Wednesday, 25 November 2015

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK DRAMA MENGAPA KAU CULIK ANAK KAMI? KARYA SENO GUMIRA AJI DARMA



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan seni dalam wujud kata-kata. Dalam setiap karya sastra memiliki suatu makna atau amanat yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Sebuah karya sastra timbul dari berbagai macam hal yang melatarbelakangi karya itu lahir. Banyak aspek yang mungkin menjadi penyebab sebuah karya sastra lahir.
Karya sastra tidak sekadar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan dapat merupakan cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat karya dilahirkan. Fakta kemanusiaan merupakan subyek kolektif atau individu dalam situasi tertentu yang merupakan kreasi untuk memodifikasi situasi yang ada agar cocok dengan aspirasinya. Dalam hal ini manusia memiliki kecenderungan untuk berperilaku alami karena harus menyesuaikan dengan alam dan lingkunganya. Untuk memahami hal tersebut, peneliti dapat mengkaji suatu karya sastra menggunakan pendekatan strukturalisme genetik. Oleh karena itu, penulis akan mengkaji naskah drama yang berjudul Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma menggunakan pendekatan strukturalisme genetik.


B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dibahas di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      bagaimanakah latar belakang pengarang drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma?
2.      bagaimanakah latar belakang sosial budaya atau sejarah pada drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma?
1
 
C.     Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian strukturalisme genetik pada naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui latar belakang pengarang yang membuat drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma lahir.
2.      Untuk mengetahui latar belakang sosial budaya atau sejarah yang mendorong drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma lahir.
Selain itu, penelitian strukturalisme ini juga memiliki kegunaan atau manfaat sebagai berikut:
1.      Menambah pengetahuan pembaca tentang latar belakang pengarang yang membuat drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma lahir.
2.      Menambah pengetahuan pembaca tentang latar belakang sosial budaya atau sejarah yang mendorong drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma lahir.

D.    Sistematika
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan dan Kegunaan Penelitian
D.     Sistematika
BAB II KAJIAN TEORIS
A.     Pengertian Drama
B.     Pengertian Strukturalisme Genetik
C.     Sasaran: Memahami Pandangan Dunia
BAB III METODE PENELITIAN
A.     Objek Penelitan
B.     Fokus Penelitian
C.     Sumber Penelitian
D.     Instrumen Penelitian
E.      Teknik Pengumpulan Data
F.      Teknik Analisis Data
G.     Teknik Pemaparan Hasil Analisis
BAB IV PEMBAHASAN
A.     Penyajian Data
B.     Pembahasan Data
BAB V PENUTUP
A.     Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN




BAB II
KAJIAN TEORITIS

A.     Pengertian Drama
Istilah drama dan teater dipinjam dari khazanah kebudayaan Barat, khususnya dari tradisi bersastra Yunani. Mulanya, baik drama maupun teater, muncul dari rangkaian upacara keagamaan yaitu suatu ritual pemujaan terhadap dewa. Istilah drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi (Waluyo, 2003: 2). Pengertian drama lebih dihubungkan dengan karya sastra atau biasanya disebut dengan naskah lakon (Riantiarno, 2003: 8). Istilah teater berasal dari kata theatron yang berarti takjub melihat atau memandang (Budiman, 2002: 99). Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah sandiwara. Istilah ini diambil dari bahasa Jawa yaitu sandi yang berarti rahasia dan wara yang berarti pembeberan, pewartaan, atau pelajaran.
Drama merupakan karya sastra yang tidak terlepas dari naskah. Jadi, naskah merupakan karangan yang masih asli ditulis tangan atau diketik secara manual: karangan seseorang yang dianggap sebagai karya asli: bahan-bahan berita yang siap diedit dan diberitakan. Menurut Wiyanto (2007: 31) mengemukakan yang dimaksud dengan naskah adalah karangan yang berisi cerita atau lakon. Dalam naskah tersebut termuat nama-nama tokoh dalam cerita, dialog yang diucapkan oleh para tokoh, dan keadaan panggung yang diperlukan.

B.     Pengertian Struktural Genetik
4
Memang diakui, bahwa strukturalisme genetik muncul sebagai reaksi atas “strukturalisme murni” yang mengabaikan latar belakang sejarah dan latar belakang sastra yang lain. Hal ini diakui pertama kali oleh Juhl (Teeuw, 1988: 173) bahwa penafsiran model strukturalis murni atau strukturalisme klasik kurang berhasil. Karena, pemaknaan teks sastra yang mengabaikan pengarang sebagai pemberi makna akan berbahaya karena penafsiran tersebut akan mengorbankan ciri khas, kepribadian, cita-cita, dan juga norma-norma yang dipegang teguh oleh pengarang tersebut dalam kultur sosial tertentu. Secara gradual, dapat dikatakan bahwa jika penafsiran teks sastra itu menghilangkan pengarang dengan segala eksistensinya di dalam jajaran signifikansi penafsiran, maka obyektifitas suatu penafsiran sebuah karya sastra akan diragukan lagi karena memberi kemungkinan lebih besar terhadap campur tangan pembaca di dalam penafsiran karya sastra.
Penelitian srtukturalisme genetik semula dikembangkan di perancis atas jasa Lucien Goldmann. Dalam beberapa analisis novel, Goldman selalu menekankan latar belakang sejarah. Karya sastra, di samping memiliki unsur otonom juga tidak bisa lepas dari unsur ekstrinsik. Teks sastra sekaligus mereprentasikan kenyataan sejarah yang mengkandisikan munculnya karya sastra. Bagi dia, studi strukturalisme genetik memiliki dua kerangka besar. Pertama, hubungan antara makna suatu unsur dengan unsur lainya dalam suatu karya sastra yang sama, dan kedua hubungan tersebut membentuk suatu jaring yang saling mengikat. Karena itu, seorang pengarang tidak mungkin mempunyai pandangan sendiri. Pada dasarnya, pengarang akan menyarankan suatu pandangan dunia suatu kolektif. Dan, pandangan tersebut juga bukan realitas, melainkan sebuah refleksi yang diungkapkan secara imajinatif.
Selanjutnya George Lukacs juga ikut mengembangkan penilitian serupa dengan paham marxis. Menurut dia, karya sastra merupakan refleksi individu dan masyarakat yang tidak bebas kelas. Individu dan masyarakat adalah pendukung kelas-kelas tertentu dalam masyrakat. Individu tidak berdiri sendiri, melainkan sebagai anggota masyarakat yang akan dipantulkan lewat karya sastra.
Penelitian strukturalisme genetik, memandang karya sastra dari dua sudut yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Studi diawali dari kajian unsur intrinsic (kesatuan dan koherensinya) sebagai data dasarnya. Selanjutnya penelitian akan menghubungkan berbagai unsur dengan realitas masyarakatnya. Karya dipandan sebagai sebuah refleksi zaman, yang dapat mengungkapkan aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa penting dari zamanya akan dihubungkan langsung dengan unsur-unsur intrinsik karya sastra.
Metode yang digunakan, dapat mengadopsi tawaran Albrecht (Faruk, 1988:65) yaitu: (1) metode “sosial historis”, meliputi tipe deskriptif murni mengenai sejarah sosial dan tipe analitik yang diterapkan pada seni (sastra); (2) metode etnografi, terutama kaitanya dengan “partisipasi observasi”, dan (3) metode statistik. Metode (1) dan (2) biasanya lebih banyak dipilih peneliti strukturalisme genetik, terutama untuk mengungkap sejarah dan asal-usul terjadinya teks sastra. Sedangkan metode (3) banyak dimanfaatkan oleh peneliti resepsi sastra, seperti yang dilakukan Segers.

