menurut Goldmann, kedua paham yang bertentangan itu akan selalu ada
dan berlangsung terus dalam pandangan dunia tragik.
Pandangan yang berbau
eksistensialis tersebut, seakan-akan mengelimir keberadaan Tuhan. Bagi penganut
paham ini, Tuhan dianggap tidak memiliki peran dalam hidupnya. Padahal, dia
sendiri sebenarnya mengakui bahwa Tuhan itu ada. Manusia seakan-akan mengetahui
banyak tentang dunia, tahu keterbatasan dunia, dan sekaligus sering menolaknya.
Manusia sering berada di dalamnya tetapi sambil menolaknya. Sikap dan kesadaran
manusia demikian dinamakan berpandangan dunia tragik. Pandangan ini bersifat
transendensi yang imanen dan imanensi yang transenden. Karena itu, tuntutanya
sekaligus untuk “segalanya dan bukan apa-apa” dan ia secara total tidak peduli
terhadap tingkat-tingkat dan usaha pendekatan, serta juga terhadap konsep yang
mengandung gagasan mengenai relativitas. Berarti manusia demikian memiliki
pengalaman ketuhanan bersifat mistis.
Hubungan manusia tragik
dengan manusia lain, kadang-kadang bersikap paradoksal. Kadang-kadang dia membiarkan
manusia lain yang akan menghancurkan dirinya, dan sebaliknya dia juga sering
menerimanya sebagai kolektifnya. Hidup mereka selalu dibimbing melalui
pemusatan-pemusatan atau konsentrasi batin yang penuh. Pada saat itu mereka
secara sadar baru menemukan Tuhan yang ada tapi tak ada itu. Begitulah
karya-karya sastra yang bermuatan pandangan dunia tragik, kadang-kadang bagi
orang fanatik sering memerahkan telinga. Namun
demikian, hal itu fakta kemanusiaan yang sulit disangkal, karena manusia
sering bersikap mencari terus-menerus terhadap Tuhan.
Tawaran Goldmann memang
bukan tanpa kelemahan, karena dia hanya menyarankan agar strukturalisme genetik
mengfokuskan pada karya sastra besar. Hal ini jelas mengabaikan karya sastra
lain yang mungkin memiliki makna tersendiri. Hal ini penting diketengahkan,
karena Goldmann sendiri dalam penelitiannya terhadap nouveau roman justru terjebak pada model positivisme.
Padahal, penelitian serupa sebenarnya lebih cocok menggunakan paham
naturalistik, sehingga apa saja yang ada dalam teks sastra sebenarnya masalah
isi dalam teks sastra sebenarnya juga ihwal yang sulit diabaikan. Apalagi
masalah world view, jelas sekali akan
terkait dengan pesan dan atau isi teks.
Hipotesis Goldman yang
mendasari penemuan world view adalah
tiga hal yang masih perlu direnungkan bagi peneliti strukturalisme genetik,
yakni:
1)
Semua perilaku
manusia mengarah pada hubungan rasionalitas, maksudnya selalu berupa respon
terhadap lingkunganya.
2)
Kelompok sosial
mempunyai tendensi untuk menciptakan pola tertentu yang berbeda dengan pola
yang sudah ada.
3)
Perilaku manusia
adalah usaha yang dilakukan secara tetap menuju transendensi, yaitu aktifitas,
transformasi, dan kualitas kegiatan dari semua aksi sosial dan sejarah.
Dari pandangan
demikian, berarti strukturalisme genetik merupakan embrio penelitian sastra
dari aspek sosial yang kelak disebut sosiologi sastra. Hanya saja,
strukturalisme genetik tetap mengedepankan juga aspek struktur. Baik struktur
dalam maupun struktur luar, tetap dianggap penting bagi pemahaman karya sastra.
Jadi, sekurang-kurangnya penelitian strukturalisme genetik meliputi tiga hal,
yaitu (1) aspek intrinsik teks sastra, (2) latar belakang pencipta, dan (3)
latar belakang sosial budaya serta sejarah masyarakatnya. Jadi strukturalisme
genetik juga mengedepankan aspek kesejarahan lahirnya karya sastra.
Subyek penelitian
berupa karya besar, menurut Goldmann (1970:153) dimaksudkan untuk menjembatani
fakta estetik. Fakta estetik dibaginya menjadi dua tataran hubungan yang
meliputi: (a) hubungan antara pandangan dunia sebagai suatu realitas yang dan
alam ciptaan pengarang, (b) hubungan alam ciptaan dengan alat sastra tertentu
seperti diksi, sintaksis, plot, gaya bahasa yang merupakan hubungan struktur
cerita dipergunakan pengarang dalam ciptaanya. Namun, syarat subyek penelitian
adalah karya besar, karena harus memenuhu konsep unity (kesatuan) dan complexity
(keragaman), sebenarnya dapat diabaikan. Karena, istilah sastra besar
sebenarnya sangat relatif. Sastra besar hanya mampu menjadi “besar” ketika
telah diteliti banyak ahli. Itulah sebabnya, untuk sementara sastra besar bisa
dimodifikasi ke arah karya sastra yang berbobot saja. Karya sastra berbobot
lebih netral dan tidak mengesampingkan karya-karya sastra hiburan. Karena itu,
kalau Junus (1986) telah mencoba menyebut karya besar di Indonesia berjudul
Belenggu, Jalan Tak Ada Ujung, Telegram, dan Ziarah sebenarnya masih bersifat
sementara. Karya-karya lain pun boleh jadi termasuk dan menarik diteliti
melalui studi strukturalisme genetik.
Sebenarnya, baik obyek penelitian ke
arah karya besar maupun karya biasa, yang penting strukturalisme genetik mampu
mengungkap fakta kemanusiaan. Fakta ini, memiliki struktur yang bermakna,
karena merupakan pantulan respon-respon subyek kolektif dan individual dalam
masyarakat. Subyek tersebut selalu berinteraksi dalam masyarakat untuk
melangsungkan hidupnya. Dari sini pula akan muncul upaya-upaya manusia untuk
menyeimbangkan kehidupan manusia dengan alam semesta.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Objek Penelitian
Pada
penelitian ini akan dilakukan analisis struktural genetik pada naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno
Gumira Ajidarma. Strukturalisme genetik yang meliputi tiga hal, yaitu (1) aspek
intrinsik teks sastra, (2) latar belakang pengarang, dan (3) latar belakang
sosial budaya serta sejarah masyarakatnya.
B.
Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada analisis struktural
genetik pada naskah drama Mengapa Kau
Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma yang meliputi dua hal, yaitu (1)
latar belakang pencipta, dan (2) latar belakang sosial budaya serta sejarah
masyarakatnya. Jadi penelitian ini akan difokuskan pada latar belakang
pengarang dan latar belakang sosial budaya atau sejarah yang menjadi sebab
naskah tersebut lahir.
C.
Sumber Penelitian
Sumber
penelitian ini adalah naskah drama yang berjudul Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma. Naskah ini
diunduh dari http://banknaskah-fs.blogspot.com/.
Naskah tersebut merupakan naskah yang diketik ulang oleh Leebirkin dari buku
“Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Aji Darma (SGA). Diterbitkan
oleh Galang Press, Yogyakarta pada tahun 2001. Hak cipta milik SGA dan Galang
Press. Naskah drama tersebut berjumlah 32 halaman dengan ukuran kertas A4 spasi
1,5. Naskah tersebut diketik di Jakarta
pada tanggal 13 Maret 1999.
D.
Instrumen Penelitian
Instrumen
penelitian adalah alat bantu atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah, hasil lebih baik, dalam arti
lebih lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah
(Arikunto, 2010: 203). Instrument yang dipakai dalam penelitian ini adalah
kertas pencatat data dan alat tulis. Kertas pencatat data dan alatt tulis
digunakan untuk mengumpulkan data yang berupa kutipan-kutipan naskah drama yang
akan dianalisis dengan kajian strukturalisme genetik.
E.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan studi pustaka.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data antara lain:
1.
Mencari objek
penelitian yang berupa drama yang berjudul Mengapa
Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma.
2.
Membaca kritis
drama yang berjudul Mengapa Kau Culik
Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma.
3.
Mengidentifikasi
atau mengelompokkan data sesuai dengan data konteks.
4.
Mencatat
data-data yang diperoleh dalam buku atau kertas.
5.
Menganalisis
data dengan analisis struktural genetic
F.
Teknik Analisis Data
Teknik yang
digunakan untuk menganalisis data adalah analisis isi. Adapun teknik analisis
data sebagai berikut:
1.
Mengidentifikasi
dan mengolah data sesuai dengan teori strukturalisme genetik.
2.
Menyajikan data
dan melakukan pembahasan data
3.
Menganalisis
data hasil penelitian
4.
Menyimpulkan
hasil penelitian
G.
Teknik Pengumpulan Hasil Analisis
Penelitian
yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Teknik yang digunakan untuk
menyajikan data adalah teknik informal. Teknik informal adalah penyajian
perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa tanpa menggunakan data dan lambing
(Sudaryanto, 1993: 145). Jadi, teknik penyajian data dalam penelitian ini
dipaparkan dengan kata-kata.
|
PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA
A.
Penyajian Data
1.
Latar Belakang Pengarang
Setelah membaca secara kritis naksah
drama yang berjudul Mengapa Kau Culik
Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma, diperoleh data yang memiliki
hubungan dengan latar belakang pengarang. Data tersebut sebagai berikut.
No
|
Kutipan
|
Halaman
|
|
1
|
IBU (Setelah jeda, meletakkan buku, berjalan ke
jendela)
Waktu
aku kecil, pembantu di rumah selalu bilang. Jangan keluar rumah kalau sudah
gelap. “ada culik” katanya. “Awas ada culik den” katanya selalu. Aku selalu
membayangkan yang disebut culik itu sebagai mahluk yang besar bertubuh hitam
yang muncul dari kegelapan. Dengan mudahnya ia menenteng kita, menjepit kita
diketiaknya. Katanya kita akan dibawa ke semak-semak, ke gerumbul pohon
pisang. Di sana kita akan mengira diberi makan bakmi, padahal yang kita makan
adalah cacing.
BAPAK
Yang
kamu ceritakan tadi genderuwo, yang kita bicarakan ini manusia.
|
15
|
|
2
|
BAPAK
Orang
terakhir yang melihat dia bilang, waktu itu dia pakai kaos oblong.
IBU
Iya,
itu kaos Hard Rock Café yang dikirim Yanti dari New York.
BAPAK
Aktivis kok kaosnya Hard Rock Café.
|
21
|
|
3
|
IBU
|
23
|
|
4
|
BAPAK
Apa yang mau diakuinya? Dia tidak bisa
mengakui hal-hal yang tidak pernah dilakukan selanjutnya. Kita kan tahu
Satria itu ngeyelan. Jangan-jangan dia nantang minta disetrum lagi.
|
24
|
|
5
|
IBU
Apa
orang-orang itu tidak punya seorang ibu yang setidak-tidaknya pernah
mengenalkan kasih saying, kelembutan, cinta. setidak-tidaknya orang-orang itu
kan bisa berpikir ada keluarga yang kehilangan, ibu yang mencari….
|
26
|
|
6
|
IBU
Memang
anak mami! Cerita macam-macam hal sambil tiduran. Impian-impiannya,
harapan-hrapannya, kekecewaannya, kepahitannya. Dia memang peduli sekali
dengan politik. Aku sendiri nggak suka ngerti omongannya. Aku pernah bilang,
hati-hati dengan politik. Kubilang “kamu datang dengan pikiran-pikiran hebat,
tapi orang bisa menyambut kamu dengan pikiran ingin menyembelih. Dia bilang
“politik yang dewasa tidak begitu bu. Setiap orang harus mau mendengar
pikiran orang lain. “aku bilang lagi, “pokoknya hati-hati, di negeri ini
politik selalu ebrarti kekerasan, bukan pemikiran.”
|
27
|
|
7
|
IBU
Justru
pendidikan itu digunakan untuk mengibuli orang. Pendidikan terror saja ada.
Bukan untuk meneror sorang saja, tapi juga untuk masyarakat. Itu juga hasil
pendidikan lho. Pendidikan luar negeri malah. Dan tidak sembarang orang bisa
mengendalikan masyarakat sesuai dengan tujuan terornya. Jadi pendidikan bukan
jaminan, pak.
|
30
|
|
8
|
IBU (Masih menangis)
Sudah setahun lebih. Setiap malam aku
berdoa mengharapkan keselamatan Satria; hidup atau mati. Aku hanya ingin
kejelasan. Kalau satria sudah meninggal, aku tahu dia dibunuh karena
pendiriannya. Apapun pendiriannya, dia mati terhormat. Aku bangga kepadanya.
Tapi kalau memang dia begitu membanggakan, mengapa harus diculik, mengapa
harus disekap begitu lama sehingga sampai sekarang belum kembali? Mengapa?
Mengapa? Mengapa kau culik anak kami?
|
31
|
2.
Latar Belakang Sosial Budaya atau Sejarah
Setelah membaca secara kritis naksah
drama yang berjudul Mengapa Kau Culik
Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma, diperoleh data yang memiliki
hubungan dengan latar belakang sosial budaya atau sejarah. Data tersebut
sebagai berikut.
No
|
Kutipan
|
Halaman
|
1
|
IBU (Melihat sampul belakang)
Apa
ya katanya?
(Membaca)
Buku
ini perlu dibaca penduduk Negara-negara yang akan hancur, karena dalam
masyarakat seperti itu kendali hukum sangat mengendor, tatanan nilai kabur,
sehingga melahirkan anarki. Setiap orang berbuat seenak perutnya sendiri dan
memaksakan kehendaknya dengan teror . itulah gunanya buku ini: Cara Melawan
Teror. Perlu dibaca oleh mahasiswa, aktifis, wartawan, penasehat hukum dan
berbagai profesi yang rawan terror. Buku ini juga berguna bagi siapa saja
yang merasa perlu lebih siap melawan teror.
|
2
|
2
|
BAPAK
Aku belum ingat apa yang ada
hubungannya dengan kita. Tapi kalau mendengar kata itu, aku jadi ingat apa
yang terjadi pada zaman geger-gegeran dulu itu.
|
6
|
3
|
IBU (Berdiri, berjalan ke jendela)
Sebetulnya
tidak. Semuanya jelas. Siapa yang bisa melupakannya? Aku masih kecil waktu
itu. Malam-malam semua orang berkumpul. Mereka membawa golok, clurit,
pentungan dan entah apa lagi. Mereka mengepung rumah itu selepas tengah
malam. Mereka berteriak-teriak, karena yang dicarinya naik ke atas genteng.
Orang itu lari dari atap satu ke atap lainnya seperti musang. Kadang-kadang
dia jatuh, merosot. Orang-orang mengejarnya juga seperti nengejar musang. Aku
masih inget suara gedebugan di atas genteng itu. Orang-orang mengejar dari
gang ke gang, suaranya juga gedebukan. Mereka berteriak-teriak sambil
mengacungkan parang. Orang itu lari. Terpeleset, hampir jatuh ke bawah,
merayap lagi. Sampai semua tempat terkepung. Orang itu terkurung….
BAPAK
Sudahlah bu! Sudah lebih dari tiga
puluh tahun.
|
6-7
|
4
|
IBU
Orang-orang
itu menghabisinya seperti menghabisi seekor musang. Orang itu digorok seperti
binatang. Ibu menutupi mataku. Tapi aku tidak bisa melupakan sinar matanya
yang ketakutan. Aku masih ingat sinar mata orang-orang yang mengayunkan
linggisnya dengan hati riang. Kok bisa? Kok bisa terjadi semua itu. Bagaimana
perasaan anaknya mendengar jeritan bapaknya? Bagaimana perasaan istri
mendengar jeritan suaminya? Bagaimana perasaan ibu mendengar jeritan anaknya?
Apa bapak yakin setelah tiga puluh tahun lebih mereka bisa melupakannya?
Mereka mungkin ingin lupa. Tapi apa bisa? Politik itu apa sih, kok pakai menyembelih
orang segala?
|
7
|
5
|
BAPAK
Aku cuma ingat bagaimana orang-orang
menjauh ketika semua itu menimpa kita. Orang yang malang malah dijauhi. Ada
yang bilang. “Sorri aku baru menelpon sekarang, ini pun dari telepon umum,
karena aku takut teleponku disadap, aku harap semuanya baik-baik saja. Sorry,
aku takut, aku punya anak kecil soalnya” hmmmh. Saudara-saudara menjauhi
semuanya. Takut, seperti kita ini punya penyakit sampar.
|
8
|
6
|
IBU
Begitu
berkuasanya sehingga merasa berhak menguasai pikiran, dan sangat tersinggung
kalau orang berpikir lain.
BAPAK
Sangat
tersinggung.