C.     Sasaran: Memahami Pandangan Dunia
Menurut Goldmann, karya sastra sebagai struktur bermakna itu akan mewakili pandangan dunia (vision du monde) penulis, tidak sebagai individu melainkan sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa strukturalisme genetik merupakan penelitian sastra yang menghubungkan antara struktur sastra dengan struktur masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi yang diekspresikanya. Oleh karena itu, karya sastra tidak akan dapat dipahami secara utuh jika totalitas kehidupan masyarakat yang melahirkan teks sastra diabaikan begitu saja. Pengabaian unsure masyarakat berarti penelitian sastra menjadi pincang.
Pandangan dunia, yang bagi Goldmann selalu terbayang dalan karya sastra agung, adalah abstraksi (bukan fakta empiris yang memiliki eksistensi obyektif). Abstraksi itu akan mencapai bentuknya yang kongkret dalam sastra. Oleh karena pandangan dunia itu suatu bentuk kesadaran kolektif yang mewakili identitas kolektifnya, maka dia secara sahih dapat mewakili kelas sosialnya. Pandangan inilah yang menentukan struktur suatu karya sastra. Oleh karena itu, karya sastra dapat dipahami asalnya dan terjadinya (unsur genetiknya) dari latar belakang sosial tertentu. Keterikatan pandangan dunia penulis dengan ruang dan waktu tertentu tersebut, bagi Goldmann merupakan hubungan genetik, karena disebut strukturalisme genetik. Dalam kaitan ini, karya sastra harus dipandang dari asalnya dan kejadianya.
Atas dasar hal-hal tersebut, Goldmann (Junus, 1986:26) memberikan rumusan penelitian strukturalisme genetik ke dalam tiga hal, yaitu: (1) penelitian terhadap karya sastra seharusnya dilihat sebagai suatu kesatuan; (2) karya sastra yang diteliti mestinya karya yang bernilai sastra yaitu karya yang mengandung tegangan (tension) antara keragaman dan kesatuan dalam suatu keseluruhan (a coherent whole); (3) jika kesatuan telah ditemukan, kemudian dianalisis dalam hubunganya dengan latar belakang sosial. Sifat hubungan tersebut: (a) yang berhubungan latar belakang sosial adalah unsur kesatuan, (b) latar belakang yang dimaksud adalah pandangan dunia suatu kelompok sosial yang dilahirkan oleh pengarang sehingga hal tersebut dapat dikonkretkan.
Untuk sampai pada world view yang merupakan pandangan dunia pengarang memang bukan pekerjaan mudah. Karena itu, Goldmann mengisyaratkan bahwa penelitian bukan terletak pada analisis isi, malainkan lebih pada struktur cerita. Dari struktur cerita itu kemudian dicari jaringan yang membentuk kesatuanya. Penekanan pada struktur dengan mengabaikan isi sebenarnya merupakan suatu permasalahan tersendiri, karena hal tersebut dapat mengabaikan hakikat sastra yang mempunyai tradisi sendiri (Laurenson dan Swingeod, 1972).
Pandangan dunia, menurut Goldmann (Faruk, 1988: 74) merupakan istilah yang cocok bagi kompleks yang menyeluruh dari gagasan-gagasan, inspirasi-inspirasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan mempertanyakan dengan kelompok sosial lain. Pandangan dunia berkembang sebagai suatu hasil dari situasi sosial ekonimi yang dihadapi oleh subyek kolektif yang memilikinya. Dari pandangan ini tampak bahwa pandangan dunia merupakan sebuah sintesis akumulatif kehidupan yang sangat abstrak. “ia” akan menggerakkan aktifitas hidup dan besar pengaruhnya terhadap kehidupan sosial.
Pada bagian lain, Goldmann (1981:111) mengemukakan bahwa pandangan dunia merupakan perspektif yang koheren dan terpadu mengenai hubungan manusia dengan sesamanya dengan alam semesta. Hal ini menunjukkan bahwa pandangan dunia adalah sebuah kesadaran hakiki masyarakat dalam menghadapi kehidupan. Namun, dalam karya sastra, hal ini amat berbeda dengan keadaan nyata. Kesadaran tentang pandangan dunia ini adalah kesadaran mungkin, atau kesadaran yang telah ditafsirkan. Oleh karena itu, boleh dikatakan bahwa karya sastra sebenarnya merupakan ekspresi pandangan dunia yang imajiner.
Melalui pandangan dunia demikian, bukan tidak mungkin kalau karya sastra juga merefleksikan “nilai otentik” yang dianut dalam hidupnya. Nilai otentik adalah nilai-nilai yang tersirat dalam novel (karya), nilai yang mengorganisir sebuah mode dunia sebagai suatu totalitas (Goldmann, 1977:1-2). Nilai-nilai ini bersifat konseptual dan abstrak. Nilai-nilai ini kadang-kadang kea rah hal-hal yang positif dan negatif. Nilai yang positif tentu akan memiliki implikasi kea rah pandangan dunia yang positif (cerah), menyenangkan, dan penuh harapan. Sebaliknya, nilai otentik yang negatif akan memunculkan pandangan dunia negatif pula. Pandangan dunia ini, oleh Goldmann disebut pandangan dunia tragik. Pandangan dunia ini identik dengan wawasan filosofi fatalistik. Hanya saja, kalau pandangan dunia tragik kurang percaya atas kehadiran Tuhan, sedangkan fatalistik justru sebaliknya tetapi tidak mau berupaya apa pun.
Pandangan dunia tragik hadir pada saaat Goldmann membahas novel Hidden God, Tuhan Bersembunyi. Menurutnya, ada tiga elemen penting yaitu, mengenai Tuhan, manusia, dan dunia yang ketiganya saling berkaitan. Pandangan tragik terhadap tiga hal tersebut akan melahirkan dua pihak yang berbeda. Di satu pihak, mereka meyakini bahwa pemahaman dan pengakuan secara lengkap dan tepat menangani dunia baru yang diciptakan oleh individualisme yang rasionalistik beserta tuntutan-tuntutanya yang dianggap berharga dan secara ilmiah sahih. Di pihak lain terdapat penolakan total terhadap dunia tersebut sebagai satu-satunya dunia yang memungkinkan manusia hidup, bergerak, dan mempunyai eksistensi. Menurut Goldmann, kedua paham yang bertentangan itu akan selalu ada dan berlangsung terus dalam pandangan dunia tragik.
Pandangan yang berbau eksistensialis tersebut, seakan-akan mengelimir keberadaan Tuhan. Bagi penganut paham ini, Tuhan dianggap tidak memiliki peran dalam hidupnya. Padahal, dia sendiri sebenarnya mengakui bahwa Tuhan itu ada. Manusia seakan-akan mengetahui banyak tentang dunia, tahu keterbatasan dunia, dan sekaligus sering menolaknya. Manusia sering berada di dalamnya tetapi sambil menolaknya. Sikap dan kesadaran manusia demikian dinamakan berpandangan dunia tragik. Pandangan ini bersifat transendensi yang imanen dan imanensi yang transenden. Karena itu, tuntutanya sekaligus untuk “segalanya dan bukan apa-apa” dan ia secara total tidak peduli terhadap tingkat-tingkat dan usaha pendekatan, serta juga terhadap konsep yang mengandung gagasan mengenai relativitas. Berarti manusia demikian memiliki pengalaman ketuhanan bersifat mistis.
Hubungan manusia tragik dengan manusia lain, kadang-kadang bersikap paradoksal. Kadang-kadang dia membiarkan manusia lain yang akan menghancurkan dirinya, dan sebaliknya dia juga sering menerimanya sebagai kolektifnya. Hidup mereka selalu dibimbing melalui pemusatan-pemusatan atau konsentrasi batin yang penuh. Pada saat itu mereka secara sadar baru menemukan Tuhan yang ada tapi tak ada itu. Begitulah karya-karya sastra yang bermuatan pandangan dunia tragik, kadang-kadang bagi orang fanatik sering memerahkan telinga. Namun  demikian, hal itu fakta kemanusiaan yang sulit disangkal, karena manusia sering bersikap mencari terus-menerus terhadap Tuhan.
Tawaran Goldmann memang bukan tanpa kelemahan, karena dia hanya menyarankan agar strukturalisme genetik mengfokuskan pada karya sastra besar. Hal ini jelas mengabaikan karya sastra lain yang mungkin memiliki makna tersendiri. Hal ini penting diketengahkan, karena Goldmann sendiri dalam penelitiannya terhadap nouveau roman justru terjebak pada model positivisme. Padahal, penelitian serupa sebenarnya lebih cocok menggunakan paham naturalistik, sehingga apa saja yang ada dalam teks sastra sebenarnya masalah isi dalam teks sastra sebenarnya juga ihwal yang sulit diabaikan. Apalagi masalah world view, jelas sekali akan terkait dengan pesan dan atau isi teks.
Hipotesis Goldman yang mendasari penemuan world view adalah tiga hal yang masih perlu direnungkan bagi peneliti strukturalisme genetik, yakni:
1)      Semua perilaku manusia mengarah pada hubungan rasionalitas, maksudnya selalu berupa respon terhadap lingkunganya.
2)      Kelompok sosial mempunyai tendensi untuk menciptakan pola tertentu yang berbeda dengan pola yang sudah ada.
3)      Perilaku manusia adalah usaha yang dilakukan secara tetap menuju transendensi, yaitu aktifitas, transformasi, dan kualitas kegiatan dari semua aksi sosial dan sejarah.
Dari pandangan demikian, berarti strukturalisme genetik merupakan embrio penelitian sastra dari aspek sosial yang kelak disebut sosiologi sastra. Hanya saja, strukturalisme genetik tetap mengedepankan juga aspek struktur. Baik struktur dalam maupun struktur luar, tetap dianggap penting bagi pemahaman karya sastra. Jadi, sekurang-kurangnya penelitian strukturalisme genetik meliputi tiga hal, yaitu (1) aspek intrinsik teks sastra, (2) latar belakang pencipta, dan (3) latar belakang sosial budaya serta sejarah masyarakatnya. Jadi strukturalisme genetik juga mengedepankan aspek kesejarahan lahirnya karya sastra.
Subyek penelitian berupa karya besar, menurut Goldmann (1970:153) dimaksudkan untuk menjembatani fakta estetik. Fakta estetik dibaginya menjadi dua tataran hubungan yang meliputi: (a) hubungan antara pandangan dunia sebagai suatu realitas yang dan alam ciptaan pengarang, (b) hubungan alam ciptaan dengan alat sastra tertentu seperti diksi, sintaksis, plot, gaya bahasa yang merupakan hubungan struktur cerita dipergunakan pengarang dalam ciptaanya. Namun, syarat subyek penelitian adalah karya besar, karena harus memenuhu konsep unity (kesatuan) dan complexity (keragaman), sebenarnya dapat diabaikan. Karena, istilah sastra besar sebenarnya sangat relatif. Sastra besar hanya mampu menjadi “besar” ketika telah diteliti banyak ahli. Itulah sebabnya, untuk sementara sastra besar bisa dimodifikasi ke arah karya sastra yang berbobot saja. Karya sastra berbobot lebih netral dan tidak mengesampingkan karya-karya sastra hiburan. Karena itu, kalau Junus (1986) telah mencoba menyebut karya besar di Indonesia berjudul Belenggu, Jalan Tak Ada Ujung, Telegram, dan Ziarah sebenarnya masih bersifat sementara. Karya-karya lain pun boleh jadi termasuk dan menarik diteliti melalui studi strukturalisme genetik.
Sebenarnya, baik obyek penelitian ke arah karya besar maupun karya biasa, yang penting strukturalisme genetik mampu mengungkap fakta kemanusiaan. Fakta ini, memiliki struktur yang bermakna, karena merupakan pantulan respon-respon subyek kolektif dan individual dalam masyarakat. Subyek tersebut selalu berinteraksi dalam masyarakat untuk melangsungkan hidupnya. Dari sini pula akan muncul upaya-upaya manusia untuk menyeimbangkan kehidupan manusia dengan alam semesta.





BAB III
METODE PENELITIAN

A.     Objek Penelitian
Pada penelitian ini akan dilakukan analisis struktural genetik pada naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma. Strukturalisme genetik yang meliputi tiga hal, yaitu (1) aspek intrinsik teks sastra, (2) latar belakang pengarang, dan (3) latar belakang sosial budaya serta sejarah masyarakatnya.