IBU
Sangat
tersinggung. Maka mengamuklah dengan pentungan, penangkapan, penculikan dan
penganiayaan.
|
8
|
7
|
BAPAK
Di kali itulah, yang suatu ketika bisa
betul-betul merah karena darah, mayat-mayat mengalir seperti sampah. Di kali
itulah mayat teman-temannya pemain ludruk mengapung.
|
10
|
8
|
BAPAK
Mereka mempunyai daftar nama. Mereka
menganalisis nama itu satu persatu. Barangkali dari setiap nama, mereka sudah
mempunyai data yang lengkap. Nama, tanggal lahir, siapa orang tuanya, apa
kegiatannya, organisasi apa yang dipimpinannya.
|
13
|
9
|
BAPAK (Membayangkan ada di salah satu sudut meja)
Ini
ada meja. Yang di sini berkata: “Tidak usah diragukan lagi, orang ini sangat
berbahaya. Dia terlalu pintar bicara. Persis seperti tukang obat. Tapi dia
tidak menjual obat. Dia menjual ideology. Sangat berbahaya. Dia pandai
menggalang massa. Dialah yang membagi-bagikan tugas. Siapa bikin demonstrasi.
Siapa bikin selebaran. Semua orang percaya padanya. Termasuk para pemberi
dana. Orang seperti ini yang harus diambil. Bukan yang teriak-teriak pakai
corong.” Lantas….
|
16
|
10
|
IBU
Ya biarlah, namanya juga anak muda.
Apa dia harus pakai kaos anti Orde Baru setiap hari. Kan ya ganti-ganti.
|
21
|
11
|
IBU
Kenapa
ada orang begitu takut pada pikiran, sampai-sampai harus menculik dan membunuh
pemilik pikiran itu.
BAPAK
Pikiran yang bebas sejak dahulu selalu
dianggap berbahaya oleh Negara.
|
23
|
12
|
IBU
Politik itu sejarahnya tidak ada yang
beres. Orang-orang diciduk, orang-orang disembelih, orang-orang dipenjara dan
dibuang tanpa pengadilan. Aku masih ingat semua kisah sedih yang tidak bisa
diucapkan itu. Keluarga yang kehilangan bapaknya, anak yang kehilangan
ibunya, istri yang kehilangan suaminya. Mereka tidak mengucapkan apa-apa.
Tidak bisa mengucapkan apa-apa. Tertindas. Keplenet. Tidak pernah ngomong
karena takut salah. Padahal tentu saja tidak ada yang lebih terluka, tersayat
dan teriris selain kehilangan orang-orang yang tercinta dalam pembantaian.
Orang-orang diperkosa demi politik, orang-orang dibakar, harta bendanya
dijarah, bagaimana orang bisa hidup dengan tenang? Hanya politik yang bisa
membuat orang membunuh atas nama agama. Mana ada agama membenarkan
pembunuhan. Apakah ini tidak terlalu berbahaya? Politik hanya peduli dengan
manusia. Apalagi hati manusia. Apakah kamu bisa membayangkan pak, luka di
setiap keluarga itu?
|
29-30
|
13
|
BAPAK (Meninggalkan Ibu)
Sudah setahun lebih.
Me-nga-pa-ka-u-cu-lik-a-nak-ka-mi. mengapa kau culik anak kami? Ini
pertanyaan yang tidak akan bisa dijawab. Apa bisa pertanyaan ini dijawab oleh
seseorang yang merasa memberi perintah menculiknya? Apa bisa seseorang
mengakuinya dengan jujur: “ Aku perintahkan agar mereka diculik, karena
mereka berani-beraninya menggugat kekuasaanku. Mereka itu kurang ajar!”
bisakah, bisakah seseorang yang berkuasa mengakui keangkuhannya?
|
31
|
B.
Pembahasan Data
- Latar Belakang Pengarang
Kutipan-kutipan dari
data yang telah disajikan dapat dilihat latar belakang pengarang yang
melatarbelakangi drama Mengapa Kau Culik
Anak Kami? lahir. Pembahasan dari masig-masing kutipan sebagai berikut.
Kutipan 1
IBU
(Setelah jeda, meletakkan buku, berjalan ke jendela)
Waktu aku kecil, pembantu di rumah selalu bilang.
Jangan keluar rumah kalau sudah gelap. “ada culik” katanya. “Awas ada culik
den” katanya selalu. Aku selalu membayangkan yang disebut culik itu sebagai
mahluk yang besar bertubuh hitam yang muncul dari kegelapan. Dengan mudahnya ia
menenteng kita, menjepit kita diketiaknya. Katanya kita akan dibawa ke
semak-semak, ke gerumbul pohon pisang. Di sana kita akan mengira diberi makan
bakmi, padahal yang kita makan adalah cacing.
BAPAK
Yang
kamu ceritakan tadi genderuwo, yang kita bicarakan ini manusia.
(halaman 15)
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa kehidupan
Seno Gumira Ajidarma yang berada di Yogyakarta tergambar dari kutipan di atas.
Walaupun Seno lahir di Boston, Amerika Serikat, dia hidup dan besar di
Yogyakarta. Kebudayaan Jawa ditunjukkan dengan kata den yang biasanya merupakan singkatan dari panggilan raden atau raden ayu. Dari sana tampak bahwa latar belakang budaya Seno adalah
budaya Jawa. Di Yogyakarta apabila ada orang yang dianggap lebih tinggi
jabatannya biasanya dipanggil dengan panggilan tersebut. Seperti yang
digambarkan melalui cerita tokoh ibu dari kutipan di atas bahwa pembantu tokoh
ibu memanggilnya dengan panggilan den meskipun
tokoh ibu waktu itu masih kecil.
Dalam kebudayaan Jawa terdapat strata atau tingkatan
sosial yang masih melekat kuat. Orang yang lebih tua atau lebih tinggi
jabatannya lebih dihormati. Orang-orang tersebut memiliki panggilan atau gelar
tersendiri. Tidak hanya itu, mereka juga mendapatkan bahasa yang lebih santun
atau yang sering disebut karma inggil. Tingkatan-tingkatan
sosial tersebut masih dijaga erat oleh pemegang kebudayaan Jawa.
Dari kutipan di atas dapat dilihat pula bahwa mitos
yang sering beredar di kalangan masyarakat Jawa juga diceritakan oleh Seno. Itu
membuktikan bahwa latar belakang budaya Seno adalah budaya Jawa. Dalam
masyarakat Jawa, anak kecil dilarang keluar rumah sore hari dan diberi nasehat
dengan mitos adanya genderuwo yang akan menculiknya kemudian membawanya ke
bawah ribunan pohon pisang. Genderuwo itu akan memberinya makanan yang berupa
cacing. Cerita mitos itu dilakuka agar anak itu takut untuk keluar dan mematuhi
nasehat orang tuanya untuk tetap di dalam rumah saat matahari mulai tenggelam. Hal
tersebut melatarbelakangi lahirnya kutipan percakapan di atas.
Kutipan
2
BAPAK
Orang
terakhir yang melihat dia bilang, waktu itu dia pakai kaos oblong.
IBU
Iya,
itu kaos Hard Rock Café yang dikirim Yanti dari New York.
BAPAK
Aktivis kok kaosnya Hard Rock Café. (halaman 21)
Dari
kutipan di atas tampak bahwa Seno ingin menampakkan latar belakang kehidupan
pribadinya. Seno merupakan anak dari Seno Gumira Ajidarma adalah putra dari Prof. Dr. MSA Sastroamidjodjo, seorang guru besar Fakultas MIPA Universitas Gajah Mada. Tapi, Seno
berbeda dengan ayahnya. Ketika SMA,
ia sengaja memilih SMA Kolese De Britto yang boleh tidak pakai seragam.
Komunitas yang dipilih sesuai dengan jiwanya. Bukan teman-teman di lingkungan
elite perumahan dosen Bulaksumur (UGM), rumah orangtuanya. Tapi, komunitas
anak-anak jalanan yang suka tawuran dan ngebut di Malioboro. Dia juga ikut teater
Alam pimpinan Azwar A. N.selama 2 tahun. Dia menjadi seniman karena terinspirasi
oleh Rendrayang santai, bisa bicara, hura-hura,
nyentrik, rambut boleh gondrong.
Hal
tersebut di atas ditampilkan Seno dalam naskah drama yang ia buat. Seno Gumira
Ajidarma menggambarkan pribadi dirinya pada tokoh Satria yang hidup sederhana
dan tidak suka kerapian. Tokoh Satria digambarkan sebagai seorang aktivis yang
berpenampilan sederhana atau apa adanya. Kadang dalam kenyataannya banyak
aktivis yang berpenampilan berlebihan agar menunjukkan bahwa ia seorag aktivis.
Namun tokoh Satria yang digambarkan tidak demikian. Seno tidak menyukai hal
yang bersifat resmi dan kaku. Ia lebih menyukai keadaan yang santai, tidak
pakai seragam, bisa bicara dan nyentrik. Hal tersebut melatarbelakangi Seno
menciptakan tokoh Satria yang mirip dengan dirinya sendiri.
Kutipan 3
IBU
Kalau
satria bisa bertahan, kenapa aku ibunya tidak? Tapi aku merasa seolah-olah ia
masih berada di sini. Aku masih selalu menyiapkan sarapannya setiap hari, siapa
tahu dia pulang. Kamu tahu pak, dia selalu sarapan roti, pakai telur isi ceplok
setengah matang dilapisi beef bacon yang kalau dia iris lantas kuningnya
meleler memenuhi piringnya. Lantas ia sapu dengan rotinya itu. Minum kopi susu.
Hampir tidak pernah bosan ia dengan telur. Tapi tidak pernah ia jerawatan pak.
Tahun belakangan ia sering tidak pulang, tapi paling lama juga dua- tiga hari,
itu pun selalu menelpon ke rumah. Sibuk rapat katanya. Atau demo ini-itu. Aku
selalu menyediakan vitamin karena tubuhnya kurus begitu. Tapi semangatnya itu
pak, kalau sudah ngomong, waduh, matanya berapi-api. Aku tahu dia bisa bertahan
dalam penderitaan. (halaman 23)
Dalam
kutipan di atas, ditunjukkan bahwa ibu sangat menyayangi Satria. Ibu sangat
memahami setiap perilaku anaknya baik yang anaknya sukai maupun yang dibenci
anaknya. Hal tersebut sebenarnya menggambarkan bahwa Seno Gumira Ajidarma juga
memiliki ibu yang sangat menyayanginya. Ibu yang selalu mengkhawatirkannya
seperti tokoh ibu dalam naskah drama Mengapa
Kau Culik Anak Kami? tersebut.
Ibu Seno Gumira Ajidarma
bernama Poestika Kusuma Sujana (alm) yang bekerja sebagai dokter spesialis
penyakit dalam. Ibunya sangat menyanyanginya walaupun Seno termasuk anak yang
tidak taat dengan perintah orang tuanya. Setelah lulus SMP, Seno tidak mau melanjutkan sekolah. Terpengaruh cerita
petualangan Old Shatterhand di rimba suku Apache, karya
pengarang asal Jerman Karl May, dia
pun mengembara mencari pengalaman. Seperti di film-film: ceritanya seru,
menyeberang sungai, naik kuda, dengan sepatu mocasin, sepatu model boot yang
ada bulu-bulunya. Selama tiga bulan, ia mengembara di Jawa Barat,
lalu ke Sumatera.
Sampai akhirnya jadi buruh pabrik kerupuk di Medan. Karena
kehabisan uang, dia meminta uang kepada ibunya. Tapi, ibunya mengirim tiket untuk
pulang. Maka, Seno pulang dan meneruskan sekolah. Dari
kutipan di atas dapat diketahui bahwa tokoh ibu lahir dalam naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami?
menggambarkan ibu Seno sendiri.
Kutipan 4
BAPAK
Apa
yang mau diakuinya? Dia tidak bisa mengakui hal-hal yang tidak pernah dilakukan
selanjutnya. Kita kan tahu Satria itu ngeyelan. Jangan-jangan dia nantang minta
disetrum lagi. (halaman 24)
Dalam
kutipan di atas diceritakan bahwa tokoh Satria memiliki watak ngeyelan. Sifat
tokoh itu lahir karena merupakan penggambaran sifat Seno Gumira Ajidarma
sendiri di waktu mudanya. Ayah Seno yang bernama Prof. Dr. MSA Sastroamidjojo, seorang guru besar Fakultas MIPA Universitas Gajah Mada. Tapi, lain ayah,
lain pula si anak. Seno Gumira Ajidarma bertolak belakang dengan pemikiran sang
ayah. Jadi Seno tidak menaati perintah ayahnya sendiri.
Setelah lulus SMP, Seno tidak mau
melanjutkan sekolah. Selama tiga bulan, ia mengembara di Jawa Barat,
lalu ke Sumatera.
Sampai akhirnya jadi buruh pabrik kerupuk di Medan. Karena
kehabisan uang, dia meminta uang kepada ibunya. Tapi, ibunya mengirim tiket
untuk pulang. Maka, Seno pulang dan meneruskan sekolah. Begitu ngeyelnya
Seno tidak mau menuruti perintah dan gaya hidup ayahnya sehingga ia tetap
menjadi Seno sesuai dirinya sendiri.
Ketika SMA, ia sengaja memilih SMA Kolese
De Britto yang boleh tidak pakai seragam. Komunitas yang dipilih sesuai dengan
jiwanya. Bukan teman-teman di lingkungan elite perumahan dosen Bulaksumur
(UGM), rumah orangtuanya. Tapi, komunitas anak-anak jalanan yang suka tawuran
dan ngebut di Malioboro.Dia juga ikut teater Alam pimpinan Azwar A N selama 2 tahun.
Kutipan 5
IBU
Apa
orang-orang itu tidak punya seorang ibu yang setidak-tidaknya pernah
mengenalkan kasih sayang, kelembutan, cinta. setidak-tidaknya orang-orang itu
kan bisa berpikir ada keluarga yang kehilangan, ibu yang mencari…. (halaman 26)
Seperti
pada kutipan 3, dalam kutipan di atas ditunjukkan pemikiran tentang kasih
sayang seorang ibu. Ibu sangat memahami setiap perilaku anaknya baik yang
anaknya sukai maupun yang dibenci anaknya. Seorang manusia yang telah tersentuh
dengan kelembutan seorang ibu seharusnya hatinya dapat luluh dan memiliki sifat
yang berhati nurani. Hal tersebut sebenarnya menggambarkan bahwa Seno Gumira
Ajidarma juga memiliki ibu yang sangat menyayanginya. Ibu yang selalu
mengkhawatirkannya seperti tokoh ibu dalam naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? tersebut.
Ibu Seno Gumira Ajidarma
bernama Poestika Kusuma Sujana (alm) yang bekerja sebagai dokter spesialis
penyakit dalam. Ibunya sangat menyanyanginya walaupun Seno termasuk anak yang
tidak taat dengan perintah orang tuanya. Namun dengan perintah ibunya, Seno
tetap memiliki rasa patuh untuk melaksanakannya karena pernah merasakan kasih
sayang seorang ibu.
Kutipan 6
IBU
Memang
anak mami! Cerita macam-macam hal sambil tiduran. Impian-impiannya,
harapan-hrapannya, kekecewaannya, kepahitannya. Dia memang peduli sekali dengan
politik. Aku sendiri nggak suka ngerti omongannya. Aku pernah bilang, hati-hati
dengan politik. Kubilang “kamu datang dengan pikiran-pikiran hebat, tapi orang
bisa menyambut kamu dengan pikiran ingin menyembelih. Dia bilang “politik yang
dewasa tidak begitu bu. Setiap orang harus mau mendengar pikiran orang lain.
“aku bilang lagi, “pokoknya hati-hati, di negeri ini politik selalu brarti
kekerasan, bukan pemikiran.” (halaman 27)
Pengakuan
ibu dalam kutipan di atas bahwa Satria adalah anak mami lahir dari latar belakang
pengarang. Dari latar belakang pengarang, dapat diketahui bahwa Seno lebih
dekat dengan ibunya. Seno selalu berbeda pendapat dengan ayahnya. Saat dia
pergi dari rumah pun karena ia tidak mau menuruti perintah ayahnya untuk
melanjutkan sekolah. Seno lebih dekat dengan ibunya karena saat ia kabur dari
rumah, ia pulang karena ibunya mengirimi ongkos untuk pulang. Dari sanalah
terlihat bahwa Seno Gumira Ajidarma merupakan anak yang lebih dekat dengan
ibunya. Hal itu melatarbelakangi cerita tentang anak yang lebih dekat dengan
ibunya seperti yang dialami kehidupannya sendiri.
Kutipan 7
IBU
Justru
pendidikan itu digunakan untuk mengibuli orang. Pendidikan terror saja ada.
Bukan untuk meneror sorang saja, tapi juga untuk masyarakat. Itu juga hasil
pendidikan lho. Pendidikan luar negeri malah. Dan tidak sembarang orang bisa
mengendalikan masyarakat sesuai dengan tujuan terornya. Jadi pendidikan bukan
jaminan, pak. (halaman 30)
Kutipan
di atas lahir dari latar belakang pengarang yakni Seno Gumira Ajidarma sendiri.