B.     Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada analisis struktural genetik pada naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma yang meliputi dua hal, yaitu (1) latar belakang pencipta, dan (2) latar belakang sosial budaya serta sejarah masyarakatnya. Jadi penelitian ini akan difokuskan pada latar belakang pengarang dan latar belakang sosial budaya atau sejarah yang menjadi sebab naskah tersebut lahir.

C.     Sumber Penelitian
Sumber penelitian ini adalah naskah drama yang berjudul Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma. Naskah ini diunduh dari http://banknaskah-fs.blogspot.com/. Naskah tersebut merupakan naskah yang diketik ulang oleh Leebirkin dari buku “Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Aji Darma (SGA). Diterbitkan oleh Galang Press, Yogyakarta pada tahun 2001. Hak cipta milik SGA dan Galang Press. Naskah drama tersebut berjumlah 32 halaman dengan ukuran kertas A4 spasi 1,5. Naskah tersebut diketik di Jakarta pada tanggal 13 Maret 1999.


 

D.    Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah, hasil lebih baik, dalam arti lebih lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2010: 203). Instrument yang dipakai dalam penelitian ini adalah kertas pencatat data dan alat tulis. Kertas pencatat data dan alatt tulis digunakan untuk mengumpulkan data yang berupa kutipan-kutipan naskah drama yang akan dianalisis dengan kajian strukturalisme genetik.

E.     Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan studi pustaka. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data antara lain:
1.      Mencari objek penelitian yang berupa drama yang berjudul Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma.
2.      Membaca kritis drama yang berjudul Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma.
3.      Mengidentifikasi atau mengelompokkan data sesuai dengan data konteks.
4.      Mencatat data-data yang diperoleh dalam buku atau kertas.
5.      Menganalisis data dengan analisis struktural genetic

F.      Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis isi. Adapun teknik analisis data sebagai berikut:
1.      Mengidentifikasi dan mengolah data sesuai dengan teori strukturalisme genetik.
2.      Menyajikan data dan melakukan pembahasan data
3.      Menganalisis data hasil penelitian
4.      Menyimpulkan hasil penelitian

G.    Teknik Pengumpulan Hasil Analisis
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Teknik yang digunakan untuk menyajikan data adalah teknik informal. Teknik informal adalah penyajian perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa tanpa menggunakan data dan lambing (Sudaryanto, 1993: 145). Jadi, teknik penyajian data dalam penelitian ini dipaparkan dengan kata-kata.



BAB IV
PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA

A.     Penyajian Data
1.      Latar Belakang Pengarang
Setelah membaca secara kritis naksah drama yang berjudul Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma, diperoleh data yang memiliki hubungan dengan latar belakang pengarang. Data tersebut sebagai berikut.
No
Kutipan
Halaman
1
IBU (Setelah jeda, meletakkan buku, berjalan ke jendela)
Waktu aku kecil, pembantu di rumah selalu bilang. Jangan keluar rumah kalau sudah gelap. “ada culik” katanya. “Awas ada culik den” katanya selalu. Aku selalu membayangkan yang disebut culik itu sebagai mahluk yang besar bertubuh hitam yang muncul dari kegelapan. Dengan mudahnya ia menenteng kita, menjepit kita diketiaknya. Katanya kita akan dibawa ke semak-semak, ke gerumbul pohon pisang. Di sana kita akan mengira diberi makan bakmi, padahal yang kita makan adalah cacing.
BAPAK
Yang kamu ceritakan tadi genderuwo, yang kita bicarakan ini manusia.
15
2
BAPAK
Orang terakhir yang melihat dia bilang, waktu itu dia pakai kaos oblong.
IBU
Iya, itu kaos Hard Rock Café yang dikirim Yanti dari New York.
BAPAK
Aktivis kok kaosnya Hard Rock Café.
21
3
IBU
15
Kalau satria bisa bertahan, kenapa aku ibunya tidak? Tapi aku merasa seolah-olah ia masih berada di sini. Aku masih selalu menyiapkan sarapannya setiap hari, siapa tahu dia pulang. Kamu tahu pak, dia selalu sarapan roti, pakai telur isi ceplok setengah matang dilapisi beef bacon yang kalau dia iris lantas kuningnya meleler memenuhi piringnya. Lantas ia sapu dengan rotinya itu. Minum kopi susu. Hampir tidak pernah bosan ia dengan telur. Tapi tidak pernah ia jerawatan pak. Tahun belakangan ia sering tidak pulang, tapi paling lama juga dua- tiga hari, itu pun selalu menelpon ke rumah. Sibuk rapat katanya. Atau demo ini-itu. Aku selalu menyediakan vitamin karena tubuhnya kurus begitu. Tapi semangatnya itu pak, kalau sudah ngomong, waduh, matanya berapi-api. Aku tahu dia bisa bertahan dalam penderitaan.
23
4
BAPAK
Apa yang mau diakuinya? Dia tidak bisa mengakui hal-hal yang tidak pernah dilakukan selanjutnya. Kita kan tahu Satria itu ngeyelan. Jangan-jangan dia nantang minta disetrum lagi.
24
5
IBU
Apa orang-orang itu tidak punya seorang ibu yang setidak-tidaknya pernah mengenalkan kasih saying, kelembutan, cinta. setidak-tidaknya orang-orang itu kan bisa berpikir ada keluarga yang kehilangan, ibu yang mencari….
26
6
IBU
Memang anak mami! Cerita macam-macam hal sambil tiduran. Impian-impiannya, harapan-hrapannya, kekecewaannya, kepahitannya. Dia memang peduli sekali dengan politik. Aku sendiri nggak suka ngerti omongannya. Aku pernah bilang, hati-hati dengan politik. Kubilang “kamu datang dengan pikiran-pikiran hebat, tapi orang bisa menyambut kamu dengan pikiran ingin menyembelih. Dia bilang “politik yang dewasa tidak begitu bu. Setiap orang harus mau mendengar pikiran orang lain. “aku bilang lagi, “pokoknya hati-hati, di negeri ini politik selalu ebrarti kekerasan, bukan pemikiran.”
27
7
IBU
Justru pendidikan itu digunakan untuk mengibuli orang. Pendidikan terror saja ada. Bukan untuk meneror sorang saja, tapi juga untuk masyarakat. Itu juga hasil pendidikan lho. Pendidikan luar negeri malah. Dan tidak sembarang orang bisa mengendalikan masyarakat sesuai dengan tujuan terornya. Jadi pendidikan bukan jaminan, pak.
30
8
IBU (Masih menangis)
Sudah setahun lebih. Setiap malam aku berdoa mengharapkan keselamatan Satria; hidup atau mati. Aku hanya ingin kejelasan. Kalau satria sudah meninggal, aku tahu dia dibunuh karena pendiriannya. Apapun pendiriannya, dia mati terhormat. Aku bangga kepadanya. Tapi kalau memang dia begitu membanggakan, mengapa harus diculik, mengapa harus disekap begitu lama sehingga sampai sekarang belum kembali? Mengapa? Mengapa? Mengapa kau culik anak kami?
31