Seno merupakan orang yang tidak menyukai pendidikan formal. Setelah lulus SMP,
ia tidak mau melanjutkan sekolah. Seno pergi untuk mencari pengalaman selama
tiga bulan. Selama tiga bulan, ia
mengembara di Jawa Barat,
lalu ke Sumatera.
Sampai akhirnya jadi buruh pabrik kerupuk di Medan. Karena
kehabisan uang, dia meminta uang kepada ibunya. Tapi, ibunya mengirim tiket
untuk pulang. Maka, Seno pulang dan meneruskan sekolah.
Hal
di atas secara tidak langsung menceritakan keengganan Seno untuk mengikuti
pendidikan. Kutipan di atas juga menjelaskan pendapat Seno Gumira Ajidarma yang
menganggap pendidikan hanya dijadikan alat kekejian. Alat untuk meneror dan
alat untuk membohongi orang lain. Orang yang berpendidikan tinggi dan memiliki
jabatan tinggi banyak yang menyalahgunakan kepandaiaannya untuk mengambil hak-hak
orang lain. Kajahatan seperti korupsi merupakan hal yang dapat timbul dari
pendidikan yang tidak disalurkan dengan benar. Jadi kutipan di atas lahir
berdasarkan latar belakang Seno Gumira Ajidarma yang tidak menyukai pendidikan
formal.
Kutipan 8
IBU (Masih menangis)
Sudah
setahun lebih. Setiap malam aku berdoa mengharapkan keselamatan Satria; hidup
atau mati. Aku hanya ingin kejelasan. Kalau satria sudah meninggal, aku tahu
dia dibunuh karena pendiriannya. Apapun pendiriannya, dia mati terhormat. Aku
bangga kepadanya. Tapi kalau memang dia begitu membanggakan, mengapa harus
diculik, mengapa harus disekap begitu lama sehingga sampai sekarang belum
kembali? Mengapa? Mengapa? Mengapa kau culik anak kami? (halaman 31)
Kutipan di atas lahir dari latar belakang pengarang.
Seno Gumira Ajidarma pernah meninggalkan rumah untuk pergi berkelana mencari
pengalaman selama tiga bulan. Saat itu Seno menolak perintah ayahnya. Seno
tidak mau melanjutkan sekolahnya. Namun ibu Seno tetap mengkhawatirkan Seno
yang pergi karena tidak mau meneruskan sekolah itu. Ibu Seno mengirimkan tiket
untuk pulang karena ia sangat mengkhawatirkan anaknya itu.
Kutipan di atas menceritakan seorang tokoh ibu yang
mirip dengan ibu Seno sendiri yakni ibu yang selalu memperhatikan anaknya dan
selalu mengkhawatirkan anaknya. Secara keseluruhan, tokoh ibu dalam drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? tersebut
menggambarkan ibu dari pengarang sendiri. Seno menggambarkan ibunya melalui
drama tersebut. Jadi kutipan di atas dan hadirnya tokoh ibu dalam drama
tersebut lahir dari latar belakang pengarang.
Dari semua kutipan di atas, dapat diketahui bahwa
banyak unsur dari naskah drama Mengapa
Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma lahir dari latar belakang
pengarang. Naskah tersebut lahir berdasarkan kehiduan pribadi dan pengalaman
pengarang yang pernah ia lalui. Latar belakang itulah yang berkumpul dan
akhirnya membentuk suatu kesatuan yang menjadikan naskah drama yang berjudul Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno
Gumira Ajidarma menjadi lebih hidup dan lebih nyata.
- Latar Belakang
Sosial Budaya atau Sejarah
Selain latar belakang
pengarang, hal yang melatarbelakangi lahirnya sebuah karya sastra dalam kajian
strukturalisme genetik adalah latar belakang sosial budaya atau sejarah. Latar
belakang sosial budaya atau sejarah yang melatarbelakangi lahirnya naskah drama
Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya
Seno Gumira Ajidarma sebagai berikut.
Kutipan 1
IBU (Melihat sampul belakang)
Apa ya katanya?
(Membaca)
Buku ini perlu dibaca penduduk Negara-negara yang
akan hancur, karena dalam masyarakat seperti itu kendali hukum sangat
mengendor, tatanan nilai kabur, sehingga melahirkan anarki. Setiap orang
berbuat seenak perutnya sendiri dan memaksakan kehendaknya dengan teror .
itulah gunanya buku ini: Cara Melawan Teror. Perlu dibaca oleh mahasiswa,
aktifis, wartawan, penasehat hukum dan berbagai profesi yang rawan terror. Buku
ini juga berguna bagi siapa saja yang merasa perlu lebih siap melawan teror. (halaman
2)
Kutipan
di atas lahir dari keadaan negara saat itu. Naskah drama yang berjudul Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno
Gumira Ajidarma dibuat di Jakarta pada tanggal 13 Maret 1999. Keadaan negara
saat itu tidaklah tenang. Ekonomi
Indonesia mulai goyah pada
awal 1998, yang terpengaruh
oleh krisis finansial Asia sepanjang 1997-1999. Mahasiswa pun
melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke gedung
DPR/MPR, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti. Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada tanggal 12 Mei 1998, terhadap
mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan
empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta, Indonesia serta puluhan lainnya luka. Mereka yang tewas
adalah Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri
Hertanto (1977-1998), Hafidin
Royan (1976-1998), dan Hendriawan
Sie (1975-1998). Mereka tewas
tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan,
dan dada.
Selain
ada kerusuhan seperti di atas, pada tahun tersebut pun banyak aktivis yang
diculik atau menghilang begitu saja dari masyarakat. Penculikan aktivis
1997/1998 adalah peristiwa penghilangan orang secara paksa
atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi yang terjadi menjelang
pelaksanaanPemilihan Umum (Pemilu)
tahun 1997 dan Sidang
Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998. Peristiwa penculikan
ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu Mei 1997, dalam
waktu dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, sembilan di antara mereka
yang diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul kembali.
Beberapa di antara mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman mereka.
Tapi tak satu pun dari mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga
muncul. Jadi lahirnya kutipan di atas dilatarbelakangi oleh keadaan
sosial seperti yang telah dijelaskan
Kutipan 2
BAPAK
Aku belum ingat apa yang ada hubungannya dengan
kita. Tapi kalau mendengar kata itu, aku jadi ingat apa yang terjadi pada zaman
geger-gegeran dulu itu. (halaman 6)
Kutipan di atas lahir
karena mengingat masa rusuh dulu. Kata geger-geger
merujuk pada kerusuhan yang terjadi di zaman dulu. Hal tersebut mengingat kejadian
kerusuhan yang terjadi sebelum tahun 1999. Kejadian yang dapat diketahui adalah
penumpasan PKI di Indonesia. Hal tersebut dikuatkan dengan kutipan selanjutnya.
Jadi lahirnya kutipan di atas adalah untuk mengingat latar belakang sosial kerusuhan
saat penumpasan PKI.
Kutipan 3
IBU (Berdiri, berjalan ke jendela)
Sebetulnya tidak. Semuanya jelas. Siapa yang bisa
melupakannya? Aku masih kecil waktu itu. Malam-malam semua orang berkumpul.
Mereka membawa golok, clurit, pentungan dan entah apa lagi. Mereka mengepung
rumah itu selepas tengah malam. Mereka berteriak-teriak, karena yang dicarinya
naik ke atas genteng. Orang itu lari dari atap satu ke atap lainnya seperti
musang. Kadang-kadang dia jatuh, merosot. Orang-orang mengejarnya juga seperti
nengejar musang. Aku masih inget suara gedebugan di atas genteng itu.
Orang-orang mengejar dari gang ke gang, suaranya juga gedebukan. Mereka
berteriak-teriak sambil mengacungkan parang. Orang itu lari. Terpeleset, hampir
jatuh ke bawah, merayap lagi. Sampai semua tempat terkepung. Orang itu
terkurung….
BAPAK
Sudahlah bu! Sudah lebih dari tiga puluh tahun. (halaman
6-7)
Kutipan
di atas lahir karena kejadian kerusuhan 30 tahun yang lalu yang dapat
dipastikan adalah kejadian saat penumpasan PKI. Saat itu, setiap masyarakat
yang diketahui tergabung dalam PKI atau ada orang yang terlibat ditumpas secara
semena-mena. Kantor utama milik PKI
dibakar. Pada tanggal 13 Oktober 1965 organisasi Islam Ansor mengadakan aksi unjuk rasa anti-PKI di seluruh Jawa. Pada tanggal 18
Oktober 1965 sekitar seratus
PKI dibunuh oleh pihak Ansor. Pemusnahan secara sistematis untuk partai telah
dimulai.
Kutipan
di atas menceritakan penangkapan seseorang yang mungkin merupakan anggota PKI.