2.      Latar Belakang Sosial Budaya atau Sejarah
Setelah membaca secara kritis naksah drama yang berjudul Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma, diperoleh data yang memiliki hubungan dengan latar belakang sosial budaya atau sejarah. Data tersebut sebagai berikut.
No
Kutipan
Halaman
1
IBU (Melihat sampul belakang)
Apa ya katanya?
(Membaca)
Buku ini perlu dibaca penduduk Negara-negara yang akan hancur, karena dalam masyarakat seperti itu kendali hukum sangat mengendor, tatanan nilai kabur, sehingga melahirkan anarki. Setiap orang berbuat seenak perutnya sendiri dan memaksakan kehendaknya dengan teror . itulah gunanya buku ini: Cara Melawan Teror. Perlu dibaca oleh mahasiswa, aktifis, wartawan, penasehat hukum dan berbagai profesi yang rawan terror. Buku ini juga berguna bagi siapa saja yang merasa perlu lebih siap melawan teror.
2
2
BAPAK
Aku belum ingat apa yang ada hubungannya dengan kita. Tapi kalau mendengar kata itu, aku jadi ingat apa yang terjadi pada zaman geger-gegeran dulu itu.
6
3
IBU (Berdiri, berjalan ke jendela)
Sebetulnya tidak. Semuanya jelas. Siapa yang bisa melupakannya? Aku masih kecil waktu itu. Malam-malam semua orang berkumpul. Mereka membawa golok, clurit, pentungan dan entah apa lagi. Mereka mengepung rumah itu selepas tengah malam. Mereka berteriak-teriak, karena yang dicarinya naik ke atas genteng. Orang itu lari dari atap satu ke atap lainnya seperti musang. Kadang-kadang dia jatuh, merosot. Orang-orang mengejarnya juga seperti nengejar musang. Aku masih inget suara gedebugan di atas genteng itu. Orang-orang mengejar dari gang ke gang, suaranya juga gedebukan. Mereka berteriak-teriak sambil mengacungkan parang. Orang itu lari. Terpeleset, hampir jatuh ke bawah, merayap lagi. Sampai semua tempat terkepung. Orang itu terkurung….
BAPAK
Sudahlah bu! Sudah lebih dari tiga puluh tahun.
6-7
4
IBU
Orang-orang itu menghabisinya seperti menghabisi seekor musang. Orang itu digorok seperti binatang. Ibu menutupi mataku. Tapi aku tidak bisa melupakan sinar matanya yang ketakutan. Aku masih ingat sinar mata orang-orang yang mengayunkan linggisnya dengan hati riang. Kok bisa? Kok bisa terjadi semua itu. Bagaimana perasaan anaknya mendengar jeritan bapaknya? Bagaimana perasaan istri mendengar jeritan suaminya? Bagaimana perasaan ibu mendengar jeritan anaknya? Apa bapak yakin setelah tiga puluh tahun lebih mereka bisa melupakannya? Mereka mungkin ingin lupa. Tapi apa bisa? Politik itu apa sih, kok pakai menyembelih orang segala?
7
5
BAPAK
Aku cuma ingat bagaimana orang-orang menjauh ketika semua itu menimpa kita. Orang yang malang malah dijauhi. Ada yang bilang. “Sorri aku baru menelpon sekarang, ini pun dari telepon umum, karena aku takut teleponku disadap, aku harap semuanya baik-baik saja. Sorry, aku takut, aku punya anak kecil soalnya” hmmmh. Saudara-saudara menjauhi semuanya. Takut, seperti kita ini punya penyakit sampar.
8
6
IBU
Begitu berkuasanya sehingga merasa berhak menguasai pikiran, dan sangat tersinggung kalau orang berpikir lain.
BAPAK
Sangat tersinggung.
IBU
Sangat tersinggung. Maka mengamuklah dengan pentungan, penangkapan, penculikan dan penganiayaan.
8
7
BAPAK
Di kali itulah, yang suatu ketika bisa betul-betul merah karena darah, mayat-mayat mengalir seperti sampah. Di kali itulah mayat teman-temannya pemain ludruk mengapung.
10
8
BAPAK
Mereka mempunyai daftar nama. Mereka menganalisis nama itu satu persatu. Barangkali dari setiap nama, mereka sudah mempunyai data yang lengkap. Nama, tanggal lahir, siapa orang tuanya, apa kegiatannya, organisasi apa yang dipimpinannya.
13
9
BAPAK (Membayangkan ada di salah satu sudut meja)
Ini ada meja. Yang di sini berkata: “Tidak usah diragukan lagi, orang ini sangat berbahaya. Dia terlalu pintar bicara. Persis seperti tukang obat. Tapi dia tidak menjual obat. Dia menjual ideology. Sangat berbahaya. Dia pandai menggalang massa. Dialah yang membagi-bagikan tugas. Siapa bikin demonstrasi. Siapa bikin selebaran. Semua orang percaya padanya. Termasuk para pemberi dana. Orang seperti ini yang harus diambil. Bukan yang teriak-teriak pakai corong.” Lantas….
16
10
IBU
Ya biarlah, namanya juga anak muda. Apa dia harus pakai kaos anti Orde Baru setiap hari. Kan ya ganti-ganti.
21
11
IBU
Kenapa ada orang begitu takut pada pikiran, sampai-sampai harus menculik dan membunuh pemilik pikiran itu.
BAPAK
Pikiran yang bebas sejak dahulu selalu dianggap berbahaya oleh Negara.
23
12
IBU
Politik itu sejarahnya tidak ada yang beres. Orang-orang diciduk, orang-orang disembelih, orang-orang dipenjara dan dibuang tanpa pengadilan. Aku masih ingat semua kisah sedih yang tidak bisa diucapkan itu. Keluarga yang kehilangan bapaknya, anak yang kehilangan ibunya, istri yang kehilangan suaminya. Mereka tidak mengucapkan apa-apa. Tidak bisa mengucapkan apa-apa. Tertindas. Keplenet. Tidak pernah ngomong karena takut salah. Padahal tentu saja tidak ada yang lebih terluka, tersayat dan teriris selain kehilangan orang-orang yang tercinta dalam pembantaian. Orang-orang diperkosa demi politik, orang-orang dibakar, harta bendanya dijarah, bagaimana orang bisa hidup dengan tenang? Hanya politik yang bisa membuat orang membunuh atas nama agama. Mana ada agama membenarkan pembunuhan. Apakah ini tidak terlalu berbahaya? Politik hanya peduli dengan manusia. Apalagi hati manusia. Apakah kamu bisa membayangkan pak, luka di setiap keluarga itu?
29-30
13
BAPAK (Meninggalkan Ibu)
Sudah setahun lebih. Me-nga-pa-ka-u-cu-lik-a-nak-ka-mi. mengapa kau culik anak kami? Ini pertanyaan yang tidak akan bisa dijawab. Apa bisa pertanyaan ini dijawab oleh seseorang yang merasa memberi perintah menculiknya? Apa bisa seseorang mengakuinya dengan jujur: “ Aku perintahkan agar mereka diculik, karena mereka berani-beraninya menggugat kekuasaanku. Mereka itu kurang ajar!” bisakah, bisakah seseorang yang berkuasa mengakui keangkuhannya?
31

B.     Pembahasan Data
  1. Latar Belakang Pengarang
Kutipan-kutipan dari data yang telah disajikan dapat dilihat latar belakang pengarang yang melatarbelakangi drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? lahir. Pembahasan dari masig-masing kutipan sebagai berikut.
Kutipan 1
IBU (Setelah jeda, meletakkan buku, berjalan ke jendela)
Waktu aku kecil, pembantu di rumah selalu bilang. Jangan keluar rumah kalau sudah gelap. “ada culik” katanya. “Awas ada culik den” katanya selalu. Aku selalu membayangkan yang disebut culik itu sebagai mahluk yang besar bertubuh hitam yang muncul dari kegelapan. Dengan mudahnya ia menenteng kita, menjepit kita diketiaknya. Katanya kita akan dibawa ke semak-semak, ke gerumbul pohon pisang. Di sana kita akan mengira diberi makan bakmi, padahal yang kita makan adalah cacing.
BAPAK
Yang kamu ceritakan tadi genderuwo, yang kita bicarakan ini manusia.
(halaman 15)

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa kehidupan Seno Gumira Ajidarma yang berada di Yogyakarta tergambar dari kutipan di atas. Walaupun Seno lahir di Boston, Amerika Serikat, dia hidup dan besar di Yogyakarta. Kebudayaan Jawa ditunjukkan dengan kata den yang biasanya merupakan singkatan dari panggilan raden atau raden ayu. Dari sana tampak bahwa latar belakang budaya Seno adalah budaya Jawa. Di Yogyakarta apabila ada orang yang dianggap lebih tinggi jabatannya biasanya dipanggil dengan panggilan tersebut. Seperti yang digambarkan melalui cerita tokoh ibu dari kutipan di atas bahwa pembantu tokoh ibu memanggilnya dengan panggilan den meskipun tokoh ibu waktu itu masih kecil.
Dalam kebudayaan Jawa terdapat strata atau tingkatan sosial yang masih melekat kuat. Orang yang lebih tua atau lebih tinggi jabatannya lebih dihormati. Orang-orang tersebut memiliki panggilan atau gelar tersendiri. Tidak hanya itu, mereka juga mendapatkan bahasa yang lebih santun atau yang sering disebut karma inggil. Tingkatan-tingkatan sosial tersebut masih dijaga erat oleh pemegang kebudayaan Jawa.
Dari kutipan di atas dapat dilihat pula bahwa mitos yang sering beredar di kalangan masyarakat Jawa juga diceritakan oleh Seno. Itu membuktikan bahwa latar belakang budaya Seno adalah budaya Jawa. Dalam masyarakat Jawa, anak kecil dilarang keluar rumah sore hari dan diberi nasehat dengan mitos adanya genderuwo yang akan menculiknya kemudian membawanya ke bawah ribunan pohon pisang. Genderuwo itu akan memberinya makanan yang berupa cacing. Cerita mitos itu dilakuka agar anak itu takut untuk keluar dan mematuhi nasehat orang tuanya untuk tetap di dalam rumah saat matahari mulai tenggelam. Hal tersebut melatarbelakangi lahirnya kutipan percakapan di atas.

Kutipan 2
BAPAK
Orang terakhir yang melihat dia bilang, waktu itu dia pakai kaos oblong.
IBU
Iya, itu kaos Hard Rock Café yang dikirim Yanti dari New York.
BAPAK
Aktivis kok kaosnya Hard Rock Café. (halaman 21)

Dari kutipan di atas tampak bahwa Seno ingin menampakkan latar belakang kehidupan pribadinya. Seno merupakan anak dari Seno Gumira Ajidarma adalah putra dari Prof. Dr. MSA Sastroamidjodjo, seorang guru besar Fakultas MIPA Universitas Gajah Mada. Tapi, Seno berbeda dengan ayahnya. Ketika SMA, ia sengaja memilih SMA Kolese De Britto yang boleh tidak pakai seragam. Komunitas yang dipilih sesuai dengan jiwanya. Bukan teman-teman di lingkungan elite perumahan dosen Bulaksumur (UGM), rumah orangtuanya. Tapi, komunitas anak-anak jalanan yang suka tawuran dan ngebut di Malioboro. Dia juga ikut teater Alam pimpinan Azwar A. N.selama 2 tahun. Dia menjadi seniman karena terinspirasi oleh Rendrayang santai, bisa bicara, hura-hura, nyentrik, rambut boleh gondrong.
Hal tersebut di atas ditampilkan Seno dalam naskah drama yang ia buat. Seno Gumira Ajidarma menggambarkan pribadi dirinya pada tokoh Satria yang hidup sederhana dan tidak suka kerapian. Tokoh Satria digambarkan sebagai seorang aktivis yang berpenampilan sederhana atau apa adanya. Kadang dalam kenyataannya banyak aktivis yang berpenampilan berlebihan agar menunjukkan bahwa ia seorag aktivis. Namun tokoh Satria yang digambarkan tidak demikian. Seno tidak menyukai hal yang bersifat resmi dan kaku. Ia lebih menyukai keadaan yang santai, tidak pakai seragam, bisa bicara dan nyentrik. Hal tersebut melatarbelakangi Seno menciptakan tokoh Satria yang mirip dengan dirinya sendiri.

Kutipan 3
IBU
Kalau satria bisa bertahan, kenapa aku ibunya tidak? Tapi aku merasa seolah-olah ia masih berada di sini. Aku masih selalu menyiapkan sarapannya setiap hari, siapa tahu dia pulang. Kamu tahu pak, dia selalu sarapan roti, pakai telur isi ceplok setengah matang dilapisi beef bacon yang kalau dia iris lantas kuningnya meleler memenuhi piringnya. Lantas ia sapu dengan rotinya itu. Minum kopi susu. Hampir tidak pernah bosan ia dengan telur. Tapi tidak pernah ia jerawatan pak. Tahun belakangan ia sering tidak pulang, tapi paling lama juga dua- tiga hari, itu pun selalu menelpon ke rumah. Sibuk rapat katanya. Atau demo ini-itu. Aku selalu menyediakan vitamin karena tubuhnya kurus begitu. Tapi semangatnya itu pak, kalau sudah ngomong, waduh, matanya berapi-api. Aku tahu dia bisa bertahan dalam penderitaan. (halaman 23)

Dalam kutipan di atas, ditunjukkan bahwa ibu sangat menyayangi Satria. Ibu sangat memahami setiap perilaku anaknya baik yang anaknya sukai maupun yang dibenci anaknya. Hal tersebut sebenarnya menggambarkan bahwa Seno Gumira Ajidarma juga memiliki ibu yang sangat menyayanginya. Ibu yang selalu mengkhawatirkannya seperti tokoh ibu dalam naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? tersebut.
Ibu Seno Gumira Ajidarma bernama Poestika Kusuma Sujana (alm) yang bekerja sebagai dokter spesialis penyakit dalam. Ibunya sangat menyanyanginya walaupun Seno termasuk anak yang tidak taat dengan perintah orang tuanya. Setelah lulus SMP, Seno tidak mau melanjutkan sekolah. Terpengaruh cerita petualangan Old Shatterhand di rimba suku Apache, karya pengarang asal Jerman Karl May, dia pun mengembara mencari pengalaman. Seperti di film-film: ceritanya seru, menyeberang sungai, naik kuda, dengan sepatu mocasin, sepatu model boot yang ada bulu-bulunya. Selama tiga bulan, ia mengembara di Jawa Barat, lalu ke Sumatera. Sampai akhirnya jadi buruh pabrik kerupuk di Medan. Karena kehabisan uang, dia meminta uang kepada ibunya. Tapi, ibunya mengirim tiket untuk pulang. Maka, Seno pulang dan meneruskan sekolah. Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa tokoh ibu lahir dalam naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? menggambarkan ibu Seno sendiri.


Kutipan 4
BAPAK
Apa yang mau diakuinya? Dia tidak bisa mengakui hal-hal yang tidak pernah dilakukan selanjutnya. Kita kan tahu Satria itu ngeyelan. Jangan-jangan dia nantang minta disetrum lagi. (halaman 24)

Dalam kutipan di atas diceritakan bahwa tokoh Satria memiliki watak ngeyelan. Sifat tokoh itu lahir karena merupakan penggambaran sifat Seno Gumira Ajidarma sendiri di waktu mudanya. Ayah Seno yang bernama Prof. Dr. MSA Sastroamidjojo, seorang guru besar Fakultas MIPA Universitas Gajah Mada. Tapi, lain ayah, lain pula si anak. Seno Gumira Ajidarma bertolak belakang dengan pemikiran sang ayah. Jadi Seno tidak menaati perintah ayahnya sendiri.
Setelah lulus SMP, Seno tidak mau melanjutkan sekolah. Selama tiga bulan, ia mengembara di Jawa Barat, lalu ke Sumatera. Sampai akhirnya jadi buruh pabrik kerupuk di Medan. Karena kehabisan uang, dia meminta uang kepada ibunya. Tapi, ibunya mengirim tiket untuk pulang. Maka, Seno pulang dan meneruskan sekolah. Begitu ngeyelnya Seno tidak mau menuruti perintah dan gaya hidup ayahnya sehingga ia tetap menjadi Seno sesuai dirinya sendiri.
Ketika SMA, ia sengaja memilih SMA Kolese De Britto yang boleh tidak pakai seragam. Komunitas yang dipilih sesuai dengan jiwanya. Bukan teman-teman di lingkungan elite perumahan dosen Bulaksumur (UGM), rumah orangtuanya. Tapi, komunitas anak-anak jalanan yang suka tawuran dan ngebut di Malioboro.Dia juga ikut teater Alam pimpinan Azwar A N selama 2 tahun.
Kutipan 5
IBU
Apa orang-orang itu tidak punya seorang ibu yang setidak-tidaknya pernah mengenalkan kasih sayang, kelembutan, cinta. setidak-tidaknya orang-orang itu kan bisa berpikir ada keluarga yang kehilangan, ibu yang mencari…. (halaman 26)

Seperti pada kutipan 3, dalam kutipan di atas ditunjukkan pemikiran tentang kasih sayang seorang ibu. Ibu sangat memahami setiap perilaku anaknya baik yang anaknya sukai maupun yang dibenci anaknya. Seorang manusia yang telah tersentuh dengan kelembutan seorang ibu seharusnya hatinya dapat luluh dan memiliki sifat yang berhati nurani. Hal tersebut sebenarnya menggambarkan bahwa Seno Gumira Ajidarma juga memiliki ibu yang sangat menyayanginya. Ibu yang selalu mengkhawatirkannya seperti tokoh ibu dalam naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? tersebut.
Ibu Seno Gumira Ajidarma bernama Poestika Kusuma Sujana (alm) yang bekerja sebagai dokter spesialis penyakit dalam. Ibunya sangat menyanyanginya walaupun Seno termasuk anak yang tidak taat dengan perintah orang tuanya. Namun dengan perintah ibunya, Seno tetap memiliki rasa patuh untuk melaksanakannya karena pernah merasakan kasih sayang seorang ibu.

Kutipan 6
IBU
Memang anak mami! Cerita macam-macam hal sambil tiduran. Impian-impiannya, harapan-hrapannya, kekecewaannya, kepahitannya. Dia memang peduli sekali dengan politik. Aku sendiri nggak suka ngerti omongannya. Aku pernah bilang, hati-hati dengan politik. Kubilang “kamu datang dengan pikiran-pikiran hebat, tapi orang bisa menyambut kamu dengan pikiran ingin menyembelih. Dia bilang “politik yang dewasa tidak begitu bu. Setiap orang harus mau mendengar pikiran orang lain. “aku bilang lagi, “pokoknya hati-hati, di negeri ini politik selalu brarti kekerasan, bukan pemikiran.” (halaman 27)

Pengakuan ibu dalam kutipan di atas bahwa Satria adalah anak mami lahir dari latar belakang pengarang. Dari latar belakang pengarang, dapat diketahui bahwa Seno lebih dekat dengan ibunya. Seno selalu berbeda pendapat dengan ayahnya. Saat dia pergi dari rumah pun karena ia tidak mau menuruti perintah ayahnya untuk melanjutkan sekolah. Seno lebih dekat dengan ibunya karena saat ia kabur dari rumah, ia pulang karena ibunya mengirimi ongkos untuk pulang. Dari sanalah terlihat bahwa Seno Gumira Ajidarma merupakan anak yang lebih dekat dengan ibunya. Hal itu melatarbelakangi cerita tentang anak yang lebih dekat dengan ibunya seperti yang dialami kehidupannya sendiri.

Kutipan 7
IBU
Justru pendidikan itu digunakan untuk mengibuli orang. Pendidikan terror saja ada. Bukan untuk meneror sorang saja, tapi juga untuk masyarakat. Itu juga hasil pendidikan lho. Pendidikan luar negeri malah. Dan tidak sembarang orang bisa mengendalikan masyarakat sesuai dengan tujuan terornya. Jadi pendidikan bukan jaminan, pak. (halaman 30)

Kutipan di atas lahir dari latar belakang pengarang yakni Seno Gumira Ajidarma sendiri. Seno merupakan orang yang tidak menyukai pendidikan formal. Setelah lulus SMP, ia tidak mau melanjutkan sekolah. Seno pergi untuk mencari pengalaman selama tiga bulan. Selama tiga bulan, ia mengembara di Jawa Barat, lalu ke Sumatera. Sampai akhirnya jadi buruh pabrik kerupuk di Medan. Karena kehabisan uang, dia meminta uang kepada ibunya. Tapi, ibunya mengirim tiket untuk pulang. Maka, Seno pulang dan meneruskan sekolah.
Hal di atas secara tidak langsung menceritakan keengganan Seno untuk mengikuti pendidikan. Kutipan di atas juga menjelaskan pendapat Seno Gumira Ajidarma yang menganggap pendidikan hanya dijadikan alat kekejian. Alat untuk meneror dan alat untuk membohongi orang lain. Orang yang berpendidikan tinggi dan memiliki jabatan tinggi banyak yang menyalahgunakan kepandaiaannya untuk mengambil hak-hak orang lain. Kajahatan seperti korupsi merupakan hal yang dapat timbul dari pendidikan yang tidak disalurkan dengan benar. Jadi kutipan di atas lahir berdasarkan latar belakang Seno Gumira Ajidarma yang tidak menyukai pendidikan formal.
Kutipan 8
IBU (Masih menangis)
Sudah setahun lebih. Setiap malam aku berdoa mengharapkan keselamatan Satria; hidup atau mati. Aku hanya ingin kejelasan. Kalau satria sudah meninggal, aku tahu dia dibunuh karena pendiriannya. Apapun pendiriannya, dia mati terhormat. Aku bangga kepadanya. Tapi kalau memang dia begitu membanggakan, mengapa harus diculik, mengapa harus disekap begitu lama sehingga sampai sekarang belum kembali? Mengapa? Mengapa? Mengapa kau culik anak kami? (halaman 31)

Kutipan di atas lahir dari latar belakang pengarang. Seno Gumira Ajidarma pernah meninggalkan rumah untuk pergi berkelana mencari pengalaman selama tiga bulan. Saat itu Seno menolak perintah ayahnya. Seno tidak mau melanjutkan sekolahnya. Namun ibu Seno tetap mengkhawatirkan Seno yang pergi karena tidak mau meneruskan sekolah itu. Ibu Seno mengirimkan tiket untuk pulang karena ia sangat mengkhawatirkan anaknya itu.
Kutipan di atas menceritakan seorang tokoh ibu yang mirip dengan ibu Seno sendiri yakni ibu yang selalu memperhatikan anaknya dan selalu mengkhawatirkan anaknya. Secara keseluruhan, tokoh ibu dalam drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? tersebut menggambarkan ibu dari pengarang sendiri. Seno menggambarkan ibunya melalui drama tersebut. Jadi kutipan di atas dan hadirnya tokoh ibu dalam drama tersebut lahir dari latar belakang pengarang.
Dari semua kutipan di atas, dapat diketahui bahwa banyak unsur dari naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma lahir dari latar belakang pengarang. Naskah tersebut lahir berdasarkan kehiduan pribadi dan pengalaman pengarang yang pernah ia lalui. Latar belakang itulah yang berkumpul dan akhirnya membentuk suatu kesatuan yang menjadikan naskah drama yang berjudul Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma menjadi lebih hidup dan lebih nyata.