Penangkapan dilakukan secara paksa dan tidak mengenal rasa kasihan. Dari
kutipan di atas dapat dipahami bahwa seseorang yang ditangkap secara paksa
walaupun sudah kabur melalui genteng sampai melorot dan saat tertangkap orang itu
digebuki. Penangkapan orang yang diduga sebagai antek-antek PKI terkenal sadis.
Bahkan tidak segan para orang itu dibunuh.
Antara 300.000 sampai satu juta orang
Indonesia dibunuh dalam pembunuhan massal yang digelar. Para korban termasuk
juga non-komunis yang dibunuh karena kesalahan identitas atau “kesalahan oleh asosiasi”. Namun, kurangnya informasi menjadi tidak
mungkin untuk menentukan angka pasti dari jumlah korban yang dibunuh. Banyak
para peneliti hari ini menjelaskan korban yang dibunuh antara 200.000 sampai
500.000 orang. Sebuah studi dari CIA tentang peristiwa di Indonesia ini
menilai bahwa “Dalam hal
jumlah korban pembantaian oleh anti-PKI, Indonesia masuk dalam salah satu
peringkat pembunuhan massal terburuk di abad ke-20 ...”. Jadi kutipan di atas lahir karena
ada penumpasan PKI secara semena-mena.
Kutipan 4
IBU
Orang-orang itu menghabisinya seperti menghabisi
seekor musang. Orang itu digorok seperti binatang. Ibu menutupi mataku. Tapi
aku tidak bisa melupakan sinar matanya yang ketakutan. Aku masih ingat sinar
mata orang-orang yang mengayunkan linggisnya dengan hati riang. Kok bisa? Kok
bisa terjadi semua itu. Bagaimana perasaan anaknya mendengar jeritan bapaknya?
Bagaimana perasaan istri mendengar jeritan suaminya? Bagaimana perasaan ibu
mendengar jeritan anaknya? Apa bapak yakin setelah tiga puluh tahun lebih
mereka bisa melupakannya? Mereka mungkin ingin lupa. Tapi apa bisa? Politik itu
apa sih, kok pakai menyembelih orang segala? (halaman 7)
Motif pembunuhan saat
itu merupakan motif politik. Kutipan di atas lahir karena adanya penumpasan
secara kejam terhadap anggota PKI dengan tujuan untuk politik. Kutipan di atas
menggambarkan begitu mengerikannya penumpasan PKI saat itu. Penumpasan itu
begitu ngeri sehingga digambarkan walaupun sudah bertahun-tahun, orang yang
melihatnya akan selalu mengingatnya. Bahkan terlalu mengerikan
hingga orang-orang yang mengingatnya ingin melupakannya namun tidak dapat
karena tidak bisa melupakannya. Beberapa
ahli berpendapat bahwa kejadian penumpasan PKI disebabkan oleh keadaan panik dan ketidakpastian
politik. Tokoh ibu dalam kutipan
tersebut menanyakan tentang politik yang secara tidak langsung merujuk pada
penumpasan melalui pembunuhan itu bermotif politik.
Kutipan 5
BAPAK
Aku cuma ingat bagaimana orang-orang menjauh ketika
semua itu menimpa kita. Orang yang malang malah dijauhi. Ada yang bilang.
“Sorri aku baru menelpon sekarang, ini pun dari telepon umum, karena aku takut
teleponku disadap, aku harap semuanya baik-baik saja. Sorry, aku takut, aku
punya anak kecil soalnya” hmmmh. Saudara-saudara menjauhi semuanya. Takut,
seperti kita ini punya penyakit sampar. (halaman 8)
Kutipan di atas lahir
karena adanya trauma masa lalu. Saat kerusuhan penumpasan PKI bertahun-tahun
yang lalu, tidak hanya orang yang telibat saja yang ikut tertangkap atau
dibunuh. Namun orang-orang yang termasuk saudara, teman maupun orang yang
mengenalnya tersangkut dalam masalah tersebut. Orang-orang yang memiliki
hubungan dengan tersangka akan ikut tercebur ke dalam masalah. Pada kerusuhan
saat penumpasan PKI, komunis, simpatisan merah dan keluarga mereka dibantai yang mencapai ribuan.
Unit tentara dilaporkan telah mengeksekusi ribuan komunis setelah diinterogasi
di penjara-penjara terpencil. Berbekal pisau berbilah lebar yang disebut
parang, kelompok Muslim merayap di malam hari ke rumah-rumah komunis, membunuh
seluruh keluarga dan mengubur mayat mereka di kuburan dangkal.
Kutipan tersebut
menceritakan saat adanya terror penculikan Satria, keluarga Satria dijauhi oleh
orang-orang dekatnya bahkan saudaranya sendiri. Hal tersebut merupakan trauma
yang terjadi akibat kejadian kerusuhan saat PKI. Jadi kejadian itu
melatarbelakangi timbulnya kutipan di atas.
Kutipan 6
IBU
Begitu berkuasanya sehingga merasa berhak menguasai
pikiran, dan sangat tersinggung kalau orang berpikir lain.
BAPAK
Sangat tersinggung.
IBU
Sangat tersinggung. Maka mengamuklah dengan
pentungan, penangkapan, penculikan dan penganiayaan. (halaman 8)
Lahirnya kutipan di
atas karena adanya pemerintahan saat Orde Baru yang tidak memberikan kebebasan
mengeluarkan pendapat. Masyarakat seperti dibungkam untuk tidak mengeluarkan
apa yang ia pikirkan. Kebebasan pers dibatasi dan apabila ada yang melanggar
maka akan menerima hukuman.
Kutipan 7
BAPAK
Di kali itulah, yang suatu ketika bisa betul-betul
merah karena darah, mayat-mayat mengalir seperti sampah. Di kali itulah mayat
teman-temannya pemain ludruk mengapung. (halaman 10)
Hal
yang melatarbelakangi timbulnya kutipan di atas adalah penumpasan PKI yang
mayatnya dibuang di sungai-sungai. Komunis,
simpatisan merah dan keluarga mereka dibantai yang mencapai ribuan. Unit
tentara dilaporkan telah mengeksekusi ribuan komunis setelah diinterogasi di
penjara-penjara terpencil. Berbekal pisau berbilah lebar yang disebut parang,
kelompok Muslim merayap di malam hari ke rumah-rumah komunis, membunuh seluruh
keluarga dan mengubur mayat mereka di kuburan dangkal.
Kampanye pembunuhan ini sangatlah kejam di
beberapa daerah pedesaan di Jawa Timur, para milisi Islam menancapkan kepala
korban pada tiang dan mereka mengarak melalui desa-desa. Pembunuhan telah pada
skala tinggi sehingga pembuangan mayat telah menciptakan masalah sanitasi yang
serius di Jawa Timur dan Sumatera Utara di mana udara lembab penuh bau busuk
daging. Pengunjung dari daerah tersebut mengatakan sungai kecil dan besar yang
telah benar-benar tersumbat dengan mayat tubuh. Jadi kutipan di atas
lahir karena adanya latar belakang sosial atau sejarah saat terjadi penumpasan
PKI.
Kutipan 8
BAPAK
Mereka mempunyai daftar nama. Mereka menganalisis
nama itu satu persatu. Barangkali dari setiap nama, mereka sudah mempunyai data
yang lengkap. Nama, tanggal lahir, siapa orang tuanya, apa kegiatannya,
organisasi apa yang dipimpinannya. (halaman 13)
Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi untuk
Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mencatat 23 orang telah
dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari angka itu, 1
orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9
orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini.
Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah:
1.
Desmond Junaidi Mahesa,
diculik di Lembaga Bantuan Hukum Nusantara, Jakarta, 4 Februari 1998.
2.
Haryanto Taslam
3.
Pius
Lustrilanang, diculik di depan RSCM, 2 Februari 1998.
4.
Faisol Reza, diculik di RSCM
setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998.
5.
Rahardjo Walujo Djati,
diculik di RSCM setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998.
6.
Nezar Patria, diculik di
Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998.
7.
Aan Rusdianto, diculik di
Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998.
8.
Mugianto, diculik di Rumah
Susun Klender, 13 Maret 1998.
9.
Andi Arief, diculik di
Lampung, 28 Maret 1998.
Ke-13 aktivis yang masih hilang dan belum
kembali berasal dari berbagai organisasi, seperti Partai Rakyat Demokratik, PDI
Pro Mega, Mega
Bintang, dan mahasiswa:
1.
Petrus Bima
Anugrah (mahasiswa
Unair dan STF
Driyakara, aktivis SMID. Hilang di Jakarta pada 30 Maret 1998).
2.
Herman Hendrawan (mahasiswa Unair, hilang setelah
konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998).