  1. Latar Belakang Sosial Budaya atau Sejarah
Selain latar belakang pengarang, hal yang melatarbelakangi lahirnya sebuah karya sastra dalam kajian strukturalisme genetik adalah latar belakang sosial budaya atau sejarah. Latar belakang sosial budaya atau sejarah yang melatarbelakangi lahirnya naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma sebagai berikut.

Kutipan 1
IBU (Melihat sampul belakang)
Apa ya katanya?
(Membaca)
Buku ini perlu dibaca penduduk Negara-negara yang akan hancur, karena dalam masyarakat seperti itu kendali hukum sangat mengendor, tatanan nilai kabur, sehingga melahirkan anarki. Setiap orang berbuat seenak perutnya sendiri dan memaksakan kehendaknya dengan teror . itulah gunanya buku ini: Cara Melawan Teror. Perlu dibaca oleh mahasiswa, aktifis, wartawan, penasehat hukum dan berbagai profesi yang rawan terror. Buku ini juga berguna bagi siapa saja yang merasa perlu lebih siap melawan teror. (halaman 2)

Kutipan di atas lahir dari keadaan negara saat itu. Naskah drama yang berjudul Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma dibuat di Jakarta pada tanggal 13 Maret 1999. Keadaan negara saat itu tidaklah tenang. Ekonomi Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial Asia sepanjang 1997-1999. Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke gedung DPR/MPR, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti. Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada tanggal 12 Mei 1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta, Indonesia serta puluhan lainnya luka. Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto (1977-1998), Hafidin Royan (1976-1998), dan Hendriawan Sie (1975-1998). Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan dada.
Selain ada kerusuhan seperti di atas, pada tahun tersebut pun banyak aktivis yang diculik atau menghilang begitu saja dari masyarakat. Penculikan aktivis 1997/1998 adalah peristiwa penghilangan orang secara paksa atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi yang terjadi menjelang pelaksanaanPemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998. Peristiwa penculikan ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu Mei 1997, dalam waktu dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, sembilan di antara mereka yang diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul kembali. Beberapa di antara mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman mereka. Tapi tak satu pun dari mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga muncul. Jadi lahirnya kutipan di atas dilatarbelakangi oleh keadaan sosial seperti yang telah dijelaskan

Kutipan 2
BAPAK
Aku belum ingat apa yang ada hubungannya dengan kita. Tapi kalau mendengar kata itu, aku jadi ingat apa yang terjadi pada zaman geger-gegeran dulu itu. (halaman 6)

Kutipan di atas lahir karena mengingat masa rusuh dulu. Kata geger-geger merujuk pada kerusuhan yang terjadi di zaman dulu. Hal tersebut mengingat kejadian kerusuhan yang terjadi sebelum tahun 1999. Kejadian yang dapat diketahui adalah penumpasan PKI di Indonesia. Hal tersebut dikuatkan dengan kutipan selanjutnya. Jadi lahirnya kutipan di atas adalah untuk mengingat latar belakang sosial kerusuhan saat penumpasan PKI.

Kutipan 3        
IBU (Berdiri, berjalan ke jendela)
Sebetulnya tidak. Semuanya jelas. Siapa yang bisa melupakannya? Aku masih kecil waktu itu. Malam-malam semua orang berkumpul. Mereka membawa golok, clurit, pentungan dan entah apa lagi. Mereka mengepung rumah itu selepas tengah malam. Mereka berteriak-teriak, karena yang dicarinya naik ke atas genteng. Orang itu lari dari atap satu ke atap lainnya seperti musang. Kadang-kadang dia jatuh, merosot. Orang-orang mengejarnya juga seperti nengejar musang. Aku masih inget suara gedebugan di atas genteng itu. Orang-orang mengejar dari gang ke gang, suaranya juga gedebukan. Mereka berteriak-teriak sambil mengacungkan parang. Orang itu lari. Terpeleset, hampir jatuh ke bawah, merayap lagi. Sampai semua tempat terkepung. Orang itu terkurung….
BAPAK
Sudahlah bu! Sudah lebih dari tiga puluh tahun. (halaman 6-7)

Kutipan di atas lahir karena kejadian kerusuhan 30 tahun yang lalu yang dapat dipastikan adalah kejadian saat penumpasan PKI. Saat itu, setiap masyarakat yang diketahui tergabung dalam PKI atau ada orang yang terlibat ditumpas secara semena-mena. Kantor utama milik PKI dibakar. Pada tanggal 13 Oktober 1965 organisasi Islam Ansor mengadakan aksi unjuk rasa anti-PKI di seluruh Jawa. Pada tanggal 18 Oktober 1965 sekitar seratus PKI dibunuh oleh pihak Ansor. Pemusnahan secara sistematis untuk partai telah dimulai.
Kutipan di atas menceritakan penangkapan seseorang yang mungkin merupakan anggota PKI. Penangkapan dilakukan secara paksa dan tidak mengenal rasa kasihan. Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa seseorang yang ditangkap secara paksa walaupun sudah kabur melalui genteng sampai melorot dan saat tertangkap orang itu digebuki. Penangkapan orang yang diduga sebagai antek-antek PKI terkenal sadis. Bahkan tidak segan para orang itu dibunuh.
Antara 300.000 sampai satu juta orang Indonesia dibunuh dalam pembunuhan massal yang digelar. Para korban termasuk juga non-komunis yang dibunuh karena kesalahan identitas atau kesalahan oleh asosiasi. Namun, kurangnya informasi menjadi tidak mungkin untuk menentukan angka pasti dari jumlah korban yang dibunuh. Banyak para peneliti hari ini menjelaskan korban yang dibunuh antara 200.000 sampai 500.000 orang. Sebuah studi dari CIA tentang peristiwa di Indonesia ini menilai bahwa Dalam hal jumlah korban pembantaian oleh anti-PKI, Indonesia masuk dalam salah satu peringkat pembunuhan massal terburuk di abad ke-20 .... Jadi kutipan di atas lahir karena ada penumpasan PKI secara semena-mena.

Kutipan 4
IBU
Orang-orang itu menghabisinya seperti menghabisi seekor musang. Orang itu digorok seperti binatang. Ibu menutupi mataku. Tapi aku tidak bisa melupakan sinar matanya yang ketakutan. Aku masih ingat sinar mata orang-orang yang mengayunkan linggisnya dengan hati riang. Kok bisa? Kok bisa terjadi semua itu. Bagaimana perasaan anaknya mendengar jeritan bapaknya? Bagaimana perasaan istri mendengar jeritan suaminya? Bagaimana perasaan ibu mendengar jeritan anaknya? Apa bapak yakin setelah tiga puluh tahun lebih mereka bisa melupakannya? Mereka mungkin ingin lupa. Tapi apa bisa? Politik itu apa sih, kok pakai menyembelih orang segala? (halaman 7)

Motif pembunuhan saat itu merupakan motif politik. Kutipan di atas lahir karena adanya penumpasan secara kejam terhadap anggota PKI dengan tujuan untuk politik. Kutipan di atas menggambarkan begitu mengerikannya penumpasan PKI saat itu. Penumpasan itu begitu ngeri sehingga digambarkan walaupun sudah bertahun-tahun, orang yang melihatnya akan selalu mengingatnya. Bahkan terlalu mengerikan hingga orang-orang yang mengingatnya ingin melupakannya namun tidak dapat karena tidak bisa melupakannya. Beberapa ahli berpendapat bahwa kejadian penumpasan PKI disebabkan oleh keadaan panik dan ketidakpastian politik. Tokoh ibu dalam kutipan tersebut menanyakan tentang politik yang secara tidak langsung merujuk pada penumpasan melalui pembunuhan itu bermotif politik.

Kutipan 5
BAPAK
Aku cuma ingat bagaimana orang-orang menjauh ketika semua itu menimpa kita. Orang yang malang malah dijauhi. Ada yang bilang. “Sorri aku baru menelpon sekarang, ini pun dari telepon umum, karena aku takut teleponku disadap, aku harap semuanya baik-baik saja. Sorry, aku takut, aku punya anak kecil soalnya” hmmmh. Saudara-saudara menjauhi semuanya. Takut, seperti kita ini punya penyakit sampar. (halaman 8)

Kutipan di atas lahir karena adanya trauma masa lalu. Saat kerusuhan penumpasan PKI bertahun-tahun yang lalu, tidak hanya orang yang telibat saja yang ikut tertangkap atau dibunuh. Namun orang-orang yang termasuk saudara, teman maupun orang yang mengenalnya tersangkut dalam masalah tersebut. Orang-orang yang memiliki hubungan dengan tersangka akan ikut tercebur ke dalam masalah. Pada kerusuhan saat penumpasan PKI, komunis, simpatisan merah dan keluarga mereka dibantai yang mencapai ribuan. Unit tentara dilaporkan telah mengeksekusi ribuan komunis setelah diinterogasi di penjara-penjara terpencil. Berbekal pisau berbilah lebar yang disebut parang, kelompok Muslim merayap di malam hari ke rumah-rumah komunis, membunuh seluruh keluarga dan mengubur mayat mereka di kuburan dangkal.
Kutipan tersebut menceritakan saat adanya terror penculikan Satria, keluarga Satria dijauhi oleh orang-orang dekatnya bahkan saudaranya sendiri. Hal tersebut merupakan trauma yang terjadi akibat kejadian kerusuhan saat PKI. Jadi kejadian itu melatarbelakangi timbulnya kutipan di atas.