3.
Suyat (aktivis SMID. Dia hilang di Solo
pada 12 Februari 1998)
4.
Wiji
Thukul (penyair,
aktivis JAKER. Dia hilang diJakarta
pada 10 Januari 1998).
5.
Yani Afri (sopir, pendukung PDI Megawati, ikut
koalisi Mega Bintang dalam Pemilu 1997, sempat ditahan di Makodim Jakarta
Utara. Dia hilang di Jakarta pada 26 april 1997)
6.
Sonny (sopir, teman Yani Afri, pendukung PDI
Megawati. Hilang diJakarta pada 26 April 1997)
7.
Dedi Hamdun (pengusaha, aktif di PPP dan dalam
kampanye 1997 Mega-Bintang. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997)
8.
Noval Al Katiri (pengusaha, teman Deddy Hamdun,
aktivis PPP. Dia hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997)
9.
Ismail
(sopir Deddy Hamdun. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997)
10. Ucok Mundandar Siahaan (mahasiswa Perbanas, diculik saat
kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta)
11. Hendra Hambali (siswa SMU, raib saat kerusuhan di
Glodok, Jakarta, 15 Mei 1998)
12. Yadin Muhidin (alumnus Sekolah Pelayaran, sempat
ditahan Polres Jakarta Utara. Dia hilang di Jakarta pada 14 Mei 1998)
13. Abdun Nasser (kontraktor, hilang saat kerusuhan 14
Mei 1998, Jakarta)
Dari daftar nama di
atas, banyak sekali aktivis yang diculik atau hilang dari masyarakat. Aktivis
tersebut hilang karena dianggap berbahaya bagi penguasa saat itu. Jadi kutipan
di atas lahir karena adanya kejadian penculikan pada beberapa aktivis yang
dianggap berbahaya bagi para penguasa.
Kutipan 9
BAPAK (Membayangkan ada di salah satu sudut meja)
Ini ada meja. Yang di sini berkata: “Tidak usah
diragukan lagi, orang ini sangat berbahaya. Dia terlalu pintar bicara. Persis
seperti tukang obat. Tapi dia tidak menjual obat. Dia menjual ideology. Sangat
berbahaya. Dia pandai menggalang massa. Dialah yang membagi-bagikan tugas.
Siapa bikin demonstrasi. Siapa bikin selebaran. Semua orang percaya padanya.
Termasuk para pemberi dana. Orang seperti ini yang harus diambil. Bukan yang
teriak-teriak pakai corong.” Lantas…. (halaman 16)
Kutipan di atas
menjelaskan tentang kisah orang yang diculik karena memiliki pemikiran yang
bagus demi kebaikan negara. Pemikiran-pemikiran ini dianggap berbahaya bagi
penguasa negara saat itu. Biasanya orang yang memiliki pemikiran-pemikiran
bagus dianggap berbahaya dan harus ditangkap. Hal itulah yang melatarbelakangi
penculikan terhadap para aktivis.
Penculikan aktivis 1997/1998 adalah peristiwa penghilangan orang secara
paksa atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi yang terjadi menjelang
pelaksanaanPemilihan Umum (Pemilu)
tahun 1997 dan Sidang
Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998. Peristiwa penculikan
ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu Mei 1997, dalam
waktu dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, sembilan di antara mereka
yang diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul kembali.
Beberapa di antara mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman mereka.
Tapi tak satu pun dari mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga
muncul. Jadi kutipan di atas lahir dari latar belakang sejarah
penculikan aktifis tahun 1997/1998.
Kutipan 10
IBU
Ya biarlah, namanya juga anak muda. Apa dia harus
pakai kaos anti Orde Baru setiap hari. Kan ya ganti-ganti. (halaman 21)
Kutipan di atas lahir dari
latar belakang sejarah yang terjadi pada masa pemerintahan Soeharto. Pada masa
itu saat terjadi krisis, banyak sekali aktivis mahasiswa yang menolak Orde Baru
yang penuh dengan korupsi. Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru
menggantikan Orde
Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir
dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh
Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru
berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang
pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela
di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga
semakin melebar. Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan
ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis
finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam
50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang
semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi
meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang
awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah
gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk
masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi
presiden ketiga Indonesia.
Kutipan di
atas lahir karena banyaknya pihak yang menyatakan dirinya anti terhadap Orde
Baru. Kutipan di atas menceritakan tokoh Satria sebagai aktivis yang menolak
Orde Baru. Banyaknya yang anti terhadap Orde Baru karena banyaknya rakyat yang
tidak sejahtera. Jadi kutpan di atas lahir karena adanya berbagai masa atau
aktivis yang anti terhadap Orde Baru.
Kutipan 11
IBU
Kenapa ada orang begitu takut pada pikiran,
sampai-sampai harus menculik dan membunuh pemilik pikiran itu.
BAPAK
Pikiran yang bebas sejak dahulu selalu dianggap
berbahaya oleh negara. (halaman 23)
Kutipan di atas lahir
karena adanya penculikan terhadap aktivis. Aktivis biasanya adalah orang yang
suka berpikir kritis. Pada saat Orde baru terjadi banyak kegagalan pemerintahan
yang membuat kerusuhan. Banyak sekali aktivis yang mempunyai pemikian bagus
tapi malah dijadikan korban terror, penculikan, pembunuhan atau penembakan
secara misterius. Banyak sekali kekurangan Orde Baru seperti: kritik dibungkam dan oposisi
diharamkan, kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan
majalah yang dibredel, penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara
lain dengan program “Penembakan Misterius”, tidak ada rencana suksesi
(penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya), menurunnya kualitas
birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini
kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara
pasti hancur, menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk
berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
Kekurangan-kekurangan
di atas melatarbelakangi para pemikir kritis lahir. Namun pemikir-pemikir itu
malah dianggap berbahaya bagi penguasa saat itu. Jadi kutipan drama di atas
lahir dari latar belakang sejarah yang terjadi saat itu.
Kutipan 12
IBU
Politik itu sejarahnya tidak ada yang beres.
Orang-orang diciduk, orang-orang disembelih, orang-orang dipenjara dan dibuang
tanpa pengadilan. Aku masih ingat semua kisah sedih yang tidak bisa diucapkan
itu. Keluarga yang kehilangan bapaknya, anak yang kehilangan ibunya, istri yang
kehilangan suaminya. Mereka tidak mengucapkan apa-apa. Tidak bisa mengucapkan
apa-apa. Tertindas. Keplenet. Tidak pernah ngomong karena takut salah. Padahal
tentu saja tidak ada yang lebih terluka, tersayat dan teriris selain kehilangan
orang-orang yang tercinta dalam pembantaian. Orang-orang diperkosa demi
politik, orang-orang dibakar, harta bendanya dijarah, bagaimana orang bisa
hidup dengan tenang? Hanya politik yang bisa membuat orang membunuh atas nama
agama. Mana ada agama membenarkan pembunuhan. Apakah ini tidak terlalu
berbahaya? Politik hanya peduli dengan manusia. Apalagi hati manusia. Apakah
kamu bisa membayangkan pak, luka di setiap keluarga itu? (halaman 29-30)
Kutipan di atas lahir
karena banyaknya kejadian-kejadian politik yang ada di Indonesia dipenuhi
dengan kekerasan dan ketidakadilan para penguasa. Indonesia merdeka tahun 1945
setelah dijajah oleh Jepang. Dalam penjajahan rakyat disiksa dan banyak yang
dibunuh. Kemudian Orde Lama diakhiri dengan pertumpahan darah. Penumpasan PKI
saat itu merupakan pembunuhan besar-besaran secara sadis bahkan sangat
mengerikan. Itu semua demi politik. Selanjutnya Orde Baru selama tiga puluh
tahun juga diakhiri dengan penculikan dan pembunuhan aktivis.
Dari semua masalah itu
tampaklah bahwa politik dipandang selalu tidak beres. Tokoh ibu dalam kutipan
di atas menyatakan bahwa politik selalu tidak beres karena selalu penuh
kekerasan dan kekejian terhadap manusia itu sendiri. Dalam politik banyak
manusia-manusia yang tidak berperikamanusiaan. Jadi kutipan drama di atas lahir
karena adanya anggapan masyarakat mengenai politik yang selalu tidak beres dalam sejarahnya.
Kutipan 13
BAPAK (Meninggalkan Ibu)
Sudah setahun lebih.
Me-nga-pa-ka-u-cu-lik-a-nak-ka-mi. mengapa kau culik anak kami? Ini pertanyaan
yang tidak akan bisa dijawab. Apa bisa pertanyaan ini dijawab oleh seseorang
yang merasa memberi perintah menculiknya? Apa bisa seseorang mengakuinya dengan
jujur: “ Aku perintahkan agar mereka diculik, karena mereka berani-beraninya
menggugat kekuasaanku. Mereka itu kurang ajar!” bisakah, bisakah seseorang yang
berkuasa mengakui keangkuhannya? (halaman 31)
Kutipan di atas lahir
karena banyaknya penculikan terhadap aktivis. Penculikan terhadap aktivis
dilakukan pada tahun 1997/1998 sehingga jika dihitung dengan kemunculan naskah
drama tersebut waktunya terhitung sudah satu tahun. Dalam kurun waktu tersebut
bahkan sampai sekarang masih ada 13 orang aktivis yang belum ditemukan. Aktivis
itu diculik dan tidak dilepaskan atau malah dibunuh. Dialog tokoh bapak pada
drama di atas menceritakan sedihnya keluarga orang yang diculik dan belum kembali.
Kesedihan itu membuat keluarga atau orang yang menyayangi orang yang diculik
menggugat penguasa saat itu.
Dari
penculikan aktivis pada tahun 1997/1998 menyebabkan banyak orang hilang. Kasus tersebut diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasar UU No 26/2000 Tentang
Pengadilan HAM dan hasilnya telah diserahkan ke Jaksa Agung pada 2006. Tim penyelidik
Komnas HAM untuk kasus penghilangan orang secara paksa ini bekerja sejak 1 Oktober 2005 hingga 30 Oktober 2006. Adapun jumlah korban
atas penghilangan orang tersebut adalah 1 orang terbunuh, 11 orang disiksa, 12
orang dianiaya, 23 orang dihilangkan secara paksa, dan 19 orang dirampas
kemerdekaan fisiknya secara sewenang-wenang.
Abdul Hakim Garuda Nusantara (Ketua Komnas
HAM pada 2006) meminta agar hasil penyelidikan yang didapat dapat dilanjutkan
oleh Kejaksaan Agung untuk membentuk tim penyidik, karena telah didapat bukti
permulaan yang cukup untuk menyimpulkan terjadinya kejahatan terhadap
kemanusiaan. Sementara itu, asisten tim ad hoc penyidik peristiwa penghilangan
orang secara paksa pada 1997-1998, Lamria, menyatakan ada beberapa orang dari
13 aktivis yang masih dinyatakan hilang tersebut diketahui pernah berada di Pos
Komando Taktis (Poskotis) Kopassus yang terletak di Cijantung, Jakarta.
Komnas HAM menyimpulkan ada bukti
permulaan pelanggaran HAM berat dalam kasus penghilangan orang secara paksa
selama 1997-1998. Kesimpulan ini didasarkan penyelidikan dan kesaksian 58
korban dan warga masyarakat, 18 anggota dan purnawirawan Polri, serta seorang
purnawirawan TNI.
Pada 22 Desember 2006 Komnas HAM meminta DPR agar mendesak
Presiden mengerahkan dan memobilisasi semua aparat penegak hukum untuk
menuntaskan persoalan. Ketua DPR Agung
Laksono pada 7 Februari 2007 juga meminta Presiden Yudhoyono
memerintahkan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh melakukan penyelidikan dan penyidikan
berdasarkan temuan Komnas HAM untuk menuntaskan kasus penculikan 13 aktivis.
Akhirnya
ditemukan sebuah tim yang dinamakan tim mawar. Tim Mawar adalah sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Darat. Tim ini adalah dalang dalam operasi penculikan para aktivis
politik pro-demokrasi.
Kasus penculikan ini menyeret 11 anggota
tim mawar ke pengadilan Mahmilti II pada bulan April 1999. Saat itu Mahmilti
II Jakarta yang diketuai Kolonel
CHK Susanto memutus perkara
nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999 yang memvonis Mayor Inf Bambang
Kristiono (Komandan Tim Mawar) 22 bulan penjara dan memecatnya sebagai anggota
TNI.Pengadilan juga memvonis Kapten Inf Fausani Syahrial (FS)
Multhazar (Wakil Komandan Tim Mawar), Kapten Inf Nugroho Sulistiyo Budi, Kapten
Inf Yulius Selvanus dan Kapten Inf Untung Budi Harto, masing-masing 20 bulan
penjara dan memecat mereka sebagai anggota TNI.
Sedangkan, 6 prajurit lainnya dihukum
penjara tetapi tidak dikenai sanksi pemecatan sebagai anggota TNI. Mereka itu adalah
Kapten Inf Dadang Hendra Yuda, Kapten Inf Djaka Budi Utama, Kapten Inf Fauka
Noor Farid masing-masing dipenjara 1 tahun 4 bulan. Sementara Serka Sunaryo,
Serka Sigit Sugianto dan Sertu Sukadi hanya dikenai hukuman penjara 1 tahun.
Menurut pengakuan, Komandan Tim Mawar, Mayor Bambang Kristiono di sidang
Mahkamah Militer, seluruh kegiatan penculikan aktivis itu dilaporkan kepada
komandan grupnya, yakni Kolonel Chairawan, tetapi sang komandan tidak pernah
diajukan ke pengadilan sehingga tidak bisa dikonfirmasi.
Kemudian
keadaan tahun 2007 keenam prajurit
yang dipecat mengajukan banding, sehingga sanksi pemecatan belum bisa dikenakan
atas mereka. Sementara itu mereka tetap meniti karier di TNI dan meduduki
beberapa posisi penting, rincianya sbb:
1.
Bambang
Kristiono: dipecat
2.
Fausani
Syahrial Multhazar: pada tahun 2007 menjabat Dandim Jepara
dengan Pangkat Letnan Kolonel.
3.
Nugroho
Sulistyo Budi:
4.
Untung
Budi Harto: tahun 2007 menjabat Dandim Ambon dengan pangkat Letnan
Kolonel.
5.
Dadang
Hendra Yuda: pada September 2006 menjabat Dandim Pacitan dengan pangkat Letnan
Kolonel.
6.
Jaka
Budi Utama: pada tahun 2007 menjabat Komandan Batalyon 115/Macan Lauser
7.
Sauka
Nur Chalid
8.
Sunaryo
9.
Sigit
Sugianto
10. Sukardi
Sedangkan Kolonel Infantri Chairawan
dipromosikan menjadi Danrem 011 Lilawangsa. Kabar terakhir dari Mayjen
Muchdi PR adalah kemunculanya dalam sidang pembunuhan aktifis HAM Munir untuk dimintai keterangan mengenai
keterlibatan dirinya maupun BIN dalam pembunuhan tersebut. Muchdi PR
adalah mantan Deputi V BIN pada saat Munir terbunuh.
Ketika kasus ini kembali
mencuat, Panglima TNI menyatakan bahwa dari hanya satu dari enam tentara yang
dipecat yang telah benar-benar dipecat yaitu Mayor (inf) Bambang Kristiono.
Lima tentara yang lain dinyatakan terbebas dari hukuman pemecatan, dan hukuman
penjaranya pun dikurangi. Hal itulah yang
menyebabkan banyaknya rakyat merasa tidak adil karena perlakuan para penguasa
yang semena-mena. Jadi lahirnya kutipan di atas dilatarbelakangi oleh adanya
penculikan aktivis yang tidak pernah kembali dan penculikan itu ternyata dilakukan
oleh pihak-pihak penguasa.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penelitian
tentang struktural genetik pada naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma ini,
diperoleh hasil mengenai latar belakang pengarang dan latar belakang sosial
budaya atau sejarah yang membuat naskah tersebut lahir. Latar belakang
pengarang yang ditampakkan adalah latar belakang Seno Gumira Ajidarma sendiri
dan sedikit membahas ibu dan ayahnya. Kemudian latar belakang sosial budaya
atau sejarah yang ditampakkan adalah peristiwa penumpasan PKI dan lengsernya
Orde Baru serta penculikan para aktivis tahun 1997/1998.
B.
Saran
Saran yang dapat
penulis berikan pada pembaca sebagai berikut:
1. Bacalah suatu karya sastra dengan seksama dan
ketahuilah makna secara mendalam.
2. Hendaknya setiap manusia bisa belajar mengenai
sejarah agar kejadian yang sama tidak terulang lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Endaswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publising Service)
Nurhayati. 2012. Pengantar Ringkas Teori Sastra. Yokyakarta:
Media Perkasa
Tri Widyahening, Evy,
dkk. 2012. Kajian Drama: Teori dan
Implementasi. Surakarta: Yuma Media
No comments:
Post a Comment
“Terima kasih sudah membaca blog saya, silahkan tinggalkan komentar”