Kutipan 6
IBU
Begitu berkuasanya sehingga merasa berhak menguasai pikiran, dan sangat tersinggung kalau orang berpikir lain.
BAPAK
Sangat tersinggung.
IBU
Sangat tersinggung. Maka mengamuklah dengan pentungan, penangkapan, penculikan dan penganiayaan. (halaman 8)

Lahirnya kutipan di atas karena adanya pemerintahan saat Orde Baru yang tidak memberikan kebebasan mengeluarkan pendapat. Masyarakat seperti dibungkam untuk tidak mengeluarkan apa yang ia pikirkan. Kebebasan pers dibatasi dan apabila ada yang melanggar maka akan menerima hukuman.

Kutipan 7
BAPAK
Di kali itulah, yang suatu ketika bisa betul-betul merah karena darah, mayat-mayat mengalir seperti sampah. Di kali itulah mayat teman-temannya pemain ludruk mengapung. (halaman 10)

Hal yang melatarbelakangi timbulnya kutipan di atas adalah penumpasan PKI yang mayatnya dibuang di sungai-sungai. Komunis, simpatisan merah dan keluarga mereka dibantai yang mencapai ribuan. Unit tentara dilaporkan telah mengeksekusi ribuan komunis setelah diinterogasi di penjara-penjara terpencil. Berbekal pisau berbilah lebar yang disebut parang, kelompok Muslim merayap di malam hari ke rumah-rumah komunis, membunuh seluruh keluarga dan mengubur mayat mereka di kuburan dangkal.
Kampanye pembunuhan ini sangatlah kejam di beberapa daerah pedesaan di Jawa Timur, para milisi Islam menancapkan kepala korban pada tiang dan mereka mengarak melalui desa-desa. Pembunuhan telah pada skala tinggi sehingga pembuangan mayat telah menciptakan masalah sanitasi yang serius di Jawa Timur dan Sumatera Utara di mana udara lembab penuh bau busuk daging. Pengunjung dari daerah tersebut mengatakan sungai kecil dan besar yang telah benar-benar tersumbat dengan mayat tubuh. Jadi kutipan di atas lahir karena adanya latar belakang sosial atau sejarah saat terjadi penumpasan PKI. 

Kutipan 8
BAPAK
Mereka mempunyai daftar nama. Mereka menganalisis nama itu satu persatu. Barangkali dari setiap nama, mereka sudah mempunyai data yang lengkap. Nama, tanggal lahir, siapa orang tuanya, apa kegiatannya, organisasi apa yang dipimpinannya. (halaman 13)

Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mencatat 23 orang telah dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini.
Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah:
1.      Desmond Junaidi Mahesa, diculik di Lembaga Bantuan Hukum Nusantara, Jakarta, 4 Februari 1998.
2.      Haryanto Taslam
3.      Pius Lustrilanang, diculik di depan RSCM, 2 Februari 1998.
4.      Faisol Reza, diculik di RSCM setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998.
5.      Rahardjo Walujo Djati, diculik di RSCM setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998.
6.      Nezar Patria, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998.
7.      Aan Rusdianto, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998.
8.      Mugianto, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998.
9.      Andi Arief, diculik di Lampung, 28 Maret 1998.
Ke-13 aktivis yang masih hilang dan belum kembali berasal dari berbagai organisasi, seperti Partai Rakyat Demokratik, PDI Pro Mega, Mega Bintang, dan mahasiswa:
1.      Petrus Bima Anugrah (mahasiswa Unair dan STF Driyakara, aktivis SMID. Hilang di Jakarta pada 30 Maret 1998).
2.      Herman Hendrawan (mahasiswa Unair, hilang setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998).
3.      Suyat (aktivis SMID. Dia hilang di Solo pada 12 Februari 1998)
4.      Wiji Thukul (penyair, aktivis JAKER. Dia hilang diJakarta pada 10 Januari 1998).
5.      Yani Afri (sopir, pendukung PDI Megawati, ikut koalisi Mega Bintang dalam Pemilu 1997, sempat ditahan di Makodim Jakarta Utara. Dia hilang di Jakarta pada 26 april 1997)
6.      Sonny (sopir, teman Yani Afri, pendukung PDI Megawati. Hilang diJakarta pada 26 April 1997)
7.      Dedi Hamdun (pengusaha, aktif di PPP dan dalam kampanye 1997 Mega-Bintang. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997)
8.      Noval Al Katiri (pengusaha, teman Deddy Hamdun, aktivis PPP. Dia hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997)
9.      Ismail (sopir Deddy Hamdun. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997)
10.  Ucok Mundandar Siahaan (mahasiswa Perbanas, diculik saat kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta)
11.  Hendra Hambali (siswa SMU, raib saat kerusuhan di Glodok, Jakarta, 15 Mei 1998)
12.  Yadin Muhidin (alumnus Sekolah Pelayaran, sempat ditahan Polres Jakarta Utara. Dia hilang di Jakarta pada 14 Mei 1998)
13.  Abdun Nasser (kontraktor, hilang saat kerusuhan 14 Mei 1998, Jakarta)

Dari daftar nama di atas, banyak sekali aktivis yang diculik atau hilang dari masyarakat. Aktivis tersebut hilang karena dianggap berbahaya bagi penguasa saat itu. Jadi kutipan di atas lahir karena adanya kejadian penculikan pada beberapa aktivis yang dianggap berbahaya bagi para penguasa.

Kutipan 9
BAPAK (Membayangkan ada di salah satu sudut meja)
Ini ada meja. Yang di sini berkata: “Tidak usah diragukan lagi, orang ini sangat berbahaya. Dia terlalu pintar bicara. Persis seperti tukang obat. Tapi dia tidak menjual obat. Dia menjual ideology. Sangat berbahaya. Dia pandai menggalang massa. Dialah yang membagi-bagikan tugas. Siapa bikin demonstrasi. Siapa bikin selebaran. Semua orang percaya padanya. Termasuk para pemberi dana. Orang seperti ini yang harus diambil. Bukan yang teriak-teriak pakai corong.” Lantas…. (halaman 16)

Kutipan di atas menjelaskan tentang kisah orang yang diculik karena memiliki pemikiran yang bagus demi kebaikan negara. Pemikiran-pemikiran ini dianggap berbahaya bagi penguasa negara saat itu. Biasanya orang yang memiliki pemikiran-pemikiran bagus dianggap berbahaya dan harus ditangkap. Hal itulah yang melatarbelakangi penculikan terhadap para aktivis.
Penculikan aktivis 1997/1998 adalah peristiwa penghilangan orang secara paksa atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi yang terjadi menjelang pelaksanaanPemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998. Peristiwa penculikan ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu Mei 1997, dalam waktu dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, sembilan di antara mereka yang diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul kembali. Beberapa di antara mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman mereka. Tapi tak satu pun dari mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga muncul. Jadi kutipan di atas lahir dari latar belakang sejarah penculikan aktifis tahun 1997/1998.


Kutipan 10
IBU
Ya biarlah, namanya juga anak muda. Apa dia harus pakai kaos anti Orde Baru setiap hari. Kan ya ganti-ganti. (halaman 21)

Kutipan di atas lahir dari latar belakang sejarah yang terjadi pada masa pemerintahan Soeharto. Pada masa itu saat terjadi krisis, banyak sekali aktivis mahasiswa yang menolak Orde Baru yang penuh dengan korupsi. Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar. Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.

Kutipan di atas lahir karena banyaknya pihak yang menyatakan dirinya anti terhadap Orde Baru. Kutipan di atas menceritakan tokoh Satria sebagai aktivis yang menolak Orde Baru. Banyaknya yang anti terhadap Orde Baru karena banyaknya rakyat yang tidak sejahtera. Jadi kutpan di atas lahir karena adanya berbagai masa atau aktivis yang anti terhadap Orde Baru.
Kutipan 11
IBU
Kenapa ada orang begitu takut pada pikiran, sampai-sampai harus menculik dan membunuh pemilik pikiran itu.
BAPAK
Pikiran yang bebas sejak dahulu selalu dianggap berbahaya oleh negara. (halaman 23)

Kutipan di atas lahir karena adanya penculikan terhadap aktivis. Aktivis biasanya adalah orang yang suka berpikir kritis. Pada saat Orde baru terjadi banyak kegagalan pemerintahan yang membuat kerusuhan. Banyak sekali aktivis yang mempunyai pemikian bagus tapi malah dijadikan korban terror, penculikan, pembunuhan atau penembakan secara misterius. Banyak sekali kekurangan Orde Baru seperti: kritik dibungkam dan oposisi diharamkan, kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel, penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program “Penembakan Misterius”, tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya), menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur, menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
Kekurangan-kekurangan di atas melatarbelakangi para pemikir kritis lahir. Namun pemikir-pemikir itu malah dianggap berbahaya bagi penguasa saat itu. Jadi kutipan drama di atas lahir dari latar belakang sejarah yang terjadi saat itu.

Kutipan 12
IBU
Politik itu sejarahnya tidak ada yang beres. Orang-orang diciduk, orang-orang disembelih, orang-orang dipenjara dan dibuang tanpa pengadilan. Aku masih ingat semua kisah sedih yang tidak bisa diucapkan itu. Keluarga yang kehilangan bapaknya, anak yang kehilangan ibunya, istri yang kehilangan suaminya. Mereka tidak mengucapkan apa-apa. Tidak bisa mengucapkan apa-apa. Tertindas. Keplenet. Tidak pernah ngomong karena takut salah. Padahal tentu saja tidak ada yang lebih terluka, tersayat dan teriris selain kehilangan orang-orang yang tercinta dalam pembantaian. Orang-orang diperkosa demi politik, orang-orang dibakar, harta bendanya dijarah, bagaimana orang bisa hidup dengan tenang? Hanya politik yang bisa membuat orang membunuh atas nama agama. Mana ada agama membenarkan pembunuhan. Apakah ini tidak terlalu berbahaya? Politik hanya peduli dengan manusia. Apalagi hati manusia. Apakah kamu bisa membayangkan pak, luka di setiap keluarga itu? (halaman 29-30)

Kutipan di atas lahir karena banyaknya kejadian-kejadian politik yang ada di Indonesia dipenuhi dengan kekerasan dan ketidakadilan para penguasa. Indonesia merdeka tahun 1945 setelah dijajah oleh Jepang. Dalam penjajahan rakyat disiksa dan banyak yang dibunuh. Kemudian Orde Lama diakhiri dengan pertumpahan darah. Penumpasan PKI saat itu merupakan pembunuhan besar-besaran secara sadis bahkan sangat mengerikan. Itu semua demi politik. Selanjutnya Orde Baru selama tiga puluh tahun juga diakhiri dengan penculikan dan pembunuhan aktivis.
Dari semua masalah itu tampaklah bahwa politik dipandang selalu tidak beres. Tokoh ibu dalam kutipan di atas menyatakan bahwa politik selalu tidak beres karena selalu penuh kekerasan dan kekejian terhadap manusia itu sendiri. Dalam politik banyak manusia-manusia yang tidak berperikamanusiaan. Jadi kutipan drama di atas lahir karena adanya anggapan masyarakat mengenai politik yang selalu  tidak beres dalam sejarahnya.


Kutipan 13
BAPAK (Meninggalkan Ibu)
Sudah setahun lebih. Me-nga-pa-ka-u-cu-lik-a-nak-ka-mi. mengapa kau culik anak kami? Ini pertanyaan yang tidak akan bisa dijawab. Apa bisa pertanyaan ini dijawab oleh seseorang yang merasa memberi perintah menculiknya? Apa bisa seseorang mengakuinya dengan jujur: “ Aku perintahkan agar mereka diculik, karena mereka berani-beraninya menggugat kekuasaanku. Mereka itu kurang ajar!” bisakah, bisakah seseorang yang berkuasa mengakui keangkuhannya? (halaman 31)

Kutipan di atas lahir karena banyaknya penculikan terhadap aktivis. Penculikan terhadap aktivis dilakukan pada tahun 1997/1998 sehingga jika dihitung dengan kemunculan naskah drama tersebut waktunya terhitung sudah satu tahun. Dalam kurun waktu tersebut bahkan sampai sekarang masih ada 13 orang aktivis yang belum ditemukan. Aktivis itu diculik dan tidak dilepaskan atau malah dibunuh. Dialog tokoh bapak pada drama di atas menceritakan sedihnya keluarga orang yang diculik dan belum kembali. Kesedihan itu membuat keluarga atau orang yang menyayangi orang yang diculik menggugat penguasa saat itu.
Dari penculikan aktivis pada tahun 1997/1998 menyebabkan banyak orang hilang. Kasus tersebut diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasar UU No 26/2000 Tentang Pengadilan HAM dan hasilnya telah diserahkan ke Jaksa Agung pada 2006. Tim penyelidik Komnas HAM untuk kasus penghilangan orang secara paksa ini bekerja sejak 1 Oktober 2005 hingga 30 Oktober 2006. Adapun jumlah korban atas penghilangan orang tersebut adalah 1 orang terbunuh, 11 orang disiksa, 12 orang dianiaya, 23 orang dihilangkan secara paksa, dan 19 orang dirampas kemerdekaan fisiknya secara sewenang-wenang.
Abdul Hakim Garuda Nusantara (Ketua Komnas HAM pada 2006) meminta agar hasil penyelidikan yang didapat dapat dilanjutkan oleh Kejaksaan Agung untuk membentuk tim penyidik, karena telah didapat bukti permulaan yang cukup untuk menyimpulkan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan. Sementara itu, asisten tim ad hoc penyidik peristiwa penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998, Lamria, menyatakan ada beberapa orang dari 13 aktivis yang masih dinyatakan hilang tersebut diketahui pernah berada di Pos Komando Taktis (Poskotis) Kopassus yang terletak di Cijantung, Jakarta.
Komnas HAM menyimpulkan ada bukti permulaan pelanggaran HAM berat dalam kasus penghilangan orang secara paksa selama 1997-1998. Kesimpulan ini didasarkan penyelidikan dan kesaksian 58 korban dan warga masyarakat, 18 anggota dan purnawirawan Polri, serta seorang purnawirawan TNI.
Pada 22 Desember 2006 Komnas HAM meminta DPR agar mendesak Presiden mengerahkan dan memobilisasi semua aparat penegak hukum untuk menuntaskan persoalan. Ketua DPR Agung Laksono pada 7 Februari 2007 juga meminta Presiden Yudhoyono memerintahkan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan temuan Komnas HAM untuk menuntaskan kasus penculikan 13 aktivis.
Akhirnya ditemukan sebuah tim yang dinamakan tim mawar. Tim Mawar adalah sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Tim ini adalah dalang dalam operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi.
Kasus penculikan ini menyeret 11 anggota tim mawar ke pengadilan Mahmilti II pada bulan April 1999. Saat itu Mahmilti II Jakarta yang diketuai Kolonel CHK Susanto memutus perkara nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999 yang memvonis Mayor Inf Bambang Kristiono (Komandan Tim Mawar) 22 bulan penjara dan memecatnya sebagai anggota TNI.Pengadilan juga memvonis Kapten Inf Fausani Syahrial (FS) Multhazar (Wakil Komandan Tim Mawar), Kapten Inf Nugroho Sulistiyo Budi, Kapten Inf Yulius Selvanus dan Kapten Inf Untung Budi Harto, masing-masing 20 bulan penjara dan memecat mereka sebagai anggota TNI.
Sedangkan, 6 prajurit lainnya dihukum penjara tetapi tidak dikenai sanksi pemecatan sebagai anggota TNI. Mereka itu adalah Kapten Inf Dadang Hendra Yuda, Kapten Inf Djaka Budi Utama, Kapten Inf Fauka Noor Farid masing-masing dipenjara 1 tahun 4 bulan. Sementara Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto dan Sertu Sukadi hanya dikenai hukuman penjara 1 tahun. Menurut pengakuan, Komandan Tim Mawar, Mayor Bambang Kristiono di sidang Mahkamah Militer, seluruh kegiatan penculikan aktivis itu dilaporkan kepada komandan grupnya, yakni Kolonel Chairawan, tetapi sang komandan tidak pernah diajukan ke pengadilan sehingga tidak bisa dikonfirmasi.
Kemudian keadaan tahun 2007 keenam prajurit yang dipecat mengajukan banding, sehingga sanksi pemecatan belum bisa dikenakan atas mereka. Sementara itu mereka tetap meniti karier di TNI dan meduduki beberapa posisi penting, rincianya sbb:
1.      Bambang Kristiono: dipecat
2.      Fausani Syahrial Multhazar: pada tahun 2007 menjabat Dandim Jepara dengan Pangkat Letnan Kolonel.
3.      Nugroho Sulistyo Budi:
4.      Untung Budi Harto: tahun 2007 menjabat Dandim Ambon dengan pangkat Letnan Kolonel.
5.      Dadang Hendra Yuda: pada September 2006 menjabat Dandim Pacitan dengan pangkat Letnan Kolonel.
6.      Jaka Budi Utama: pada tahun 2007 menjabat Komandan Batalyon 115/Macan Lauser 
7.      Sauka Nur Chalid
8.      Sunaryo
9.      Sigit Sugianto
10.  Sukardi

Sedangkan Kolonel Infantri Chairawan dipromosikan menjadi Danrem 011 Lilawangsa. Kabar terakhir dari Mayjen Muchdi PR adalah kemunculanya dalam sidang pembunuhan aktifis HAM Munir untuk dimintai keterangan mengenai keterlibatan dirinya maupun BIN dalam pembunuhan tersebut. Muchdi PR adalah mantan Deputi V BIN pada saat Munir terbunuh.
Ketika kasus ini kembali mencuat, Panglima TNI menyatakan bahwa dari hanya satu dari enam tentara yang dipecat yang telah benar-benar dipecat yaitu Mayor (inf) Bambang Kristiono. Lima tentara yang lain dinyatakan terbebas dari hukuman pemecatan, dan hukuman penjaranya pun dikurangi. Hal itulah yang menyebabkan banyaknya rakyat merasa tidak adil karena perlakuan para penguasa yang semena-mena. Jadi lahirnya kutipan di atas dilatarbelakangi oleh adanya penculikan aktivis yang tidak pernah kembali dan penculikan itu ternyata dilakukan oleh pihak-pihak penguasa.


BAB V
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Penelitian tentang struktural genetik pada naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? karya Seno Gumira Ajidarma ini, diperoleh hasil mengenai latar belakang pengarang dan latar belakang sosial budaya atau sejarah yang membuat naskah tersebut lahir. Latar belakang pengarang yang ditampakkan adalah latar belakang Seno Gumira Ajidarma sendiri dan sedikit membahas ibu dan ayahnya. Kemudian latar belakang sosial budaya atau sejarah yang ditampakkan adalah peristiwa penumpasan PKI dan lengsernya Orde Baru serta penculikan para aktivis tahun 1997/1998.  

B.     Saran
Saran yang dapat penulis berikan pada pembaca sebagai berikut:
1.      Bacalah suatu karya sastra dengan seksama dan ketahuilah makna secara mendalam.
2.      Hendaknya setiap manusia bisa belajar mengenai sejarah agar kejadian yang sama tidak terulang lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Endaswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publising Service)
Nurhayati. 2012. Pengantar Ringkas Teori Sastra. Yokyakarta: Media Perkasa
Tri Widyahening, Evy, dkk. 2012. Kajian Drama: Teori dan Implementasi. Surakarta: Yuma Media


No comments:

Post a Comment

“Terima kasih sudah membaca blog saya, silahkan tinggalkan komentar”